Ekonomi Bajak Laut dalam Kisah One Piece




KECERIAAN selalu memancar di wajah anak muda yang selalu memakai topi jerami itu. Namanya Monkey D. Luffy. Dia berhasrat untuk menjadi bajak laut terhebat yang menemukan harta karun One Piece. Dia pun mengarungi lautan untuk menggapai impiannya. 

Dia berkawan dengan Roronoa Zoro, sosok tempramental dan ke mana-mana membawa pedang. Dia juga mengajak Nami, sosok perempuan ceria yang lihai membaca peta dan navigasi. Dia juga berkawan dengan Saji, seorang koki yang pandai menendang, juga Usopp sosok yang selalu membawa ketapel.

Mereka adalah tim yang hebat. Mereka memang menyebut dirinya bajak laut, namun mereka tak pernah menjarah dan membunuh. Mereka bertualang untuk mencari harta, serta melindungi yang lemah. Mereka punya misi untuk menggapai impian masing-masing.

Saya menyaksikan kisah Monkey D Luffy dalam serial One Piece yang tayang di Netflix. Ini adalah versi live action dari anime yang dibuat Eiichiro Oda. Dalam versi komik, kisah ini laku keras di berbagai negara. Bahkan versi anime-nya juga laris manis. 

Biarpun saya tidak mengikuti One Piece, serial ini sangat menghibur. Saya menyukai petualangan anak muda bertopi jerami bersama kawan-kawannya. 

Di mata saya, mereka adalah tim yang saling melengkapi. Semua punya keahlian berbeda, dan saling melindungi. Mereka punya solidaritas kuat. Meskipun Monkey D Luffy adalah pimpinan, dalam kehidupan sehari-hari, dia sama halnya dengan anggota lainnya. 

Dia sosok yang selalu ceria dan berpikir positif. Dia pun tidak pernah memberi perintah dan menyuruh-nyuruh. Malah, dia lebih sering dikerjai dan di-bully oleh para anak buahnya. 

Namun saat krisis menerjang, dia akan berdiri paling depan untuk membela rekannya. Dia mengingatkan saya pada sosok Kenshin Himura dalam Ruroini Kenshin, yang saat ada masalah akan bertempur dan menyabung nyawanya, namun saat damai, akan menjadi sosok paling lucu dan menghibur.

Bagi saya, kisah ini bukan sekadar kisah bajak laut. Ada banyak pelajaran bisnis, manajemen, serta team building. Saya ingat kata-kata Eric Barker, untuk melihat manajemen yang rapi serta sukses, jangan malu untuk belajar pada komplotan pencuri. Belajarlah pada bajak laut.

Lihat saja komplotan para maling saat beraksi. Mereka punya pembagian tugas yang rapih. Semua bergerak menjalankan peran masing-masing. Dalam serial Money Heist yang membahas komplotan pencuri di satu bank, semua anggota tim saling berkolaborasi. 


Saya segera teringat buku The Invisible Hook: The Hidden Economic of Pirates yang ditulis Peter Leeson. Menurutnya, manajemen terbaik bisa ditemukan pada komplotan pencuri hingga bajak laut. Mereka semua tahu apa yang menjadi goal (tujuan), lalu punya pembagian kerja yang sangat rapih saat beraksi di lapangan.

Kata Peter Leeson, wacana tentang bajak laut sebagai makhluk haus darah dan barbar adalah konstruksi dari para bangsawan di abad pertengahan yang merasa kepentingannya terganggu. Justru, para bajak laut itu adalah para pebisnis tangguh yang berhasil membangun sistem bisnis, yang bertumpu pada kesetaraan.

Para bajak laut seperti Blackbeard paling paham bagaimana kerja tim. Mereka yang memberontak pada sistem kerja di kapal-kapal angkatan laut kerajaan, yang menempatkan mereka sebagai budak. Mereka membangun sistem baru bagaimana menjalankan skema bisnis, mengenalkan saham, serta bagaimana berbagi kentungan.

Kita mengenal sejarah perusahaan modern, justru dimulai dari kisah bajak laut. Kata Peter Leeson, sejarah perusahaan-perusahaan besar selalu berawal dari organisasi para bajak laut. Bahkan perusahaan seperti Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), yang serupa bajak laut, sukses menjarah alam Nusantara lalu membuat kota-kota di tanah Nederland tumbuh bak tulip di musim semi.

Demikian pula dengan East Indian Company (EIC) yang menjadi kongsi dagang Inggris dan melebarkan sayap hingga negara-negara dunia ketiga.

Masih kata Peter Leeson, kelebihan organisasi para penyamun ini adalah adanya kesetraaan serta pembagian tugas yang rapih. Berbeda dengan kapal kerjaan yang sangat hierarkis, kapal-kapal bajak laut justru sangat demokratis. Mereka memilih pemimpin yang bisa mengayomi semua kru kapal. 

Mereka membentuk perusahaan yang goal utamanya adalah mengejar profit. Seorang nakhoda atau bos punya pendapatan yang tidak berbeda jauh dengan anggotanya. Bahkan mulai dikenal istilah saham, yang kemudian mempengaruhi berapa keuntungan  yang diterima saat misi telah selesai.

Ini persis kisah Columbus yang ketika hendak berlayar, menemui Raja Spanyol lalu meminta agar pelayarannya dibiayai, dengan konsekuensi Raja akan menerima pembagian hasil yang lebih besar jika dirinya kembali dari The New World atau Dunia Baru. Dari sinilah konsep saham bermula.

Tak hanya itu, konsep asuransi juga bermula dari bajak laut. Saat ada krunya yang tewas, maka akan ada dan santunan kepada keluarga yang ditinggalkan.


Dalam serial One Piece ini, saya melihat bagaimana manajemen bekerja secara praktis. Semua anggota tim tahu tugas masing-masing. Di titik tertentu, semuanya sigap dan saling bantu, serta mengutamakan kepentingan bersama. Mereka menjalankan manajemen yang rapih, juga menghitung seua risiko dari aktivitas mereka.

Selain Nami, gadis seksi di serial ini, tokoh favorit saya adalah Monkey D. Luffy. Dia tipe pemimpin yang mengakar. Dia pandai menjaga ritme kerja dan emosi para krunya. Dia tampil terdepan saat ada masalah. Dia punya rasa setia kawan hebat, yang membela sahabatnya dalam setiap masalah. Dia tipe pekerja, yang siap setiap saat menjadi tameng.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sulit menemukan sosok seperti pemimpin bajak laut ini. Banyak pemimpin hanya duduk di belakang meja dan menunggu laporan perkembangan situasi. Banyak yang hanya duduk manis, namun tiba-tiba menuntut agar perusahaan segera cuan. 

Pemimpin ini lupa kalau kesuksesan tak pernah jatuh dari langit. Namun harus dikejar dengan segala daya upaya, serta kemampuan untuk melihat berbagai peluang.

Kira-kira demikian.



1 komentar:

M Ghazaly Renhoran mengatakan...

Selalu keren!

Posting Komentar