Catatan Sebelum ke Mekkah




“Hah” Kamu mau diberangkatkan ke Mekkah?”

Di ujung telepon, Mama saya masih tak percaya dengan apa yang didengarnya. Baginya, perjalanan ke tanah Arab adalah sesuatu yang dipikirkan sejak jauh hari. Dulu, dia bertahun-tahun menabung gajinya hanya untuk melihat tanah suci.

Di kampung kami, banyak orang yang habis-habisan demi melihat tanah itu. Banyak orang menjual semua harta benda demi ke sana. Petani menjual kebun. Nelayan menjual kapal. Itu pun tak semua berangkat. Banyak yang tertipu agen perjalanan.

Berangkat ke tanah suci membutuhkan persiapan matang, serta perencanaan yang lama. Orang2 mesti bekerja keras dan menyisihkan rupiah demi bisa ke sana. Mereka yang berhasil berangkat adalah mereka yang mendapat panggilan Tuhan, sebagai buah dari ketekunan, kerja keras, juga keikhlasan.

Betapa terkejutnya Mama ketika mendengar anak lelakinya yang bengal dan sering mengaku ganteng ini akan ke sana. Gratis pula. “La Yos, kok bisa yaa. Tiada angin tiada hujan kamu ke sana?”

Mama tidak tahu kalau di jaman ini, perjalanan ke tanah suci bukan lagi sesuatu yang mahal. Setiap kepala daerah yang menang pilkada selalu membawa timnya untuk plesiran ke sana. Bahkan para jurnalis sering diajak ke sana untuk meliput.

Saya tidak bisa membayangkan reaksinya jika tahu kalau saya berangkat ke tanah suci karena postingan di media sosial yang saya buat. Kok bisa?

Inilah yang disebut Personal Branding. Setiap orang memiliki citra diri yang selalu dipancarkan dalam beragam interaksi, termasuk di media sosial.

Ada orang yang setiap hari menghujat dan membenci, maka citra dirinya adalah seorang pemarah dan pembenci. Buahnya adalah dia dihindari dan dijauhi banyak orang.

Ada orang yang setiap hari berbagi keluh kesah dan ketidakpuasan, maka citra diri yang terbangun adalah figur yang suka mengeluh. Banyak orang tak nyaman dan tak suka bertemu.

Namun ada orang yang pernah berbagi postingan positif. Pada satu titik postingan itu menyentuh hati seseorang, meninggalkan jejak dalam benak, perlahan membentuk citra diri yang kuat.

Saya mengalaminya. Pernah saya menulis sesuatu dan membagikannya di medsos. Seseorang membaca postingan itu lalu tertanam kuat di benaknya. Suatu hari dia bertugas di Saudi Arabia.

Saat kantornya hendak menggelar pelatihan jurnalistik, dia menerima daftar pemateri. Di benaknya hanya ada satu nama yang akan diundangnya. Dia pun hanya merekomendasikan nama saya. Malah, dia meminta saya mencarikan nama lain.

Beberapa minggu jelang keberangkatan pun saya masih bingung, postingan mana yang pernah dibacanya. Saya menduga, dia membaca postingan yang saya buat tentang orang Bugis yang hendak naik haji. Tapi saya yakin dia membaca banyak postingan.

Dia menjadi bagian dari semesta yang bekerja secara misterius dan mewujudkan sesuatu yang pernah saya sampaikan secara terbuka. Dia menjadi satu unsur semesta yang secara ajaib telah memeluk dan menggenapkan sesuatu yang pernah diikrarkan.

Benar kata seseorang dalam buku The Secret. Semesta selalu punya hukum tarik-menarik yang akan membawa seseorang pada satu titik yang sebelumnya hanya bisa dibayangkan. Kita menyebutnya panggilan semesta. Ada pula yang menyebutnya sebagai buah dari kerja. Ada yang bilang "Hasil tak pernah mengkhianati proses."

“La Yos, bisanya dii. Mama masih tidak percaya. Tapi Tuhan telah mengetuk hatimu untuk ke sana,” kata sosok di telepon yang setiap intonasi suaranya serupa air jernih yang membasuh hati saya yang beku.


0 komentar:

Posting Komentar