Berbekal Media Sosial, Anak Muda ini Memenangkan Obama




Apakah Anda seorang politisi yang hendak menenangkan pemilihan, tapi tidak punya banyak uang? Apakah Anda ingin memaksimalkan kekuatan anak muda yang memiliki satu visi yang sama untuk meraih cita-cita bersama Anda?

Tak perlu malu untuk belajar pada anak muda bernama Chris Hughes. Dalam usia 23 tahun, dia telah menaikkan Obama sebagai Presiden Amerika Serikat. Kok bisa?

***

USIANYA baru 23 tahun saat dirinya diminta senator Barrack Obama untuk merancang kampanye kreatif. Chris Hughes menerima tantangan itu, demi membuktikan satu hal yang diyakininya bahwa cara-cara lama dalam memenangkan politik sudah usang. Era internet menuntut orang-orang untuk berkreasi dengan cara baru.

Chris diminta Obama untuk merancang strategi agar senator itu bisa masuk bursa presiden. Chris yakin bahwa sang senator bisa menjadi orang besar yang akan mengendalikan Amerika Serikat. Tapi jalan ke arah itu memang terjal.

Pada musim dingin tahun 2007, Obama bukan siapa-siapa. Lelaki berkulit hitam itu belum diunggulkan. Ia malah kalah pamor dengan Hillary Clinton yang jauh lebih siap dari sisi apa pun. Chris tahu bahwa Obama masih jauh dari kemenangan. Ketika Chris ditunjuk Obama untuk merancang kampanye, orang-orang mencemooh. “Bagaimana mungkin anak bau kencur bisa membawamu ke kemenangan?” kata orang-orang kepada Obama.

Orang-orang tidak tahu bahwa Chris punya sesuatu yang tidak dimiliki generasi tua di Amerika. Ia setiap hari berselancar di media sosial. Ia bisa membangun pesona dan pengikut melalui strategi mengemas pesan. Ia  lalu merancang satu model kampanye yang bisa menyentuh banyak orang, berbiaya minim, serta sangat efektif. Ia lalu berpaling ke teknologi internet. “Tak ada cara lain. Hanya melalui internet, saya bisa menyapa banyak orang secepat mungkin,” katanya, sebagaimana dicatat dalam buku Grown Up Digital yang ditulis Don Tapscott.

Chris tahu bahwa ia tak punya banyak waktu untuk mengetuk rumah. Daya jelajahnya terbatas. Semasa kuliah di Harvard, ia sekamar dengan Mark Zuckerberg, pendiri Facebook. Di masa awal, Chris ikut mengembangkan Facebook. Ia tahu persis bagaimana jejaring sosial seperti Facebook telah mengubah kehidupan mahasiswa di kampus-kampus, yang membuat mereka cepat terkoneksi dan terhubung satu sama lain. Ia ingin menggunakan kekuatan media sosial untuk mengorganisir kampanye, “mengetuk” jutaan rumah warga Amerika, lalu membentuk citra dan karakter kuat untuk Obama.

Ia lalu merancang website my.barrackobama.com atau My Bo. Dia membangun komunitas online yang beranggotakan jutaan orang. Ia mengadaptasi model kerja organisasi baru di internet. Terkait pesan kampanye, ia tidak membuat satu markas besar, yang lalu berhak mengeluarkan semua pesan kampanye untuk disebar ke mana-mana. Ia tak merancang keseragaman semua pesan kampanye, sebagaimana dilakukan oleh berbagai organ kampanye. Ia memberikan piranti kebebasan bagi semua individu untuk berkreasi di dunia digital, melalui kampanye, pesan berantai, hingga penggalangan dana.

BACA: Kiat Membangun Laskar Media Sosial di Era Politik 4.0

Dia merancang sesuatu yang disebut sebagai platform bersama. Ia melihat Facebook yang hanya menyediakan platform, kemudian diisi oleh semua pengguna. Cara yang dilakukan Chris adalah memberdayakan relawan dan pengguna media sosial sehingga semua orang merasa dekat dengan Obama sehingga rela melakukan apapun untuk membantu Obama menjadi presiden. Chris membangun satu platform kerja yang memungkinkan dirinya mengorganisir semua relawan. 

Cara Chris membangun platform lalu menjadi rujukan bagi semua manajer kampanye. Padahal, yang dilakukannya hanya meniru cara kerja Google dan Facebook. Dua raksasa internet itu hanya menyediakan platform atau ruang yang kemudian diisi oleh warga dunia. Google dan Facebook menggratiskan semua layanan, asalkan orang-orang mau bergabung dan berbagi sesuatu di situ. 

Belakangan, kedua raksasa itu mengelola big data yang berupa kepingan informasi yang dimasukkan semua penggunanya untuk berbagai keperluan. Dua perusahaan itu menjadi kaya raya dan raksasa berkat kesediaan pelanggan untuk berbagi apa pun secara gratis.

Dari sisi politik, yang dilakukan Chris menjadi strategis. Sebab dia tidak perlu turun tangan untuk mengorganisir semua kegiatan. Dia hanya menyediakan platform, yang kemudian dimanfaatkan banyak relawan untuk merancang kampanye kreatif. Perubahan dimulai dari sini.

Hanya dalam hitungan bulan, popularitas Obama terkerek tinggi. Media sosial memainkan peran yang signifikan di lanskap politik Amerika Serikat. Eksperimen Chris tidak sia-sia. Chris sukses mengemas Barrack Obama sebagai harapan baru bagi lanskap politik Amerika Serikat. Ia tidak melakukannya dengan cara tradisional, yakni kampanye, pengerahan massa, ataupun aksi memasang baliho. Ia melakukannya melalui media sosial. Ia melakukannya di Facebook, Twitter, dan berbagai kanal media sosial lainnya.

Chris membuat semua orang berpaling ke media sosial. Para konsultan dan praktisi politik mulai melihat pentingnya mengorganisir semua orang melalui media sosial. Media baru ini tak hanya digunakan untuk berkampanye, di beberapa tempat, media ini juga digunakan untuk mengonsolidasikan kekuatan memenangkan agenda politik. Yang dilakukan Chris menjadi pembelajaran berharga. 

Dua Strategi

Belajar pada Chris dan Obama, maka dua strategi utama yang ditempuh mereka untuk memenangkan kontestasi politik. Dua strategi itu adalah strategi offline dan online. Strategi offline mengandalkan door to door, pertemuan dengan banyak orang, serta aksi massa. Strategi online adalah strategi memaksimalkan media online untuk memenangkan proses politik.

Kita bisa lihat sinergi dua strategi itu pada beberapa hal penting:

Pertama, pengelolaan isu secara kontekstual berbasis internet. Kekuatan Obama adalah bisa menyerap hal-hal baru. Makanya, tugas Chris Hughes bukan hanya menjadi partner diskusi, tapi juga memberikan informasi baru kepadanya. Ketika Obama hendak berkunjung ke satu tempat, maka Chris akan memberikan masukan tentang apa saja topik-topik yang menjadi perbincangan publik di tempat itu.

Di sinilah pentingnya raksasa informasi seperti Google bisa mengolah semua data-data percakapan dan pencarian di internet pada wilayah itu. Data itu lalu dikerucutkan menjadi empat sampai lima topik pembicaraan, yang akan diolah menjadi pidato oleh Obama. Makanya, pidatonya selalu kontekstual. Dia tidak pernah mengulang-ulang kalimat yang sama dalam setiap pidato. Dia selalu punya kebaruan, serta topik-topik yang memang ingin didengarkan orang di satu wilayah.

Kedua, pemberdayaan semua relawan di media sosial. Kekuatan Chris adalah bisa menginspirasi dan menggerakkan semua relawan medsos. Dia lalu melibatkan mahasiswa dan anak-anak muda untuk merancang kampanye-kampanye kreatif yang unik-unik. 

The Kid Who Made Obama President

Chris melibatkan mahasiswa untuk membentuk komunitas muda yang melakukan fundrising atau pengumpulan dana demi mengelola kegiatan kreatif. Misalnya membuat pin, bros, gantungan kunci, kipas, dan banyak hal lain. Anak-anak muda secara sukarela membentuk relawan yang lalu menjelaskan program secara kreatif, menggunakan animasi, foto, kemudian diunggah di media sosial. 

Ketiga, menjadikan relawan sebagai ujung tombak kampanye di media sosial. Demi mengikuti kampanye Obama, maka setiap orang diwajibkan untuk mengisi form yang di dalamnya terdapat informasi mengenai data diri dan alamat email. Semua email yang masuk dikelola dalam satu sistem database dan email gateway center. Dengan cara demikian, pesan email yang dibuat Obama dan tim kampanye dapat diteruskan langsung ke semua email yang telah dikelola.

Anda bisa bayangkan, betapa senangnya seorang warga biasa yang menerima pesan langsung dari Obama. Ditambah lagi pesan-pesan itu sederhana, mudah dicerna, dan berisi pesan inspiratif. Warga itu akan menjadi juru kampanye baru yang lalu menyebarkan semua pesan indah yang diterimanya ke orang lain di sekitarnya. Dia akan bercerita betapa dekatnya dia dengan seorang politisi hanya karena setiap saat menerima email darinya. 

Harap diingat, kampanye paling efektif adalah kampanye yang berbasis mouth to mouth. Dari mulut ke mulut. Anda mendengar dari seseorang, kemudian bercerita ke orang lain. Jika itu terjadi, maka dalam waktu cepat semua orang akan mendapat informasi itu dan memiliki sikap yang sama.

*** 

MASIH banyak strategi Chris Hughes lainnya. Tapi sebagai awal, cukup beberapa kiat di atas dipaparkan. Beberapa artikel lanjutan tentang dirinya bisa di baca DI SINI, DI SINI, dan DI SINI.

Pengaruh Chris sangat besar. Manajer kampanye Obama, David Plouffe, mengatakan, “Teknologi telah digunakan sebagai jejaring untuk menangkap orang-orang dalam kampanye, tapi bukan untuk mengarahkan. Chris melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain. Dia membangun sesuatu yang memang diinginkan kandidat, tapi sering kali dianggap belum penting. Dia membangun mekanisme virtual untuk mendorong opini publik dan aksi komunitas.”

Chris sendiri tetap rendah hati. Dia menilai apa yang dilakukannya tidak istimewa. Banyak orang yang berpikir sepertinya, tapi tidak punya cara untuk mewujudkannya. Dia hanya mengikuti nalurinya sebagai anak muda yang ingin berbuat sesuatu pada bangsanya, dengan cara menaikkan pemimpin yang benar.

Entah, apa Chris paham. Yang pasti, apa yang dilakukannya adalah sejarah.




1 komentar:

Imron Fhatoni mengatakan...

Selalu bernutrisi dan mencerahkan

Posting Komentar