Kebudayaan Tidur Siang

ORANG Buton punya kebiasaan buruk yakni suka tidur siang. Entah sejak kapan kebiasaan ini dimulai, yang jelas banyak masyarakat di daerah ini yang menjadikan tidur siang sebagai aktivitas rutin yang dilakukan setiap hari. Sayapun kadang ikut latah dengan kebiasaan ini. Saya mulai ikut-ikutan tidur siang pada pukul 12.30 hingga pukul 17.00. Ini adalah jam tidur siang. Rumah dikunci dan kami penghuninya tidur pulas.

Kadang-kadang, saya memikirkan betapa banyaknya waktu yang terbuang demi tidur sian tersebut. Pada beberapa masyarakat luar, siang hari adalah waktu produktif untuk bekerja. Banyak orang yang bekerja keras di siang hari, lalu tidur pulas di malam hari. Sementara di sini, amat berkebalikan dengan kebiasaan di luar. Di sini, masyarakat tidur pulas pada terik matahari hingga senja, lalu tidur nyenyak pula di malam hari. Anda hitung sendiri berapa jam yang dibutuhkan untuk tidur dalam sehari. Entah bagaimana penjelasan medis terhadap hal ini. Apakah tidur di siang hari akan mengistirahatkan tubuh dan meningkatkan daya tahan tubuh? Saya sendiri masih menanyakan hal ini. Apakah tidur siang itu justru kian menambah penyakit? Entahlah.

Yang jelas, dari sisi produktivitas, tidur siang jelas mengurangi waktu produktif seseorang. Mestinya pada jam tidur tersebut bisa diisi dengan aktivitas yang produktif dan bisa menambah pundi-pundi kekayaan. Tapi, kadang-kadang saya juga berpikir, jangan-jangan produktivitas itu adalah istilah manusia modern yang justru diperhamba oleh kemasyhuran dan kekayaan? Jangan-jangan pada masyarakat kebanyakan, khususnya masyarakat Buton, hasrat untuk kaya itu bisa diredam dan mereka menjalani hidup dengan apa adanya, tanpa banyak keinginan atau nafsu yang membelenggu.

Seorang sahabat bercerita tentang betapa geramnya Fadel Muhammad, ketika menjadi Gubernur Gorontalo, terhadap aktivitas tidur siang ini. Ia heran melihat warga Gorontalo yang setiap siang selalu menutup toko demi tidur siang. Jalanan lengang, dan para pegawai negeri buru-buru pulang demi tidur siang. Ia lalu membuat kebijakan khusus yakni menggelar rapat setiap jam dua siang. Anda bisa bayangkan betapangantuknya para pejabat saat mengikuti rapat dengan gubernur. Namun, lama kelamaan mereka mulai terbiasa untuk tidak tidur siang, sehingga bisa bekerja lebih efektif.

Apakah yang dilakukan Fadel itu salah? Saya rasa tidak. Justru ia bisa mengetahui kultur masyarakat yang kemudian membawa dampak bagi pelayanan birokrasi. Dengan cara mengubah kebiasaan tidur, birokrasi dituntut untuk lebih produktif sehingga bisa memberikan pelayanan optimal bagi banyak orang. Namun pertanyaannya, siapa yang harus dilayani ketika masyarakat justru tidur pada jam produktif?

1 komentar:

guru rusydi mengatakan...

itu mah bukan budaya. tidur itu kondisi jam biologis kita aja

Posting Komentar