Beranda
/ Golkar Pasca Setya Novanto
Golkar Pasca Setya Novanto
JIKA anda seorang kader Golkar,
bagaimanakah perasaan anda saat menyaksikan ketua umum partai kuning itu selalu
dibahas di semua media, dibombardir di media sosial, hingga dijadikan bahan
olok-olok?
Andaikan anda pendukung setia partai itu,
apakah gerangan yang akan anda jual ke hadapan publik jelang musim pilkada dan
pemilu? Apakah klaim partai bersih, demokratis, jauh dari korupsi, idealis,
ataukah anda ingin menjual keberpihakan pada supremasi hukum?
Buang jauh-jauh semua rencana itu selagi
Setya Novanto masih berkuasa di pucuk pimpinan partai itu. Semua klaim anda
akan terasa seperti, “Menepuk air di dulang terpercik muka sendiri.” Anda
akan seperti orang yang masih saja berteriak anti maling, saat polisi telah
memasang borgol maling di tangan anda. Segala citra, wibawa, dan marwah partai
tengah di ujung tanduk, sehingga pilihannya hanya ada satu: segera ganti Setya
Novanto.
Partai itu tengah di ujung tanduk.
Mempertahankan Novanto ibarat membiarkan retak di dinding perahu yang terus
membesar sehingga kelak akan menenggelamkan seisi perahu. Menggeser Novanto
juga akan membuka peluang bagi friksi di tubuh partai, yang boleh jadi akan
menyapu bersih satu gerbong dan jejaring di tubuh partai itu.
Jika KPK sampai menahan Novanto, maka
dilema besar sedang dihadapi partai ini. Dalam momen pilkada serentak, serta
pemilu legislatif, partai ini bisa ditinggalkan banyak orang. Citra partai ini
dipertaruhkan. Tak ada kata lain, partai ini harus mulai memikirkan partai
dalam situasi pasca Setya Novanto. Skenarionya ada dua.
Pertama, segera menggelar Musyawarah Umum
Luar Biasa (Munaslub) yang akan memilih ketua baru. Skenario ini tak mudah
sebab membutuhkan dana besar, serta persiapan yang singkat. Ditambah lagi
tahapan pileg akan dimulai pada tahun 2018, dan Pilpres pada tahun 2019. Kedua,
menunjuk seorang pelaksana tugas (PLT) ketua umum. Langkah ini tetap saja tidak
melepaskan tuduhan partai yang tidak berpihak pada agenda pemberantasan
korupsi.
Desakan untuk penggantian Novanto terus
menguat. Langkah ini memang harus dilakukan demi menjaga marwah partai. Namun,
penggantian ini akan membawa banyak konsekuensi. Yang paling dikhawatirkan
kader Golkar adalah pergantian gerbong baru, yang bisa jadi akan mengganti
semua tatanan. Pengurus baru akan muncul. Figur lama disingkirkan. Kebijakan
yang muncul juga baru.
Bagi pemerintah, risiko yang dihadapi
pemerintah terbilang cukup berat. Pemerintahan Joko Widodo bisa kehilangan satu
pilar penting yang selama ini mendukung pemerintahannya. Sinyalemen yang
dilepas Fahri Hamzah bahwa ditangkapnya Novanto adalah pesanan pemerintah akan
semakin menguat.
Banyak kader yang akan percaya sinyalemen
itu. Partai akan rentan disusupi pihak oposisi pemerintah, yang lalu menaikkan
satu figur di situ.
Jika Novanto benar-benar ditahan, maka itu
harus dilihat sebagai tragedi seorang loyalis pemerintah. Novanto adalah figur
yang telah lama “menyerahkan leher” kepada pemerintah. Novanto menunjukkan
kesetiaan tanpa batas sejak memutuskan ikut kampanye dalam pemilihan Ketua Umum
Golkar.
Ia tak malu-malu menyebut “salam dua jari”
saat kampanye. Ia tahu bahwa dukungan kuat pihak berkuasa, bisa membawanya ke
posisi ketua umum.
Ia menggaransi haluan partai yang akan
bergeser tadinya solid ke Koalisi Merah Putih (KMP) menjadi koalisi
pemerintahan. Bahkan jauh-jauh hari, ia telah menyatakan bahwa partainya akan full mendukung
Jokowi sebagai calon presiden di tahun 2009. Siapa sangka, ia juga akan
terdepak di tengah kesetiannya. Apa boleh buat, ia tersandung oleh tarian yang
sejak awal di bawanya ke dunia politik.
Jika Novanto benar-benar terdepak, maka
peta politik baru akan terhampar. Pimpinan partai yang baru belum tentu akan
tetap meneruskan haluan kebijakan Novanto. Malah bisa jadi akan mengambil
posisi berseberangan sebab selama ini pemerintah terkesan tidak melindungi sang
ketua umum. Ditambah lagi koalisi yang dibangun dengan penentang pemerintah. Partai
ini punya sejarah berada di kubu seberang, hingga akhirnya berbalik haluan.
Papa Novanto memang sakti. Biarpun
ditahan, ia meninggalkan banyak pilihan sulit bagi pemerintah. Membiarkannya
ditahan birisiko kehilangan dukungan. Membelanya habis-habisan akan menjadi
blunder besar pemerintah sebab tidak konsisten mendukung agenda pemberantasan
korupsi.
Bagi kader Golkar di daerah-daerah, ditahannya
Novanto dan peta politik partai yang baru juga akan membawa banyak pilihan
sulit. Jika Novanto ditahan dan diganti, ada kekhawatiran rekomendasi Golkar
untuk Pilkada provinsi dan kabupaten bisa ditinjau ulang. Seorang ketua umum
yang baru bisa membatalkan surat dukungan partai, sebelum pendaftaran resmi di
Komisi Pemilihan Umum. Peta koalisi akan berubah. Kandidat kepala daerah
kembali kasak-kusuk dan melancarkan lobi. Perahu partai akan oleng karena
banyak kader yang berlarian mencari posisi aman.
Apa boleh buat. Sepertinya kita harus
mengakui bahwa Papa Novanto memang sakti. Di saat berkeliaran, ia membuat
penegak hukum dan seluruh anak negeri kalang kabut. Bahkan saat dirinya
tiba-tiba menabrak tiang listrik, hingga menunggu waktu ditahan, ia masih
menunjukkan kesaktiannya saat banyak dinamit dan bom waktu bisa diledakkannya
setiap saat.
Ia mengingatkan pada Joker, musuh abadi
Batman dalam film The Dark Knight besutan Christopher Nolan.
Bahkan saat Batman telah menangkap Joker, masalah tak juga selesai. Bom
tiba-tiba saja meledak di seantero kota. Papa Novanto obarat Joker dalam dunia
politik kita. Ia penuh akal dan strategi. Kartunya selalu hidup. Papa memang
sakti.