Lama Nunggu Kuliah


Aku benar-benar tidak sabar menunggu waktu perkuliahan di Universitas Indonesia (UI). Terus terang, saya merasa agak grogi menunggu masa perkuliahan. Sejak dulu, dunia mahasiswa adalah dunia yang sangat indah bagiku. Betapa dunia ini bisa menggiringku membumbung tinggi ke permai gagasan. Berkecimpung dalam lautan pemikiran kerap membuatku tersedak dengan berbagai wacana.

Mungkin betul juga kata antropog Perancis, Pierre Boerdieu. Katanya, seluruh pikiran dan tindakan kita dibingkai oleh korpus wacana yang beroperasi pada dimensi kesadaran manusia. Kita hanyalah sebuah konsep yang lahir dari apa yang kita baca, pikirkan, serta lewat interaksi sosial kita. Kita adalah bagian dari sebuah wacana.

Hanya saja, aku kadang agak bingung dengan kenyataan ini. Jika memang demikian, lantas, apakah kita manusia tak punya free will atau kesadaran dalam menentukan sesuatu? Apakah kita hanyalah sosok tabula rasa yang berupa meja lilin putih dan diwarnai pengalaman sebagaimana dituturkan Aristoteles?

Entahlah. Mungkin Pierre Boerdieu seorang pembaca Aristoteles yang baik. Makanya, segenap cara berpikirnya justru dipengaruhi oleh paham empirisme yang mengagungkan pengalaman sebagai bagian paling penting dalam perjalanan manusia.

Kembali ke masalah perkuliahan, rasanya, tanggal 4 Sept terlalu lama untuk sekedar menunggu kapan mulai kuliah. Aku sudah tak sabar menanti saat belajar di kelas, mendebat dosenku yang katanya mahluk paling angkuh secara akademis yaitu Prof Parsudi Suparlan. Aku tak sabar untuk membawa banyak buku dan dipejari di malam hari.

Entah kenapa, aku ingin mengembalikan masa perkuliahanku ini ke masa-masa ketika aku begitu gila belajar beberapa tahun yang lalu. Pembayaran biaya masuk yang mencapai Rp 8,1 juta itu tidak akan kusia-siakan begitu saja. Aku ingin mengisinya dengan sesuatu yang benar-benar bermanfaat.

Buku dasar tentang mata kuliah itu sudah lama kubaca dan kupahami. Mudah-mudahan, nanti saat kuliah, tak banyak masalah yang kelak kutemui.

Aku sering mendengar cerita begitu banyak teman-teman yang gagal mkendapatkan gelar magister. Banyak di antara mereka yang harus kena sanksi drop out dan pulang membawa kegagalan. Aku baru saja diceritakan sama temanku Oci kalau temanku Erna ternyata di-DO karena tak punya duit untuk bayar kuliah. Demikian juga dengan temanku si Antar.

Yah, itulah Universitas Indonesia (UI). Masuknya tak sulit namun untuk keluar begitu sulit. Butuh kerja keras yang tinggi untuk bisa mewujudkan semua cita-cita atau impian untuk menjadi kenyataan. Ya Allah, berilah aku jalan terang di situ

0 komentar:

Posting Komentar