div{margin-top:0}body#layout div.layout-widget-description{font-size:12px;opacity:.7;display:none}body#layout .editlink.icon{top:12px}body#layout div.widget .widget-content{padding:12px 12px}body#layout #main{margin-bottom:10px}body#layout #main .Blog .widget-content{height:120px}body#layout #main h4,body#layout #header h4,body#layout #navmenu h4,body#layout #template-settings h4,body#layout #custom-css h4,body#layout #social-button h4,body#layout #bellow-header-widget h4,body#layout #bellow-header-widget2 h4,body#layout #above-post-widget h4,body#layout #iklan-tengah1 h4,body#layout #iklan-tengah2 h4,body#layout #iklan-atas h4,body#layout #iklan-bawah h4,body#layout #matched-content h4,body#layout #iklan-infeed h4,body#layout #footer-widget-container h4,body#layout #footer-navmenu h4,body#layout #footer-container h4,body#layout #navbar h4,body#layout #custom-javascript-footer h4{display:none}body#layout .template-settings,body#layout .custom-css,body#layout .custom-javascript-footer{width:300px;display:block}body#layout .template-settings div.widget .widget-content,body#layout .custom-css div.widget .widget-content,body#layout .custom-javascript-footer div.widget .widget-content{padding:6px 12px;background:#e4ffff}body#layout .template-settings h4,body#layout .custom-css h4,body#layout .custom-javascript-footer h4{background:#569494;display:none}body#layout .template-settings div.layout-widget-description,body#layout .custom-css div.layout-widget-description,body#layout .custom-javascript-footer div.layout-widget-description{display:none}body#layout .template-settings .editlink.icon,body#layout .custom-css .editlink.icon,body#layout .custom-javascript-footer .editlink.icon{top:6px}body#layout #template-settings div.widget{margin-top:0}body#layout #iklan-tengah1 div.widget .widget-content,body#layout #iklan-tengah2 div.widget .widget-content,body#layout #iklan-atas div.widget .widget-content,body#layout #iklan-bawah div.widget .widget-content{background:#eaffe9;padding:6px 12px}body#layout #iklan-tengah1 div.widget .widget-content .editlink.icon,body#layout #iklan-tengah2 div.widget .widget-content .editlink.icon,body#layout #iklan-atas div.widget .widget-content .editlink.icon,body#layout #iklan-bawah div.widget .widget-content .editlink.icon{top:5px}body#layout #matched-content div.widget .widget-content{background:#ffe9e9;padding:6px 12px}body#layout #matched-content div.widget .widget-content .editlink.icon{top:5px}body#layout #iklan-infeed div.widget .widget-content{background:#e9e9ff;padding:6px 15px}body#layout #iklan-infeed div.widget .widget-content .editlink.icon{top:5px}body#layout #wrapper{overflow:unset;padding:0;padding-bottom:20px}body#layout #wrapper::after{clear:both;content:"";display:block}body#layout #header-container{height:auto;position:unset;padding-top:20px}body#layout #header-container::after{content:"";display:block;clear:both}body#layout #header{width:300px;float:left}body#layout #navmenu{width:455px;float:right}body#layout #post-wrapper{float:left;width:70%;max-width:700px;padding-top:20px}body#layout #post-wrapper .post-container{padding:0 25px 0 0}body#layout #sidebar-wrapper{float:right;width:30%;max-width:300px;padding-top:20px}body#layout #sidebar-wrapper .sidebar-container{padding:0}body#layout #sidebar-wrapper .sidebar-sticky{z-index:0;padding-top:20px}body#layout #navbar{display:block;max-width:100%;margin:0 0 25px}body#layout #navbar::before{content:"Untuk mempercepat loading blog, klik edit dan nonaktifkan Navbar ==>>";position:absolute;bottom:17px;z-index:999;right:70px;color:#ae8349;font-size:12px}body#layout #navbar .Navbar .widget-content{height:unset !important}body#layout #custom-javascript-footer{margin:0} /* CSS FOR LAYOUT */ ]]>

Edit

untukfor ""

untukfor ""

()


    * *

    Yang Tercecer dari Sang Pemimpi


    DUA minggu yang lalu, saya menyaksikan film Sang Pemimpi. Di banding filmnya, saya jauh lebih suka membaca novelnya. Terlampau banyak detail-detail yang diabaikan dalam film itu termasuk detail karakter yang semuanya digambarkan apik dalam novel. Tapi, ada hal menarik yang bikin saya kepincut. Saya suka dengan penggambaran yang realistis tentang Belitong, lengkap dengan gaya bertuturnya.

    Para pembuat film ini berusaha tetap membumi dalam menggambarkan Belitong. Tak hanya pemilihan lokasi suting, mereka juga memilih para pemain lokal untuk memerankan tokoh-tokoh di film itu. Bahkan gaya berbicara (logat) para pemain lokal ini dipertahankan seasli mungkin, sebagaimana logat Belitong sesungguhnya. Inilah yang menjadi kekuatan film ini dan hendak saya bahas dalam tulisan ini.

    Film ini disajikan dengan realistis dan tidak sok-sok Jakarta sebagaimana banyak film Indonesia yang tengah tayang di bioskop. Film ini tidak malu-malu untuk nampak kampungan (udik) sebab yang hendak disajikan adalah upaya mereka yang berumah di kampung untuk menggapai mimpinya yang setinggi langit demi menjangkau altar ilmu pengetahuan di Paris. Kalimat-kalimatnya inspiratif sebagaimana yang dikatakan salah satu tokoh yakni Arai, ”Tak soal setinggi apapun mimpimu, namun sejauh mana upaya kerasmu untuk meraih semua mimpi tersebut.”

    Dan yang mencengangkan saya adalah kalimat-kalimat inspiratif itu disampaikan dalam bahasa Melayu dengan aksen Belitong. Saat membaca Tempo, edisi 11-17 Januari 2010, saya baru tahu kalau ternyata logat Melayu Belitong agak berbeda dengan logat Melayu di daerah lainnya termasuk Palembang, Riau, Jambi, bahkan Malaysia sekalipun. Logat Melayu Belitong lebih menyerupai logat Melayu Aceh sebab dahulu, Bangka dan Belitong mendapat pengaruh yang sangat kuat dari Aceh.

    Saya membayangkan betapa hebatnya Indonesia yang memiliki begitu banyak variasi bahasa. Melalui film ini, kita diperkenalkan dengan variasi logat Belitong, dan melalui logat tersebut kita sedang meneropong keindonesiaan. Film ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, kita juga pernah menyaksikan film Denias, yang menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Papua. Melalui variasi logat bahasa tersebut, kita seakan disadarkan bahwa Indonesia adalah sebuah rumah besar yang di dalamnya terdapat begitu banyak bahasa setempat yang hidup dan saling berinteraksi.

    Kita disadarkan pula bahwa Indonesia bukanlah satu realitas Jakarta saja. Negeri ini adalah sebuah bangunan besar yang dikonstruksi oleh berbagai macam kebudayaan dan ribuan bahasa yang kesemuanya memberi pengertian pada kosa kata keindonesiaan. Kita disadarkan bahwa Indonesia adalah sebuah konsep yang maknanya terus diperkaya oleh manusia-manusia yang hidup dalam berbagai latar kebudayaan termasuk Belitong.

    Anak-anak kecil dalam film Sang Pemimpi itu adalah salah satu kepingan yang membentuk keindonesiaan hari ini. Mereka menunjukkan keragaman dan kekayaan bangsa ini yang identitasnya terus tumbuh dan menjadi. Dan inilah kekuatan kita sebagai bangsa yang majemuk.

    Semoga film seperti ini terus diperbanyak. Dan membuat kita sesekali meneropong Indonesia dari pinggiran, dari titik yang selama ini banyak diabaikan oleh mereka yang menguasai arus wacana negeri ini.(*)
    Yusran Darmawan
    Yusran Darmawan just learn and practice

    Posting Komentar untuk "Yang Tercecer dari Sang Pemimpi"