Di sore yang cerah, saya berkunjung ke Rujab Gubernur Sulsel. Saya jumpa Prof Zudan Arif Fakrulloh yang kini menjabat sebagai Pj Gubernur Sulsel.
Zudan menggantikan Pj Gub sebelumnya yang memicu banyak tikai dan tengkar dengan politisi. Saya bayangkan betapa berat pekerjaannya sebab harus merajut ulang komunikasi dengan banyak kalangan.
Tapi Zudan menjalaninya dengan baik. Zudan tipe pemimpin yang tidak banyak bicara, meskipun dia sendiri penuh pengetahuan. Dia tidak grusa-grusu. Dia hadapi semua orang dengan senyuman. Dia seorang Jawa yang setenang sungai Bengawan Solo.
Setelah bekerja, perlahan dia merebut simpati publik. Rupanya dia sangat memahami karakter orang Sulawesi. Sebelumnya dia jadi Pj Gubernur di Gorontalo dan Sulbar.
“Saya belajar dari tarian orang Bugis Makassar. Lihat Pakkarena. Gendangnya nyaring dan menghentak, tapi gerakan penarinya justru lembut dan tenang. Di situ karakter orang Sulawesi. Mereka terlihat kasar dan berani, tapi justru di dalam, mereka sangat lembut,” katanya.
Saya tertegun. Rupanya dia jeli dan tekun memandang tarian. Pqdahal banyak pejabat yang melihat itu hanya sebagai tarian belaka. Zudan memetik hikmah dari gerak. Dia menyerap banyak pelajaran.
Seusai berbincang, dia mengajak kami untuk melihat kuda di rujab gubernuran. Rupanya dia memelihara tiga ekor kuda jeneponto di halaman rujab. Setiap sore, dia kerap menemui kuda-kuda itu, mengelus-elus punggungnya, setelah itu mengajaknya bercakap.
Saya serasa melihat tarian filosofi yang kental. Manusia bisa liar dan berlari kencang, namun kelembutan dan ketenangan, juga seulas senyum, selalu bisa membuat manusia tunduk dan bersahabat.
Di titik ini tidak mengejutkan jika Zudan barusan mendapatkan penghargaan sebagai Pj Gubernur terbaik se-Indonesia.
Di sore yang cerah ini, saya melihat ada kesamaan antara saya dan Zudan. Dia suka kuda. Saya suka kucing. Dia suka mandikan kuda. Saya suka mandikan kucing.
Mandikan kucing yaa. Bukan mandi kucing.
0 komentar:
Posting Komentar