Buku, Film, dan Secercah Impian

KEMARIN saya diajak teman berkunjung ke sekretariat Jaringan Kerja Budaya (JKB), sebuah lembaga yang bergerak di bidang pengembangan sejarah lisan serta sains sosial kritis. JKB satu kompleks dengan Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI) serta Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK). Penggiatnya adalah sejumlah aktivis kemanusiaan di bawah koordinasi Hilmar Farid dan John Roosa. Sudah lama saya ingin berkunjung ke sana. Apalagi sejak membaca karya-karya mereka, khususnya Tahun yang Tak Pernah Berakhir, serta Pretext for the Mass Murder –buku yang banyak mendapat penghargaan di bidang ilmu sosial. Sekretariat JKB terletak di depan Mal Tamini, tidak jauh dari tempat wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Sejak pagi, saya sudah menunggu di Cak Tarno Institute di kampus UI, kemudian sama-sama temanku Dyah dan Riri menuju ke JKB. Saat tiba di sana, saya langsung ke perpustakaan dan saat itu juga saya langsung tercengang. Meski koleksi bukunya tidak sebanyak perpustakaan UI, namun ada ribuan buku bagus tersimpan di situ. Perpustakaan itu menyimpan ribuan koleksi ilmu sosial dan humaniora dalam berbagai bahasa, kebanyakan bahasa Inggris. Tak hanya itu, perpustakaan ini juga menyimpan begitu banyak kaset dan cd yang berisikan transkrip wawancara dengan korban-korban kemanusiaan atau mereka yang dilumpuhkan haknya pada masa Orde Baru.

Buat anda yang hendak melakukan riset ilmu sosial, maka singgahlah sejenak ke perpustakaan ini. Anda tidak akan kehabisan bahan serta bisa berdiskusi dengan mereka yang ahli di bidangnya. Pengelola perpustakaan ini adalah Fauzi. Dia mahasiswa bidang magister di Pascasarjana Sejarah UI. Fauzi orangnya pendiam, dan kerap menenggelamkan dirinya pada banyak bacaan. Hebatnya, ia bisa langsung mengerti buku apa yang hendak kita cari dan bisa menemukan di mana posisi buku itu pada rak yang berjejer di situ. Saat saya datang dan minta dicarikan buku bertemakan memory and history, ia langsung memberikan tiga buah buku yaitu Labirynth of Memory, Memmory and History (karya La Capra), serta The Oral History Reader. Demikian pula ketika temanku Dyah hendak membaca buku dialog seputar Pramoedya Ananta Toer dengan tema kebudayaan. Fauzi langsung menemukan buku yang dimaksud.

Usai membaca, saya diajak melihat gedung yang di sebelah dan berisikan ribuan VCD ataupun DVD film. Melihat semua itu, saya merasa sangat bahagia. Beberapa kali saya pernah bilang pada sejumlah teman bahwa mimpiku adalah memiliki rumah yang di dalamnya ada banyak buku serta film. Bagiku, buku dan film adalah dua hal yang bisa mendatangkan sejuta kebahagiaan bagiku. Membaca buku adalah sebentuk rekreasi yang bisa membawa kita terbang tinggi dan melanglangbuana. Kita tidak hanya berpindah tempat dan lokasi hingga titik terjauh, namun kita juga bisa berdialog dan berdebat dengan penulis buku itu sendiri. Sebuah dialog yang melintasi ruang dan waktu. Bukankah gagasan adalah sesuatu yang tak pernah padam dan tetap hidup meski penuturnya sudah tak ada?

Buku dan film. Dua sisi yang menjadi mimpiku. Saya ingin tenggelam dalam ribuan buku dan film. Saya ingin menceburkan diri dalam derasnya ombak gagasan manusia dari berbagai penjuru bumi. Meskipun boleh jadi saya tidak memiliki gagasan besar dan orisinil, namun saya cukup puas bila bisa berenang di dalam lautan gagasan itu. Saya tak punya cita-cita setinggi gunung. Saya hanya ingin punya rumah kecil dan di dalamnya ada ribuan buku dan film. Dua hal yang menjadi obsesi, mimpi, dan ambisiku.(*)


1 komentar:

Tia Rahma mengatakan...

Yus..... Sorry, Saya sudah cek harga laptop disini
ternyata harganya sama dengan harga di makassar krn windows dan officenya
original, dan saya tdk bisa beli karena uangku tdk cukup, uang yg dikasih
jica hanya cukup utk biaya hidup disini, krn makan tdk ditanggung
jadi uang yg dikasih JICA dipake buat makan kalau ada yg lain yang
kau ingninkan nanti sa belikan yg penting tdk mahal ok....

Posting Komentar