Gelar Pasukan NASDEM dan Siasat Mengunci ANIES

Partai Nasdem saat kampanye

Dari seluruh penjuru Indonesia, ribuan kader Nasdem ramai berdatangan ke Jakarta. Diperkirakan ada lebih 70 ribu kader Nasdem akan menyemut di Stadion Gelora Bung Karno pada 16 Juli mendatang. 

Pesan apa yang hendak disampaikan Partai Nasdem dengan melakukan gelar pasukan dengan budget hingga 70 miliar rupiah itu? Apakah Nasdem ingin mengunci Anies agar tidak ikut skenario partai lain di koalisi? 

*** 

WAJAH Surya Paloh tiba-tiba berubah. Dia dan orang-orang dekatnya sedang menghitung dan memetakan situasi politik yang terjadi. Dia tiba pada kesimpulan bahwa Nasdem akan menghadapi situasi yang tidak mudah.

Pada mulanya, partai yang awalnya berupa Ormas itu memulai langkah berani dengan mengajukan Anies Baswedan sebagai calon presiden. Selanjutnya, berbagai duri terhampar di sepanjang langkah partai itu. Mulai dari kadernya ditersangkakan, hingga bisnis terganggu.

Partai itu yakin Anies akan memenangkan palagan pertarungan pilpres nanti. Pencalonan Anies adalah momen bagus bagi partai untuk keluar dari bayang-bayang PDIP selama dua periode, sekaligus menjadi “ketua kelas”yang menentukan arah bangsa ini selama lima tahun.

Namun belakangan ini, situasinya mulai berubah. Anies Baswedan, calon yang diusung, perlahan makin dekat dengan Partai Demokrat, sesama anggota koalisi perubahan. 

Sejatinya, itu tak menjadi masalah sebab Anies harus berkomunikasi dengan semua partai pengusung. Kedekatan itu berbuah manis. Sejumlah analis mensinyalir kalau satu nama calon wakil presiden yang akan diumumkan adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Tadinya, Anies tidak menimbang AHY. Namun pertemuannya dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membalikkan semua kenyataan. Entah apa yang disampaikan SBY, yang pasti, pasca pertemuan itu, Anies kian mantap memilih AHY sebagai pasangan.

Ada yang mengatakan, SBY berbisik jika Anies memilih AHY, maka dia akan mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya untuk memenangkan pasangan itu. Anies tak perlu gelar fundrising. Cukup duduk manis dan membiarkan tim bekerja dengan amunisi yang terjaga.

Dua periode jadi presiden, cukuplah untuk mengumpulkan sumber daya. Apalagi, setelah tidak menjabat, hampir tak ada momen di mana SBY habis-habisan mengeluarkan sumber daya.

Sementara bagi Surya Paloh dan semua lingkarannya, bukan uang yang jadi kunci kemenangan. Belajar dari pilpres lalu,jika ingin menang, maka “Djawa adalah koentji.”Jika ingin menguasai Jawa, maka taklukkan Jawa Timur. Sebab Jawa Tengah adalah kandang banteng, sedangkan di Jabar, Anies akan berbagi suara dengan Prabowo. 

Untuk menguasai Jawa Timur, maka tarik kader NU untuk masuk arena. Sebab NU menjadi simpul yang menghubungkan banyak kalangan di Jawa Timur, bisa menggerakkan jamaah yang jumlahnya diperkirakan 100 juta orang, dan membawa kemenangan. Wajar jika Nasdem ingin ajukan Khofifah, juga Yenny Wahid.

Selain itu, pasangan Anies-AHY diyakini tidak membawa dampak signifikan bagi peningkatan suara Nasdem. Partai biru kuning itu tidak akan dapat apa-apa. Sebab Anies tidak identik dengan Nasdem. Anies identik dengan PKS, yang bakalan meraup peningkatan suara dengan mengusung Anies. 

Surya Paloh akirnya tiba pada ide untuk menggelar Apel Siaga Perubahan. Sejumlah kalangan mengatakan, acara ini seakan tandingan dari acara serupa yang digelar PDIP. Palingan isinya adalah pidato-pidato. Mulai dari Surya Paloh hingga Anies Baswedan.

Apel Siaga dengan budget hingga 75 miliar rupiah ini serupa show of force atau pamer kekuatan. Namun kepada siapakah pamer kekuatan itu hendak dilakukan?

Saya menduga, pamer kekuatan itu ditujukan ke Anies Baswedan. Di rapat raksasa nanti, Nasdem bakal menyampaikan satu pesan sederhana kepada Anies: “Kami sudah berdarah-darah untuk mendukungmu. Maka mari kita menari dan menyamakan gerak. Jika tidak, silakan ikut ke sana. Kami akan menentukan masa depan kami.”

Bagi Nasdem, pencalonan Anies adalah pertaruhan besar, sekaligus ujian sejarah. Jika menang, partai akan melejit dan punya kuasa mewarnai kanvas republic. Jika kalah, partai akan siap-siap memasuki babak baru sebagai partai oposisi.

Melihat gerak Nasdem dan Demokrat, kita bisa menyimpulkan kalau politik kita serupa panggung. Di depan, semua elite akan memakai retorika perubahan dan bicara kepentingan bangsa. Namun di balik layar, semua saling mencari posisi paling menguntungkan.

Namun, ada juga sisi positif dari dinamika ini. Kedua partai ini kelak akan menyadari kalau mereka sama-sama tidak punya pilihan. Nasdem membutuhkan koalisi ini untuk tetap bisa mengusung Anies. Sementara Demokrat juga tidak mungkin menyeberang ke koalisi pemerintah.

Memang, AHY sudah bertemu Puan, tetapi jika harus bergabung, maka narasi perubahan yang selama ini digaungkan akan terasa seperti “menggantang asap, mengukir langit.”Narasi itu akan kosong. Hampa makna.

Kedua partai ini akan mencari titik temu, meskipun harus melalui gelar pasukan dengan biaya miliaran rupiah. Itulah tabiat partai kita. Suka hambur-hambur uang, sementara rakyat pemilihnya harus mengais-ngais rejeki yang tak seberapa lalu berharap nasibnya berubah hanya karena percaya dengan 'buang-buang liur' para politisi.



2 komentar:

celotehnur54 mengatakan...

He he .... Mantap. Ayo Anis, Yakinlah. Anda tinggal duduk manis. Insyaallah menang.

Anonim mengatakan...

Keren Analisanya

Posting Komentar