Homecoming: Saat Idealisme Tumbuh dan Berbunga

marching band alumni Ohio University (foto: Nurhasni)

“Di tanah ini mereka tumbuh. Di tanah ini pula mereka kembali.”


Ungkapan ini sungguh tepat untuk menggambarkan suasana Athens, Ohio, hari ini. Sepanjang jalan, ada begitu banyak alumni yang mengunjungi kampus, mengenang kembali masa-masa yang telah lewat. Saya melihat banyak orang-orang lanjut usia yang masuk kampus dengan mengenakan baju bertuliskan Ohio University. Mereka meramaikan ikut dalam parade atau karnaval, memberikan persembahan, dan merajut kembali hubungan dengan pihak kampus.

Acara homecoming day seakan menjadi tradisi di Amerika Serikat (AS). Biasanya ada aktivitas antara alumni dan mahasiswa melalui olahraga dan acara kebudayaan, serta parade atau karnaval. Tradisi ini bermula dari keinginan kampus untuk mendatangkan alumni sehingga terjadi sharing pengetahuan. Tapi, belakangan yang dominan adalah parade dan jalan-jalan keliling kampus.

kereta berkuda (foto: Yazid Sururi)
parade pembuka (foto: Yazid Sururi)
kok ada pasukan Amerika?

Di Indonesia, tradisi ini sama dengan reuni. Bedanya, di tanah air biasanya hanya acara seremonial berupa nyanyi-nyanyi dan mengenang masa silam. Kalau di Amerika, puncak acaranya adalah parade keliling kota, para alumni mengenakan atribut kampus, yang dikenakan dengan penuh rasa bangga, serta para alumni ikut berkarnaval, mengenakan pakaian masa kuliah, atau ikut dalam marching band yang dibuat oleh para alumni.

Di Ohio, acara Homecoming Day, sebagaimana yang saya saksikan kemarin, juga menjadi panggung bagai berbagai pihak untuk menunjukkan apa yang sudah diakukan. Kemarin, saya melihat acara karnaval tak hanya diramaikan warga kampus serta lembaga-lembaga dalam kampus.

Tapi juga diramaikan penggiat aksi gerakan sosial untuk mengguga kesadaran masyaraat. Misalnya sekelompok perempuan yang mengatasnamakan gender. Banyak juga barisan pemerintah yang ikut meramaikan acara. Malah, saya melihat Walikota Athens ikut berparade dan membagi-bagikan permen pada anak-anak. Yang unik, sempat pula saya melihat parade dari sejumlah kandidat senator atau kandidat walikota yang ikut meramaikan. Mereka memakai poster yang simpatik, pesan yang menggugah, serta harapan kepada publik. Suasananya kayak kampanye di Indonesia, namun di sini semuanya berjalan secara rapi.

Makna Homecoming

Saat diskusi dengan beberapa kawan tentang makna homecoming, saya mendapat jawaban yang menarik. Menurut seorang kawan, pihak Ohio University sadar betul tentang potensi para alumni bagi pihak universitas. Setidaknya, terdapat dua gedung besar di dalam kampus yang dibangun pihak alumni. Mungkin ini sebab mengapa kampus semega Ohio tak pernah mau memutus jaringan dengan alumninya.

gadis-gadis Jepang ikut meramaikan acara (foto: Yazid Sururi)
alumni yang berdandan ala Elvis Presley (foto: Yazid Sururi)

Namun, yang lebih kental dari itu adalah adanya keinginan untuk merajut kembali hubungan-hubungan dengan para alumni, menguatkan kembali jaringan kedekatan yang telah lama terrajut, serta keinginan untuk mengenang kembali masa-masa ketika menjalani perkuliahan di kampus itu.

Saya sendiri merasa tradisi ini adalah sesuatu yang positif. Saya meyakini bahwa ingatan atau kenangan adalah jangkar penting yang menumbuhkan identitas serta karakter seseorang di masa depan. Siapapun yang besar di lahan yang menyuburkan potensi, akan selalu merindukan momen indah ketika pertama kali mencari eksistensi jati diri demi tumbuh dan berkembang. Kampus menjadi lahan yang menyemai benih kepribadian serta hasrat untuk mencintai ilmu pengetahuan dan mengabdikan diri pada arena kemanusiaan.

Namun siapapun yang besar di tengah lahan yang justru mematikan potensi, pasti akan tumbuh sebagai generasi yang tidak ingin kembali menginjakkan kaki di tempat tersebut. Ini adalah hukum sejarah bagi siapapun alumni yang menemukan kejanggalan di kampus. Ia akan menjadi elang yak tak peduli tempat asalnya. Mungkin saja ia berkilah bahwa kebobrokan yang dilihatnya adalah sesuatu yang kemudian menyuburkan karakternya untuk tidak melakukan hal yang sama. Mungkin saja ia tidak akan melihat kampus sebagai menara ilmu pengetahuan, namun menara yang menjadikan ilmu hanya sebagai selubung demi menutupi praktik iblis yang mencari duit di tempat itu.

marching band (foto: Yazid Sururi)
Di Indonesia, tidak semua institusi pendidikan bisa menjadi lahan subur yang menumbuhkan potensi dan karakter. Malah, banyak lembaga pendidikan yang justru menghadirkan trauma tentang para pengajar yang bisanya hanya ngasih tugas, kemudian justru membenci mahasiswanya sendiri, atau tentang korupsi atau nepotisme yang subur di stau kampus.

Idealnya, kampus bisa menjadi tempat persemaian gagasan dan idealisme, tempat menyusun narasi masa depan. Namun, pernahkah kita bertanya pada diri kita sejauh mana pengalaman kita di kampus? Apakah kampus kita menjadi tempat persemaian idealisme serta harapan tentang masa depan? Apakah kampus kita menjadi benteng terakhir yang menjaga nilai dan kearifan? Marilah kita bertanya pada nurani masing-masing.

Namun, setidaknya di acara Homecoming Day ada pertemuan dengan semua sahabat dan rekan sejawat. Hingga kini, saya masih berkeyakinan bahwa persahabatan jauh lebih penting dari perkuliahan. Saya terngiang kalimat Prof Mattulada (guru besar Universitas Hasanuddin), "Para sahabat ibarat barisan malaikat yang selalu mengingatkan dirimu pada jalan ideal yang sebelumnya hanya bisa kamu impikan."

Saya sangat sepakat dengan beliau. Melalui persahabatan, saya tidak sedang belajar ilmu pengetahuan, tapi saya belajar ilmu kehidupan. Melalui persahabatan, saya belajar menyemai benih idealisme, menjaganya dari segala parasit kehidupan, hingga menumbuhkan bunga-bunga yang mengiringi setiap tapak kaki di altar kehidupan. Saya bukanlah malaikat. Tanpa sahabat dan segala ilmu kehidupan yang saya serap dari mereka, tentunya saya sudah lama tergilas roda-roda zaman hingga terseret tertatih-tatih.(*)



Athens, Ohio, 16 Oktober 2011

Hati-hati Mbak! Ntar bisa jatuh


0 komentar:

Posting Komentar