Ke Washington, Aku Kan Kembali

Gedung Putih, kediaman Presiden Amerika Serikat

DESEMBER lalu, saya mengira kalau Washington DC adalah gadis molek yang hanya dikunjungi sekali. Saat itu saya berpikir, dengan padatnya jadwal akademik serta keharusan untuk menjalani aktivitas di kampus Ohio, nampaknya saya hanya bisa mengunjungi kota ini cuma sekali. Ternyata anggapan itu salah. Setidaknya untuk sekarang. Mudah-mudahan kelak saya akan terus merevisi anggapan ini. 

Jumat, 10 Februari 2012 lalu, saya memasuki ibukota Amerika Serikat (AS) ini. Saya bersama rombongan teman-teman dari Ohio yang ingin mengikuti konferensi Media Matters 2012 di American University at Washington DC. Rombongan saya terdiri atas dua warga Indonesia (termasuk saya), dua sahabat asal Kolombia, dua Vietnam, satu Jamaika, satu Ethiopia, satu India, satu Afghanistan, dan satu sahabat asal Jerman. Makanya, rombongan ini lebih mewakili keragaman asal geografis dan keragaman dalam melihat satu masalah. 

rombongan Ohio
suasana diskusi
di tengah peserta
seusai diskusi
Tadinya, saya tak punya keinginan untuk ikut konferensi. Namun setelah membaca temanya tentang pengaruh media, khususnya media social, saya tiba-tiba saja tertarik. Saya jadi ingin tahu lebih banyak tentang hal ini. Kebetulan pula, saya sedang membaca buku Futuretainment karya Mike Walsh. Saya jadi penasaran dengan fenomena media sosial ini. Apalagi, Amerika merupakan negara yang paling getol dengan trend baru ini, mendirikan banyak pusat riset tentang media sosial, serta penduduknya yang kemudian menciptakan, dan menjadikannya sebagai trend global ke mana-mana. Maka bertualanglah saya ke Washington DC untuk kedua kalinya. 

Kami berangkat dengan mobil yang dipinjam dari pihak kampus. Selanjutnya, kami menginap di sebuah hostel internasional bertarif murah di jantung kota Washington. Kamar-kamarnya berbentuk seperti barak tentara, di mana terdapat sekitar 10 ranjang di situ. Namun, dari sisi kenyamanan, kamar ini cukup standar. Apalagi, biayanya sangat murah untuk ukuran orang yang cuma datang dua hari demi mengikuti seminar. Konferensi ini dilakukan hanya sehari, yakni Sabtu.  Akan tetapi, waktu yang sangat singkat ini menjadi sangat efektif sebab materinya sangat menarik, memperteukan para sienas dan sponsor dokumenter, serta diisi dengan perbincangan menarik antar peserta. 

Saya sendiri sangat kagum dengan seorang pemateri Aman Ali, seorang Muslim asal New York, yang membuat dokumenter tentang perjalan selama 30 hari mengunjungi 30 negara bagian di Amerika demi mencari masjid. Saya tidak tertarik pada film dokumenter yang dibuatnya. Saya tertarik pada caranya mengorganisir para pembaca blog, kemudian membuat kampanye di facebook, sehingga donasi dari pembaca blog itu mengalir padanya. Saya kagum pada caranya memanfaatkan media social untuk meraih dukungan banyak orang. Saya kagum karena ia bisa berpikir sederhana, namun amat efektif. Kok selama ini saya tidak terpikirkan yaa? 

depan Lincoln Memorial
National Monument di kejauhan.
Sayang, kolam reflektif (reflective pond) sedang direnovasi
bersama Lady Lincoln
the frozen soldiers
depan Union Station
bis tingkat untuk tur keliling kota

Setelah konferensi, saya dan teman-teman lalu keliling-keliling. Kami berkunjung ke Lincoln Memorial, singgah ke White House demi menyapa Pak Obama (Sayang sekali karena pintunya tidak terbuka. Lagian, siapa sih kami? Hehe), lalu ke Capitol Hill atau gedung parlemen Amerika, dan berakhir dengan makan malam di Stasiun Union Street. Sebenarnya, saya sudah pernah mengunjungi tempat-tempat ini. Namun waktu perjalanan yang singkat, membuat saya tak punya banyak pilihan. 

Sungguh saya tak menyangka jika akhirnya saya kembali tiba di kota ini. Mudah-mudahan ini bukanlah kunjungan yang terakhir. Dulu, saya berjanji untuk datang kembali, meski saya tak begitu yakin. Ternyata janji itu membuat saya selalu kembali ke kota ini. Mudah-mudahan kelak janji itu menjadi mercusuar dan penanda yang akan menggiring kaki saya untuk selalu datang berkunjung dan melihat banyak hal-hal ajaib di kota ini. Semoga gadis cantik bernama Washington ini tak akan pernah jemu melihat kedatangan saya ke sini. Entah, boleh jadi di masa mendatang, saya bisa berumah di tempat indah ini. Who knows?




0 komentar:

Posting Komentar