AKHIRNYA buku Da Vinci Code dari Dan Brown berhasil juga terselesaikan. Sensasi berbagai lukisan dari Leonardo Da Vinci terus menghantui ragam pemikiranku.
Buku ini mengajakku untuk masuk dalam selaksa pemikiran yang begitu luas dari Da Vinci. Aku ikut merasakan bagaimana ide tersembunyi yang ada di balik Monalisa, The Last Supper ataupun The Holy Grail.
Namun, buku ini tidak sekedar berbicara tentang lukisan. Namun misteri tentang agama Kristen serta sejarah agama sebagaimana dipersepsikan penganutnya.
Kisahnya begitu dramatis tentang bagaimana kehadiran agama yang kemudian melenyapkan seluruh bangunan keyakinan paganisme atau penyembah berhala.
Sebelum hadirnya agama, manusia telah berusaha untuk menemuka Tuhannya dengan cara lain. Mereka melakukan perenungan atau kontemplasi dengan mengamati seluruh gejala kosmos. Pengamatan itu berujung pada hadirnya sebuah pengetahuan akan kekuatan dahsyat di alam ini.
Kekuatan dahsyat yang kemudian disebut dengan berbagai nama baik itu Tuhan, Allah, Yahwe, Somba Opu, ataupun berbagai nama lainnya.
Mereka lalu membuat simbol yang menjadi medium atau representasi dari Tuhan baik itu berbentuk arca, batu ataupun benda-benda lainnya.
Agama hadir dengan membawa mitos-mitos sendiri. Berbagai simbol dan keyakinan itu mengalami dekonstruksi. Sejarah agama hari ini meletakkan bangunan keyakinan sembari mereduksi keyakinan yang lain. Pagan tersingkir hanya karena aspek yang sifatnya politik oleh keyakinan baru yang secara substansial tidak jauh berbeda.
Realitas mengejutkan dari buku ini adalah penggambaran kalau agama tidak benar-benar melenyapkan paganisme. Namun, sebentuk persekutuan telah lahir dan diberi nama Biarawan Sion demi melestarikan berbagai bentuk keyakinan itu.
Yang luar biasa adalah anggota Biarawan Sion mulai dari Isaac Newton, Victor Hugo, hingga Leonardo Da Vinci. Mereka penganut Pagan yang terus berusaha untuk melestarikan berbagai ritual keyakinannya.
Bagiku hal yang istimewa adalah buku itu berisi berbagai gugatan pada sendi dasar agama Kristen. Di antaranya bagaimana peran Maria Magdalena di sisi Yesus atupun debat tentang risalah kenabian Yesus, apakah dia seorang rasul ataukah anak Tuhan.
Jelas, buku ini menyediakan tantangan yang memikat bagi peminat studi agama. Bagiku, argumen tentang paganisme ini benar-benar mengingatkan pada buku Karen Amstrong yang judulnya Sejarah Tuhan. Buku ini berkisah tentang sejarah persepsi manusia dalam usahanya untuk menggambakan Tuhan.
Kadang-kadang aku berpikir kalau agama versus kepercayaan pada Tuhan bukanlah sesuatu yang saling menegasi. Kepercayaan atau paganisme menjadi unsur yang kemudian hadir dalam berbagai agama. Buktinya, Islam tetap mempertahankan aspek ka'bah sebagai tujuan shalat. Ini dianggap sebagai ciri paganisme yang tersisa.
Kemudian Kristen dan berbagai agama lainnya, masih mempertahankan unsur altar atau tempat pemujaan. Ini juga menjadi ciri paganisme yang masih tersisa. Bagaimanapun, dialektika dua kebudayaan tidak mesti melahirkan sesuatu yang sifatnya saling mengatasi. Namun bisa jadi terjadi proses asimilasi ataupun akulturasi kebudayaan.
Asimilasi kebudayaan mengacu pada proses di mana dua kebudayaan hidup bersama dan tidak saling mengganggu. Ini adalah bentuk mozaik kebudayaan. Sedangkan akulturasi mengacu pada lahirnya kebudayaan baru sebagai akibat percampuran dua kebudayaan itu.
Sejarah agama-agama menunjukkan kalau akulturasi selalu terjadi dan bukannya poses dominasi. Dan Brown menunjukkan kalau berbagai mitos jahat tentang perempuan baik itu mitos tentang nenek sihir adalah mitos yang sengaja dibuat untuk menghancurkan aspek kesucian serta keutamaan perempuan.
Tak heran jika peradaban begitu maskulin, begitu menindas yang lain Kian lama, kian hilang aspek feminisme atau keperemopuanan yang bermuara -pada sikap kasih sayang, cinta kasih ataupun aspek lainnya.
Apa yang membuat kita menangisi peradaban hari ini? Jawabannya terletak pada hasrat atau syahwat kekuasaan yang kian dominan dan mewarnai wajah peradaban hari ini. Pada mulanya adalah politik, pada akhirnya adalah pertarungan dan wacana kuasa. Mengapa harus ada pertarungan?....
Search
Pengunjung Blog
...
Tentang Saya
blogger l researcher l communication practitioner l lecturer l teacher l IFP Fellow l ethnographer l anthropologist l academia l historian wanna be l citizen journalist l Unhas, UI, and Ohio Mafia l an amateur photographer l traveler l a prolific author l media specialist l political consultant l writerpreneur l social and cultural analyst l influencer l ghost writer l an avid reader l father l Kompasianer of the Year 2013 l The Best Citizen Reporter at Kompasiana 2013 l The 1st Winner of XL Awards 2014 l The 1st Winner of Indonesian Economic Essay Competition 2014 l
Arsip Blog
-
▼
2005
(36)
-
▼
Juli
(15)
- Menjadi Asisten Mr Douglas
- Membunuh Sepi di Jakarta
- Jogja-ku yang Hilang
- Flight to Jogja
- Dari Jogja Hingga Jakarta
- Realisme Film Gie
- Bolos Kerja dan Pria Mabuk
- Matahari
- Tangis Menyayat di London
- Catatan Kecil
- Membaca Ulang HG Wells
- Messianisme Ala Batman Begin
- Globalisasi Ataukah Lokalisasi???
- Sensasi Da Vinci Code
- Soe Hok Gie
-
▼
Juli
(15)
0 komentar:
Posting Komentar