Bersama Amalia Maulana



DI lobi Hotel Pullman, Jakarta, saya bertemu perempuan itu. Sejak kemarin saya mengajaknya untuk ketemu dan berbincang. Amalia E Maulana, perempuan yang spesialisasinya adalah pakar di bidang branding.

Kepada saya dia mengaku sebagai seorang Brand Consultant & Ethnographer. Dia penulis buku yang produktif mengenai topik branding. Kliennya adalah perusahaan besar, mulai dari Pertamina sampai Unilever.

Saya penasaran karena dirinya mengaku sebagai etnografer. Tapi jangan bayangkan etnografer adalah seseorang yang melakukan riset etnografi di pulau-pulau terpencil bersama masyarakat terasing.

Amalia melakukan riset etnografis untuk korporasi besar. Dia membantu lahirnya brand dan banyak merek terkenal, serta memberikan konsultasi mengenai apa yang harus dilakukan korporasi untuk meningkatkan kinerja. Melalui etnografi, dia bisa memahami apa keinginan pelanggan dan harapan mereka pada produk.

Amalia memulai semuanya dari nol. Ketika lulus PhD dari Sidney, dia datang ke Jakarta dengan membawa label sebagai konsultan marketing. Tapi antrean profesi itu cukup panjang. Di tambah lagi ada nama Hermawan Kertajaya yang sudah lebih dulu terkenal melalui bendera MarkPlus. Dia lalu mencari sesuatu yang unik, yang bisa membuat dirinya beda dengan konsultan lainnya.



Dia berpaling ke etnografi. Dia mengakui kalau etnografi adalah metodologi riset yang dipakai dalam antropologi budaya. Dia melihat tidak ada ada satupun pakar marketing yang fokus pata metode etnografi.

Baginya, etnografi adalah pendekatan riset yang paling bisa memahami konsumer. Dia belajar etnografi untuk memperkuat aspek pemasaran dan bisnis. Dia mendirikan etnomark, yang fokus pada riset etnografis untuk marketing.

Uniknya, ketika Amalia mengaku sebagai etnografer, dia belum mengenali metode itu dengan baik. Dia lalu belajar dan perdalam ilmu etnografi, yang kemudian digunakannya secara praktis untuk kebutuhan korporat. Kini, bisa dibilang dirinya adalah satu-satunya pakar marketing yang fokus pada etnografi.

Sebagai orang yang mendalami antropologi budaya dan etnografi, saya tertarik dengan kisah yang dituturkan Amalia. Lebih tertarik lagi saat dirinya bercerita tentang project barunya yang menangani branding seorang calon presiden. Saat saya tanya, siapa yang branding-nya paling kuat, Amalia lalu mengurai satu per satu.

Sayang, karena keterbatasan waktu, saya belum akan membahasnya sekarang. Mudah-mudahan ada waktu untuk membahasnya pada kesempatan lain. Semoga.



0 komentar:

Posting Komentar