Baru saya sadari kalau sekian tahun belajar ilmu sosial, lebih banyak membahas masyarakat marginal, terpinggirkan, masyarakat adat, dan kaum miskin kota. Sangat jarang membahas bagaimana memahami mereka yang kaya raya, crazy rich, dan oligarki.
Pernah, dalam satu simposium ilmu sosial, saya mendengar para pemakalah yang membahas konflik di berbagai pelosok Indonesia. Hampir semua konflik itu disebabkan oleh orang kaya yang bekerja sama dengan aparat negara, lalu menyingirkan rakyat kecil.
Saat itu, saya sempat bertanya, “Kalau problemnya terletak pada orang kaya, kenapa kita jarang membicarakan mereka? Bukankah penting untuk memahami bagaimana prilaku mereka, kebiasaan, serta apa yang mereka inginkan?”
Begitulah. Kesan saya selama ini, orang kaya selalu culas, jahat, dan mendapat kekayaan dengan cara merampok. Mereka, yang sering disebut kapitalis adalah musuh perjuangan, mereka adalah kaum yang menindas, dan harus dilawan.
Namun setelah membaca buku karya Napoleon Hill yang berjudul Think and Grow Rich, saya pikir anggapan sebelumnya tidak selalu benar.
Dalam buku yang pertama terbit tahun 1937 ini, Napoleon Hill mewawancarai lebih 500 orang kaya, lalu merumuskan prinsip-prinsip dan hal-hal yang mereka anut dan yakini hingga bisa menggapai kekayaan.
Memang tidak semua orang kaya itu baik, tapi tidak semua juga jahat. Mereka tidak berbeda dengan kaum kebanyakan. Mereka tak ada bedanya dengan kaum miskin.
Bedanya, orang-orang kaya selalu memiliki keyakinan kuat untuk menggapai impiannya. Mereka punya hasrat, melihat masa depan yang hendak digapai, lalu merumuskan langkah-langkah utuk menggapainya.
Mereka pemimpi besar yang punya keyakinan kuat, lalu menjadikan keyakinan itu sebagai alam bawah sadar, yang memberinya kekuatan untuk melihat celah dan peluang.
Hill menyebutnya keyakinan ini sebagai autosugesti. Pada mulanya, seseorang membayangkan dirinya punya kekayaan tertentu. Seseorang itu lalu mencatat dan mengulang-ngulang keinginannya itu sehingga tersimpan di alam bawah sadar lalu menjadi hasrat.
Hasrat itu lalu menjadi dorongan kuat baginya untuk bergerak. Dia menjadi lebih peka dengan berbagai peluang, membangun jaringan dengan mereka yang berhasrat sama, hingga mencapai titik kekayaan.
Bagi Hill, rumus klasik yang menyatakan kekayaan adalah hasil dari kerja keras dan kejujuran adalah rumus yang keliru. Kalau sekadar mendapat uang, maka kejujuran dan kerja keras itu penting.
Tapi untuk menjadi kaya, maka butuh lebih dari itu. Kekayaan adalah hasil yang muncul dari keyakinan dan hasrat kuat, rencana-rencana yang dijalankan, serta membangun tim dengan master mind yang sama. Kekayaan adalah buah dari pikiran, tindakan, dan langkah-langkah terorganisir.
Hill lalu merumuskan 13 langkah untuk menjadi kaya. Di antaranya adalah keyakinan, hasrat, autosugesti, pengetahuan khusus, imajinasi, perencanaan terorganisasi, keputusan, kegigihan, mastermind, pikiran bawah sadar, hingga indra keenam.
Hill tidak percaya ada kekayaan yang jatuh dari langit. Dia juga tidak percaya ada yang disebut keberuntungan atau menang lotre. Menurutnya, keberuntungan dan kekayaan selalu dimulai dari keyakinan, diwujudkan melalui rencana pasti, dan dikejar dengan gigih.
Anda bisa beruntung jika Anda menyiapkan diri Anda untuk itu. Kekayaan akan datang ketika Anda siap menjemputnya, lalu mengubahnya menjadi rencana pasti dan tindakan teorganisir, serta memiliki pengetahuan khusus dan imajinasi.
Sayangnya, banyak orang tidak memilih untuk jadi kaya. Lebih banyak orang ingin menjalani hidup biasa-biasa, tanpa mengejar hasrat dan ambisi.
Banyak orang sering salah kaprah dan mengatakan, lebih miskin tapi bahagia. Padahal, kata seorang kawan, jika kaya dan miskin belum tentu bahagia, mending jadi orang kaya.
Saat membaca buku ini, saya cukup skeptis dan tidak percaya. Saya pikir ini semacam pamflet agar banyak orang mau membeli buku ini. Namun di bagian pertengahan, saya menemukan bahasan menarik tentang “obstacle man” atau orang yang suka mencari rintangan dan kesalahan.
Kata Hill, mereka yang berpotensi kaya adalah mereka yang selalu melihat sisi positif atau peluang dari setiap gagasan. Sementara mereka yang gagal adalah mereka yang selalu melihat kesalahan atau celah negatif dari setiap gagasan, lalu mendebatnya hingga tak menjalankannya.
Di titik ini, saya sadar kalau saya adalah seorang Obstacle Man. Pantasan masih hidup apa adanya, masih jauh dari kekayaan. Saya sih merasa cukup bahagia. Tapi kata seorang kawan, andai kaya raya, pasti akan lebih bahagia.
Entahlah.
0 komentar:
Posting Komentar