Saat Bersama Prof Susanto Zuhdi

HARI ini saya bertemu sejarawan yang juga pengajar Universitas Indonesia (UI), Prof Susanto Zuhdi. Ia datang ke Bau-Bau dalam kapasitasnya sebagai seorang pembawa makalah pada kongres bahasa daerah. Saya bahagia bertemu dengannya. Tanpa Prof Santo, saya tidak mungkin bisa menjadi magister. Ia adalah pembimbing tesis, penguji, sekaligus teman diskusi yang mengasyikkan, baik saat membahas tentang Buton, maupun saat membahas teka-teki sejarah di negeri ini.

Berbincang dengan Prof Santo menyalakan kembali rasa rindu yang dalam dengan suasana belajar di UI. Saya suka sekali dengan suasana diskusi yang cerdas di mana masing-masing pihak bisa saling menghargai pendapat masing-masing. Di kampus seperti UI, ada kultur yang berdenyut di mana setiap orang berhak mengemukakan gagasannya, tanpa memandang eselon, tanpa memandang jabatan atau senioritas. Kultur itu susah saya bahasakan, namun berdenyut di sanubari mereka yang pernah belajar di kampus UI. Saya masih merasakan itu sehingga pertemuan dengan Prof Santo tiba-tiba membawa saya pada suasana saat belajar dulu.

Di UI, setiap orang bisa mengasah bakat dan talentanya di ranah ilmu pengetahuan dan menyuburkan hasrat ingin tahu. Saya jarang menemukan pengajar yang selalu merasa tahu semua hal. Justru pengajarnya bersifat humble dan menyadari bahwa kepingan pengetahuan bisa didapat dari mana saja. Hari ini, saya bahagia bersama Prof Santo. Tiba-tiba saja, saya menemukan satu defenisi kebahagiaan yakni saat berinteraksi dengan orang-orang cerdas dan berdiskusi banyak tema hingga melalangbuana. Demikianlah definisi bahagia hari ini.(*)

0 komentar:

Posting Komentar