Heboh!! Pernikahan Miliaran Dian Sastro

Pernikahan Sebagai Arena Kontestasi Sosial


HARI ini adalah hari paling bersejarah bagi artis Dian Sastrowardoyo. Ia akan memasuki mahligai suci pernikahan dengan pengusaha kaya Indraguna Sutowo, putra konglomerat kaya Adiguna Sutowo. Pernikahan ini disebut-sebut media sebagai salah satu pernikahan yang berbiaya mahal. Beberapa media dan infotainment menyebut biaya yang dikeluarkan hingga miliaran rupiah, sebuah jumlah yang fantastis dan mungkin hanya bisa dikalahkan artis Nia Ramadhani dan pengusaha kaya Anindya Bakri (putra Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie) yang konon biayanya “hanya” sekitar Rp 100 miliar.

Bagi Indraguna, jumlah itu tidak seberapa demi menyunting Dian, artis yang sejak lama diidolakannya dan telah dipacarinya selama dua tahun. Apalagi, perempuan bernama asli Diandra Paramitha Sastrowardoyo memang tengah di puncak popularitas. Sejak namanya meroket dalam film Ada Apa dengan Cinta, bintangnya terus bersinar bak bintang kejora. Ia menjadi salah satu artis yang digaji mahal untuk setiap film yang dibintanginya. Ia juga laris sebagai bintang iklan, khususnya sabun Lux, yang memberinya kesempatan untuk keliling banyak tempat serta memperbesar jumlah pundi-pundi kekayaannya.

Sebelum prosesi nikah, Indraguna Sutowo telah memberikan seserahan berupa rumah senilai Rp 6 miliar, rumah yang lebih fantastis dari rumah kepunyaan Gayus Tambunan yang “hanya” senilai Rp 1 miliar. Itu belum seberapa jika dibandingkan prosesi nikah yang akan digelar hari ini. Rencananya, akad nikah akan digelar di Hotel Dharmawangsa, salah satu hotel mewah di Jakarta. Sementara resepsi pernikahan akan digelar di Jakarta Hilton Convention Center (JHCC), Senayan, Jakarta. Pemilihan tempat akad nikah dan resepsi ini sudah bisa menjelaskan bahwa pernikahan ini adalah pernikahan impian yang dihadiri para selebritas dan pesohor negeri ini sebagai bagian dari 4.000 lebih tamu yang bakal menghadiri acara tersebut.

Menafsir Makna

Tanpa bermaksud sirik, sebagai seorang rakyat biasa –yang menempati posisi di bawah garis kemiskinan--, saya selalu terperangah setiap mendengar berita tentang pernikahan yang berbiaya amat mahal seperti ini. Di tengah kondisi sebagian besar anak bangsa yang tengah membanting tulang dan mengais-ngais rezeki di jalan-jalan, pernikahan ini terkesan hirau dengan kenyataan sosial yang menggiriskan di sekitarnya. Di negeri ini, kita selalu dipertontonkan parade kemewahan yang kian menunjukkan kelas social lapis-lapis kecil di negeri ini.

Sebagai rakyat biasa, kita selalu dibuat terperangah ketika melihat pernikahan bak di negeri dongeng, meskipun setelah itu kita kembali bergulat dengan langkah tertatih-tatih untuk mencari sesuap nasi. Selama sekian detik kita terkagum-kagum, setelah itu mulailah kita merutuki nasib dan bertanya, betapa tidak beruntungnya kita dibanding Dian Sastro yang biaya pernikahannya hingga miliaran. Mengapa kita hanya menjadi orang biasa dan tidak jadi lapisan elite?

Dulunya, saya sering memperhatikan Dian Sastro saat sedang nongkrong di kantin sastra di kampus Universitas Indonesia (UI), Depok. Kesan saya, dia tidak seperti cewek borju kebanyakan yang saban hari menghabiskan uang secara membabibuta. Menurut beberapa teman dekatnya, Dian bukan tipe cewek yang materialistis. Ia tipe cewek smart yang lebih menonjolkan kemampuan inteligensianya ketimbang fisiknya yang aduhai. Seorang teman dekat saya di jurusan Filsafat UI sering mengambil mata kuliah yang sama dengan Dian. Katanya, Dian cukup cerdas. Pikirannya cukup jernih ketika mengupas lapis-lapis dalam setiap kenyataan social yang dibentangkannya.

Skripsi Dian tentang konstruksi social atas fenomena kecantikan bisa menjadi tolok ukur sejauh mana capaian inteligensinya. Dalam skripsi itu, Dian menjelaskan bahwa kecantikan bukan sekedar tampilan fisik berupa tubuh yang seksi dan putih, namun kecantikan adalah defenisi yang maknanya dikonstruksi oleh tafsiran kebudayaan dan ideologi tertentu. Ini jelas sebuah tema yang menarik. Jika berbicara tentang ideologi, tentunya, ia akan membahas bagaimana lapis-lapis kesadaran yang bersarang di benak seseorang ketika mempersepsi sesuatu.

Sedemikian cerdasnya Dian, sehingga menimbulkan pertanyaan bagi saya, mengapa pula untuk sebuah ijab kabul dan testamen luas tentang telah pernikahan harus mengeluarkan biaya hingga miliaran rupiah? Mengapa pula ia tidak menafsir makna bahwa pernikahan itu bukan lagi ritual yang mempertemukan dua hati, melainkan sebuah arena social di mana di dalamnya terjadi pertarungan makna? Bukankah pernikahan itu menjadi ajang untuk mempertunjukkan pada banyak orang tentang status dan kelas sosial keluarga yang menggelar ritual tersebut?

Lapis-lapis Makna

Bagi saya sendiri, maraknya pernikahan berbiaya mahal itu menjadi isyarat dari masyarakat kita yang tengah berubah. Masyarakat kita adalah masyarakat yang lebih mengedepankan materi sebagai simbol, sehingga menghilangkan indahnya kesucian dan kehikmatan sebuah pernikahan. Simbol tersebut seolah menjadi satu-satunya kenyataan. Dan demi simbol itu, kita mendedikasikan seluruh hidup kita serta bekerja keras demi menggapainya. Inilah masyarakat kita hari ini. Terkait pernikahan mahal itu, saya punya beberapa analisis yang menarik untuk didiskusikan dalam tulisan ini.

Pertama, sedang terjadi pergeseran makna pernikahan. Saat ini, pernikahan bukan lagi ritual untuk sekedar meneguhkan ikatan dua anak manusia. Dulunya, pernikahan adalah janji suci atau komitmen kuat di hadapan Tuhan untuk sehidup semati, saling menjaga dan mengasihi dalam satu mahligai yang dihaga bersama-sama hingga maut menjemput. Dalam kamus bahasa Inggris "marriage" (pernikahan) ditegaskan sebagai: "the union of a man and woman by a ceremony in law" . Definisi ini mulai tidak memadai sebab pernikahan adalah ikatan yang mempertemukan banyak pihak mulai dari dua keluarga besar hingga melibatkan lembaga social lainnya, termasuk negara dan lembaga agama. Pernikahan adalah urusan yang melibatkan banyak orang di mana masing-masing memiliki kepentingan berbeda. Makna social dari sebuah pernikahan jauh lebih besar ketimbang makna individual yang mempertemukan dua insan. Ini bukan lagi ritual yang hanya mempertemukan Dian dan Indra, namun juga melibatkan banyak orang, mulai dari keluarga besar kedua pihak, jaringan social dari dua keluarga besar, relasi bisnis, hingga masyarakat luas yang menjadi konsumen media.

Kedua, pernikahan Dian dan Indra menjadi arena kontestasi di masyarakat. Sudah bukan rahasia lagi kalau gengsi dan status social seseorang dipertaruhkan pada momentum seperti pernikahan. Seolah-olah, ketika menggelar pernikahan sederhana, maka keberadaan seseorang akan dinilai dari acara tersebut. Maka pernikahan menjadi arena yang mengukuhkan persaingan di masyarakat tentang siapa yang paling berpengaruh, siapa yang paling kaya, dan siapa yang memiliki jaringan social paling kuat. Pernikahan Dian dan Indra menjadi arena yang mempertaruhan nama besar Indraguna selaku putra seorang konglomerat, juga nama besar dian sendiri selaku pesohor papan atas. Kedua-duanya punya nama besar yang harus dipertaruhkan sehingga menggelar pesat ber-budget besar. Keduanya sama-sama berangkat dari sebuah latar social tertentu yang seolah-olah kelasnya ditentukan dari seberapa meriah acara pernikahan. Pernikahan menjadi arena simbolik yang menunjukkan kelas sosial mereka.

Fenomena ini juga terjadi pada beberapa masyarakat tradisional kita. Saya pernah melihat ritual di masyarakat Toraja. Semakin meriah, maka semakin berjayalah sang penggelar ritual tersebut. Pada masyarakat Bugis, gengsi seseorang akan terlihat pula pada acara pernikahan. Semakin tinggi uang mahar (orang Bugis menyebutnya panai’), maka semakin hebatlah citra diri seorang warga Bugis.

Ketiga, pernikahan sudah bertransformasi menjadi industri yang melibatkan banyak orang. BIaya miliaran rupiah yang dikeluarkan Dian dan Indra akan dihabiskan hanya dalam waktu sehari untuk menggelar akad nikah dan resepsi. Jika Anda jeli dan menghitung ke mana saja aliran uang tersebut, Anda akan tersentak saat menyadari betapa banyaknya profesi yang terkait dengan aliran uang tersebut. Mulai dari jasa salon atau penata rias, wedding organizer, perancang busana, hotel, jasa dekorasi ruangan, penyediaan cendera mata, barisan para juru masak atau catering, jasa para penghibur mulai dari pemusik hingga penyanyi, juga para pemuka adat, hingga para penghulu yang juga mesti dibayar. Jika dicatat dengan detail,maka dana itu mengalir pada banyak profesi yang saling berkaitan sehingga mengukuhkan pernikahan sebagai satu industry yang melibatkan banyak profesi dan saling berkaitan. Saya membayangkan, pernikahan Dian ini juga menjadi ‘santapan’ para pekerja media, infotainment dan seluruh masyarakat. Anda bisa bayangkan sendiri betapa hebohnya pernikahan ini.


Saya tidak sedang sirik dengan analisis ini. Saya hanya mencoba melihat apa kekuatan-kekuatan yang sedang bekerja di balik sebuah pernikahan mahal. Hal penting yang ingin saya sampaikan bahwa pernikahan telah mengalami pergeseran makna pada masyarakat kita. Bukan lagi pertautan dua hati, namun lebih mengedepankan makna-makna simbolik dan makna social. Pada akhirnya, Dian dan Indra hanyalah bidak catur yang digerakkan oleh gengsi dan kelas social. Fenomena ini juga melanda sebagian besar dari kita sendiri.(*)



Pulau Buton, 18 Mei 2010
Saat baru bangun pagi dan menyaksikan infotainment

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Sungguh cerdas analisisnya bang Yus…
Begitu banyak fenomena ini terjadi di masyarakat kita. Enatah ini karena faktor latah dgn para artis atau anak para pejabat yang jelas karena persoalan gengsi justru mengorbankan kedua mempelai untuk membuat acara yang heboh walaupun terkesan dipaksakan. Kalau mampu sich g jd masalah tp kasian klo mengambil kredit dengan jumlahnya cukup mencekik padahal hanya dinikmati dalam sehari sehingga selesai acara justru sibuk menghitung hari demi melunasi utang. Sungguh disayangkan karena gengsi mereka rela menderita demi manjadi raja & ratu sehari. Hahahaha…… (Pembaca setia Blogmu)

Anonim mengatakan...

kasian nasibmu le.... jd orang pinggiran... podo karo aq

kuyangora mengatakan...

padahal kalau bicara perbandingan Fortopolio bisnis mereka dengan yang satu ini beda jauh Bung Yusran ya...hehehe.. http://www.pikiran-rakyat.com/showbiz/2012/05/20/189124/pernikahan-mark-zuckerberg-dan-priscilla-chan-cukup-mengejutkan

JDlines mengatakan...

Keren ulasannya.. Lanjut terus

Unknown mengatakan...

좋아..

Posting Komentar