Tak disangka, kami jumpa di Kendari. Padahal selama ini dia berumah di Manado. Anak muda ini, Haz Algebra adalah penggiat literasi, penyuka kajian, dan suka berdiskusi tema filsafat dan ekonomi politik.
Usianya masih belia. Basic-nya adalah kedokteran. Tapi dia menerjemahkan buku The Wealth of Nation karya Adam Smith dengan sangat bagus. Padahal, kata seorang profesor ekonomi, buku itu tidak mudah diterjemahkan. Banyak kata2 yang sudah tidak digunakan.
Saya pertama membaca namanya di buku karya sejarawan Yuval Noah Harari yang judulnya 21 Lessons for 21st century. Terjemahannya keluar hanya berselang sebulan setelah buku itu keluar di negara asalnya. Dia punya idealisme. Karya2 bagus harus diterjemahkan sesegera mungkin. Biar anak muda segera mendapat asupan nutrisi wacana baru.
Saya juga membeli terjemahan huku Upheaval dari Jared Diamod, yang diterbitkannya jauh lebih awal dari Gramedia. Saya juga mengoleksi buku Enlightment Now karya Steven Pinker. Ini buku bagus yang membela rasionalisme dan pencerahan Eropa. Saya pun membeli Kapital karya Piketty, yang diterjemahkan dengan apik.
Bukan hanya membaca, dia rajin dan suka berdiskusi. Di Manado, dia rutin mengajak orang2 berdiskusi di satu kafe dan membahas karya2 terbaru dari para ekonom dan filosof. Dia menjadikan aktivitas menulis dan membaca sebagai aktivitas yang tak terpisahkan. Dan anak2 muda harus mengisi masa mudanya dengan tarung ide dan gagasan.
Di ranah digital, dia membuat grup diskusi yang mendiskusikan pemikiran Harari di Indonesia. Anggotanya banyak pemikir bahkan profesor. Saya menduga anggota grup itu tidak tahu kalau adminnya asalah seorang anak muda dengan bacaan keren.
Bagi saya, Haz Algebra telah membongkar banyak hal.
Pertama, pusat2 diskusi dan pengetahuan itu tidak mesti ada di Jakarta dan kota2 lain di Jawa. Pusat pengetahuan bisa muncul di Manado, Makassar, Ambon, atau Palu. Lihat saja kerja2 Haz dan rekannya di penerbit Globalindo di Manado. Mereka bergerak lebih dahulu dalam menerjemahkan karya literasi lalu menerbitkannya secara swadaya. Ini keren abis.
Kedua, batas2 pengetahuan itu lebur. Dia anak muda lulusan kedokteran yang membaca filsafat dan ekonomi, dengan pengetahuan yang sudah membumbung tinggi dan melebihi para peraih doktor ekonomi, yang disertasinya bisa jadi dibuatkan orang lain. Haz adalah tipe intelektual organik yang menjadikan aktivitas membaca dan menerjemahkan serupa bermain dan bersenang-senang.
Ketiga, kerja2 literasi tidak selalu dimonopoli pemerintah, tapi kerja yang secara organik ditumbuhkan oleh komunitas dan individu yang suka membaca dan berbagi. Mereka melakukannya karena idealisme untuk menghadirkan secercah cahaya pencerahan di benak semua anak bangsa.
Anak muda seperti Haz membuat kita optimis melihat bangsa ini. Kerja-kerja mereka seperti udara. Tak terlihat tapi telah menjaga napas hidup, merawat pengetahuan, dan menjadi energi untuk menggerakkan bangsa.
Di titik ini, kita mesti menjura dan berterimakasih atas kerja2 hebat mereka.
Saya berharap dia betah bekerja sebagai dokter di Kota Kendari dan melanjutkan kerja2 intelektual di kota ini. Sayang, dia sudah tidak jomblo lagi. Padahal ada banyak gadis manis yang rela antri untuk mendapat sekeping hatinya.
0 komentar:
Posting Komentar