Ketika AMIEN RAIS Tinggalkan PRABOWO



Amien Rais berjalan cepat saat tiba di Kertanegara, Jakarta, Kamis (27/6). Di situ, semua anggota koalisi sedang menyaksikan siaran langsung sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan memutuskan sengketa pilpres. Amien langsung menemui Prabowo.

Beberapa jurnalis dan pengamat langsung mengeluarkan spekulasi. Sejumlah pengurus DPP PAN bercerita kalau hubungan Amien dan Prabowo agak memanas. Amien dikabarkan telah mengabaikan panggilan Prabowo di hapenya hingga lebih 30 kali. Ada apakah?

Amien keberatan karena Prabowo dikabarkan menerima tawaran dari Jokowi yang disebut majalah Tempo sebagai 212, yakni 2 kursi menteri, 1 kursi watimpres, dan 2 kursi pimpinan MPR. Masih ditambah pula garansi untuk mengamankan bisnis Prabowo.

Bagi Amien, perjuangan harus terus digelorakan. Tak ada kompromi. Ini atas nama umat. Pendapat Amien senada dengan orasi Abdullah Hehamahua di luar gedung MK. “Kalau rekonsiliasi Prabowo-Sandi mengakui kemenangan Jokowi demi mendapat beberapa kursi, itu namanya pelacur.”

Masih dari seorang pengurus PAN, demi memuluskan semua kesepakatan itu, persidangan di MK sengaja dipilih untuk mengulur waktu. Persidangan itu hanyalah exit plan menuju kesepakatan. Amien jelas meradang mendengar informasi itu. 

Amien lupa kalau politik adalah seni mengelola berbagai kemungkinan. Dalam politik, ada istilah: “the winner takes it all.” Pemenang menentukan semuanya, termasuk menentukan nasib pihak yang kalah.

BACA: Kisah di Balik Pengendali "All Jokowi's Men"

Di Indonesia, Prabowo adalah pihak yang paling paham betapa pahitnya menerima kekalahan bertubi-tubi. Dia sudah empat kali masuk arena untuk pemilihan presiden. Tahun 2004 dia mendaftar untuk konvensi Golkar. Tahun 2009 dia menjadi pasangan Megawati, yang kemudian kalah. 

Tahun 2014, dia maju sebagai capres bersama Hatta Radjasa. Di atas kertas, inilah momen terbaiknya. Apa daya, publik lebih suka pendatang baru yakni Joko Widodo, yang pernah diorbitkan oleh Prabowo sendiri. Tahun 2019, dia kembali maju untuk mengalahkan Jokowi yang telah menjadi incumbent.

Kali ini, semua kenyataan tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkannya. Dia masih menuding ada kecurangan, tetapi dia sendiri tidak punya bukti kecurangan. Semua tuduhan itu telah dimentahkan majelis hakin, yang tentunya telah melakukan kajian mendalam dan membuka kajiannya pada publik.

Ketika kemenangan Jokowi disahkan, maka kita akan segera menyaksikan aksi zig-zag para politisi yang akan mencari keseimbangan baru. Politisi kita akan menjadi semut-semut yang berusaha mendekati gula Jokowi. 

Saya menduga, akan ada beberapa perkembangan terbaru:

Pertama, Koalisi Adil Makmur diperkirakan akan menghitung hari. Setelah Demokrat minta koalisi ini dibubarkan, kini PAN juga meminta hal yang sama. Koalisi ini memang dibangun untuk sesuatu yang pramatis dan jangka pendek. Saat partai-partai politik melihat tujuan gagal tercapai, koalisi ini ibarat kapal karam yang tidak lama lagi masuk ke dasar samudera.

Koalisi ini tidak dibangun untuk sesuatu yang ideologis. Makanya, para pendukung tak perlu baper dan mengira koalisi ini akan selalu bertahan. Partai politik pada dasarnya akan selalu mencari keseimbangan baru. Saat peta politik berubah, semua kesepakatan juga berubah.

Kedua, melihat perkembangan terbaru, Gerindra akan merapat ke pemerintahan. Arus bawah partai jelas tak menginginkan skenario itu. Namun jika berpikir dalam konteks strategi serta target ke depan, posisi merapat ke pemerintah adalah solusi terbaik yang bisa diambil.

Bisa jadi, regerenrasi partai akan dimulai. Prabowo akan menyerahkan kursi ketua umum ke Sandiaga Uno. Tapi, pertanyaannya, apakah Prabowo bersedia, sementara Sandiaga belakangan menunjukkan sikap berbeda dengannya?

Semua partai akan fokus ke tahun 2024. Partai Demokrat lebih dulu move on. Partai biru ini sadar kalau tetap bersama Prabowo bukanlah pilihan. Sebab posisi kalah adalah kehilangan semua sumberdaya politik dan ekonomi. 

Demi menghadapi 2024, lebih realistis jika Demokrat bersama kubu pemenang. AHY bisa mendapat panggung yang setiap saat dapat sorotan. Dia cukup melakukan satu program yang hebat, maka namanya akan dielu-elukan, sebagaimana Jokowi ketika masih menjadi gubernur. Untuk program hebat itu tak sulit ditemukan. Dia di-backup oleh banyak pemikir di Yudhoyono Institute, termasuk di antaranya Rocky Gerung.

Ketiga, semua partai politik mulai saling bernegosiasi untuk menjadi pimpinan dewan dan MPR. Pengalaman tahun 2014 ketika semua opisisi menjadi pemimpin di alat kelengkapan dewan akan jadi pelajaran berharga. Kali ini situasinya akan sangat berbeda. Pemerintahan Jokowi akan lebih memperkuat posisinya di parlemen.

Semua partai politik, baik pendukung ataupun oposisi, akan mendekat ke pemerintah. Sebab pemerintah punya kekang untuk mengendalikan partai-partai. Kita bisa lihat pada apa yang terjadi di tahun 2014. Golkar dan PPP mengalami dualisme, sebelum semuanya dikendalikan pemerintah.

Keempat, kemungkinan besar, Yusril tidak akan diplot di posisi Menteri Hukum dan HAM. Sebab kursi menteri itu akan diisi oleh partai pemenang. Belajar dari Pemilu lalu, PDIP akan menempatkan sosok di kursi Mendagri dan Menteri Hukum. Dua posisi ini sangat penting. Satu untuk mengontrol birokrasi. Satunya untuk mengendalikan partai.

Kelima, Munas Golkar akan segera digelar. Kandidat yang bersaing adalah Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo. Airlangga membangun gerbong sendiri, namun Bamsoet akan didukung oleh gerbong Setya Novanto. Semuanya adalah loyalis Jokowi. Tapi, belakangan ada nama baru yakni Erick Tohir. 

Keenam, PAN juga akan menggelar muktamar. Zulkifli Hasan akan mendapat penantang baru, yang diperkirakan akan menemui Jokowi dan memberi janji membawa gerbong PAN ke sana. Jika Jokowi mau, dia bisa membuat partai itu mengalami dualisme, kemudian proses hukum akan memenangkan pendukung pemerintah.

Bagi PAN, muktamar ini akan jadi fase transisi untuk menentukan apakah Amien Rais masih jadi patron atau tidak. Di kalangan internal PAN ada bisik-bisik kalau selagi Amien masih bisa mengatur-ngatur di dalam partai, maka kader lain tak punya kesempatan untuk berkembang.

Tapi jika posisi Amien Rais masih kuat, PAN akan memilih jalur oposisi. Andai Gerindra juga oposisi, maka belum tentu PAN akan mau segerbong dengan Gerindra. PAN akan memilih untuk membangun gerbong sendiri, kemudian menarik PKS, partai yang menang banyak di pemilu lalu.

Ketujuh, Partai Nasdem akan semakin besar. Setelah menang banyak di pileg barusan, partai ini akan kembali fokus memenangkan pilkada-pilkada. Di kementerian, partai ini mengincar posisi jaksa agung. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, maka obsesi untuk jadi tiga besar di Pemilu 2024 akan segera terwujud. Partai ini belajar dari PDIP yakni kuasai struktur dan birokrasi, setelah itu bikin aksi populis.

Kedelapan, semua partai akan membenahi strategi dan perencanaan. Pelajaran dari empat kali kekalahan Prabowo adalah mesti ada perencanaan strategi yang matang, serta lebih fleksibel dalam mengambil konsituen.

BACA: Saat Jokowi Bangkrut

Branding Prabowo terlalu identik dengan nasionalis ala Gerindra yang bersintesa dengan kekuatan Islam ala FPI. Untuk kontestasi di level kecil semacam pilkada DKI, strategi ini cukup berhasil. Tapi diterapkan untuk Indonesia yang skalanya besar, strategi ini perlu ditinjau lagi.

Kedepannya, semua politisi akan lebih berhati-hati. Politisi akan berusaha lebh inklusif sehingga semua kalangan bisa disentuh dan diyakinkan. Politisi akan lebih taktis dan memainkan banyak skenario demi kemenangan.

Kesembilan, pelajaran buat kita semua adalah politik kita digerakkan oleh pragmatisme atau kepentingan jangka pendek. Semua partai politik sedang mencari posisi yang tepat untuk tetap survive. Bagi Gerindra dan sejumlah oposisi, pilihan bergabung dengan pemerintah adalah pilihan strategis.

Tapi saya melihat itu bisa jadi “jebakan betmen.” Oposisi merapat ke pemerintah laksana pasukan kalah perang yang siap diberi takdir apa pun. Pemerintahan Jokowi sedang butuh legitimasi. Ketika semua tawarakan diiyakan, maka Anda bisa tersandera. Basis massa rakyat akan kabur, di sisi lain, pemerintah bisa kapan saja memutus urat nadi saat sedang menjabat.

Anggap saja kader Gerindra jadi menteri. Untuk sesaat, semua demonstrasi mereda. Tapi pendukung setia Gerindra akan apatis dan kabur. Setahun berikutnya, saat menteri itu di-reshuffle Jokowi. Maka game over. Massa hilang, kursi kekuasaan juga hanya sejenak.

Pelajaran bagi netizen adalah jangan baper. Para elite kita hanya ribut di depan televisi. Di balik layar, mereka tertawa bersama, kemudian saling kongkalikong siapa dapat apa. Benar sekali ungkapan bahwa kita rakyat akan selalu jadi pihak yang kalah.

*** 

Amien Rais tengah merenung. Dia membayangkan kerja keras bersama tim Prabowo yang belum berhasil. Di bulan Juni 2018, dia sempat mengeluarkan pernyataan "Tuhan malu kalau tidak mengabulkan doa umat yang ingin presiden segera diganti." Dia pun pernah menyebut pilpres seperti Perang Badar.

Kini, semua ketentuan Allah telah berlaku. Sayang, saat takdir itu bekerja, Prabowo memandang peperangan ini dengan realistis. Dia bukan lagi pejuang di medan laga yang memilih gerilya. Dia memilih untuk meletakkan senjata dan bergabung dengan lawannya.

"Semoga saja Prabowo tidak bersedia bergabung," ujarnya.



6 komentar:

Falihin Barakati mengatakan...

Saya berharap semoga Gerindra tetap memilih menjadi oposisi agar check n balance tetap berjalan maksimal dalam perjalanan pemerintahan sampai 5 tahun mendatang... 🙏🙏

wijatnikaika mengatakan...

Runyam, pusing, tapi bikin penasaran what will happen next...

Yusran Darmawan mengatakan...

saya juga berharap demikian

Yusran Darmawan mengatakan...

politik kita ibarat drama yang endingnya mudah ditebak. kita lihat saja nanti.

Unknown mengatakan...

Siapakah yusran darmawan?

Redaksi RB mengatakan...

Nice

Posting Komentar