Mengajar di Monash


Di siang yang cerah, saya datang memenuhi undangan Monash University untuk mengisi kelas praktisi mengajar. Sebelumnya mereka mengundang pejabat di Kementerian. Entah kenapa, kali ini mereka mengundang pelatih kucing.

Saya hadir di kelas pasca-sarjana di bidang Public Policy. Mahasiswanya sekitar belasan orang. Mungkin karena ini kampus asing, semua mahasiswa pintar bahasa Inggris. Saat presentasi, saya pakai bahasa Indonesia. Saya lihat tak ada bule di situ.


Saya pikir para mahasiswa ini beruntung karena bisa belajar di Monash. Ini kampus mahal. Separuh kuliah diadakan di Jakarta, separuhnya di kampus Monash, Australia. Saya cek di web, biaya kuliah di sini bisa 200-an juta per tahun. Bisa jadi mereka penerima beasiswa, sebagaimana saya dulu.


Entah apakah presentasi saya menarik, yang pasti kelas itu berjalan sampai dua jam lebih. Padahal, harusnya saya cuma diberi waktu sejam. Sayangnya, meski lewat sejam tak ada penambahan honor. Hiks.

Apapun itu, saya senang jumpa kawan-kawan baru. Lebih senang lagi karena terima bingkisan. Ada coklat, tas berlogo Monas, juga buku-buku bagus. Tentu saja, yang paling membahagiakan saat dosennya berbisik, “Mas, minta nomor rekening yaa.”

Benar2 rejeki anak soleh. Bang, berapa honor mengajar di kampus asing? tanya seorang kawan. Hmm. pengen cerita, tapi ini rahasia. Lumayanlah. Sekitar ... dijit.



0 komentar:

Posting Komentar