Musik sebagai Panggilan Jiwa


KEMARIN, saya melihat langsung bagaimana musisi senior menunjukkan kemampuannya. Purwatjraka, seorang arranger yang berdiri pada garda terdepan negeri ini memainkan piano dan mengrasansemen ulang lagu Anging Mammiri. Musiknya melodis. Saya jadi terbuai saat mendengarnya. Selanjutnya ia lalu memainkan instrumen musik jazz. Melalui alat musik organ, ia serasa mengendalikan panggung orkestra besar. Di situ ada aneka alat musik dipadukan. Ada terompet, saksofon, drum, hingga gitar melodi.

Tapi saya lebih suka memperhatikan gayanya yang atraktif. Kepalanya bergoyang mengikuti aliran musik. Kepalanya sesekali disentakkan saat musik berdentam. Kakinya juga bergoyang-goyang seperti orang yang sedang menari, mengikuti hentakan musik. Matanya terpejam, namun anehnya jari-jarinya tetap menekan tuts organ, tanpa ada nada yang salah. Ia seperti sedang berada pada dimensi lain, tatkala seluruh jiwa dan pikirannya bersatu dengan semua jenis aliran musik yang memancar dari sosoknya.

Mungkin inilah yang dinamakan trance. Ini sama dengan fenomena para sufi yang sedang berzikir dan jiwanya seolah lepas mengikuti alunan irama zikir tersebut. Jiwanya seolah lepas, meskipun sosoknya masih tetap berada di situ. Jiwanya melanglang buana, menyusuri mega-mega, diterbangkan sampai ke titik terjauh imajinasi. Akan tetapi, seiring dengan zikir yang usai, jiwa itu lalu kembali ke bumi, pada jasad yang sedang duduk di satu tempat.

Mungkin seperti itu pulalah yang dialami Purwatjaraka. Saat bermusik, jiwanya seolah lepas dan mengalun mengikuti aliran musik tersebut. Pada saat itu, dirinya menyatu dengan musik. Melalui musik itu, ia menemukan kesempurnaannya. Musik menjadi panggilan jiwanya.

Saya yakin, pilihannya ke dunia musik bukan sekadar memenuhi kebutuhan material. Ia adalah alumni Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB). Andaikan ia berkarir di dunia teknik, pastilah banyak yang bersedia menampungnya. Tapi, ia memilih tetap di dunia musik sebab itu adalah panggilan jiwanya. Ia menemukan dirinya melalui musik, dan melalui musik pula ia sedang mendefinisikan jiwanya dan mengasah karakternya.

Saya membayangkan alangkah hebatnya mereka yang bekerja mengikuti panggilan jiwanya. Saya ingat kiata Oprah Winfrey, "Mengerjakan hobi adalah sesuatu yang kesenangannya tiada tara. Kita seperti anak kecil yang diijinkan untuk mencuri." Oprah memberikan apresiasi pada mereka yang memilih profesi berdasarkan hobinya sendiri. Jelaslah, itu adalah sesuatu yang amat membanggakan.



Saat melihat Purwatjaraka mentas, saya tahu bahwa kalimat Oprah benar...
 


0 komentar:

Posting Komentar