Filosofi Ikigai, Citizen 4.0, dan Kearifan Hermawan Kertajaya




BUKU terbaru Hermawan Kertajaya berjudul Citizen 4.0 terasa seperti buku spiritual ketimbang buku mengenai marketing. Dalam banyak bagian, saya tak saja menemukan pelajaran tentang marketing, tetapi pelajaran hidup dan kearifan seorang begawan yang telah menjalani hidup hingga usia 70 tahun. 

Pesan dalam buku ini sederhana bahwa pemasaran bukan cuma bagaimana menjual, tetapi bagaimana menjadi individu yang baik, bermanfaat bagi sekelilingnya, menjadi rahmatan lil alamin. 

***

MARILAH kita belajar pada masyarakat di Kepulauan Okinawa, Jepang. Mereka dikenal sebagai masyarakat yang berumur panjang dan selalu bahagia. Mereka tak mengenal masa pensiun. Setiap saat mereka melakukan aktivitas dalam suasana riang gembira. Di sana, bisa ditemukan seorang nelayan berusia 100 tahun.

Para peneliti menemukan bahwa masyarakat Okinawa memiliki filosofi Ikigai yang merupakan alasan untuk hidup dan beraktivitas. Ikigai menjadi bahan bakar yang menggerakkan orang Okinawa untuk mencapai bahagia. Mereka tahu apa tujuan hidup, tahu bagaimana memanfaatkannya, dan tahu bagaimana menggunakannya untuk membahagiakan orang lain.

Ikigai terdiri empat faktor utama. Pertama, passion for knowledge, kebutuhan untuk menemukan pengetahuan. Orang Okinawa akan bertanya pada dirinya, keahlian apa yang dimiliki. Kedua, passion for business yakni hasrat untuk berusaha. Keahlian akan membawa dampak berupa penghasilan. Orang akan dibayar karena apa yang dimilikinya. Ketiga, passion for service. Adanya dorongan untuk melayani orang lain. Kita dibayar karena memberikan sesuatu. Keempat, passion for people. Kebutuhan untuk memuliakan orang lain. Bentuknya bisa berupa hobi atau kegiatan yang membahagiakan.

Filosofi Ikigai mengingatkan saya pada banyak kearifan di tanah air yang menyebutkan, untuk mencapai bahagia, lakukan sesuatu untuk orang lain. Kebahagiaan itu tidak terletak apa apa yang kita miliki, melainkan terasa pada senyum orang lain ketika diri kita hadir di sekitarnya, terletak pada bagaimana orang lain memperlakukan kita, pada seberapa bahagia orang-orang yang bahagia karena kehadiran kita.

BACA: Rahasia Ilmu Marketing Ada di Sekitar Kita

Di mata saya, orang Okinawa menjadi figur yang melampaui dirinya. Mereka sudah selesai dengan dirinya. Mereka tak lagi sekadar memikirkan apa yang dimakan hari ini, tetapi memikirkan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Mereka bisa bergerak menjalankan sesuatu yang membahagiakan kemudian menularkan kebahagiaan itu kepada orang lain. Kebahagiaan mekar pada sikap untuk membahagiakan orang lain, sesuatu yang selama ini dicari banyak bangsa lain di dunia.

Saya menemukan kisah orang Okinawa ini dalam buku Citizen 4.0 yang ditulis Hermawan Kertajaya. Buku ini adalah refleksi perjalanan Hermawan yang menyaksikan fenomena pemasaran dalam tingkah laku orang-orang di sekitarnya. Pada usia 70 tahun, Hermawan telah bertransformasi menjadi seorang filosof ataupun begawan yang kerap melakukan refleksi tentang apa pun di sekitarnya. 

Sebagaimana buku sebelumnya, Hermawan menjelaskan fenomena marketing yang terus bergeser. Dunia semakin horizontal, inklusif, dan sosial. Dunia meninggalkan tatanan hierarki dan top-down menjadi tatanan yang egaliter dan horizontal. Komunikasi masyarakat serupa komunikasi di media sosial yang sejajar, tanpa ada posisi yang lebih tinggi. Masyarakat kian bergeser dan tidak lagi mempersoalkan perbedaan suku, agama, dan bangsa. Masyarakat perlahan menjadi “citizen of the world.” 

Hermawan membagi perjalanan manusia dalam empat tahapan kehidupan, yaitu; fundamental (usia 0-20), forefront (usia 20-40), foster (usia 40-60), dan final (usia 60-80). Pada setiap fase kehidupan, manusia menjalani proses yang amat penting. Setiap fase akan meninggalkan jejak pengalaman bagi kepribadian seorang individu. Ketika semuanya berjalan baik, seseorang akan menapak menjadi Citizen 4.0 yang bisa memberi makna bagi sekelilingnya.

Saya selalu menyukai kisah-kisah bagaimana seseorang memulai karier. Saya bersepakat dengan Malcolm Gladwell bahwa kesuksesan bukan sesuatu yang jatuh dari langit, melainkan sesuatu yang diupayakan dengan kerja keras dan banting tulang. Kata komedian Tukul Arwana, kesuksesan adalah hasil dari kristalisasi keringat. Makanya, penting untuk melihat bagaimana seseorang menapak karier hingga berada pada posisi puncak. Tentunya ada banyak pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik dalam tangga-tangga menuju sukses itu.

Hermawan Kertajaya terlahir dengan nama Tan Tjioe Hak dari keluarga keturunan Tionghoa.  Orangtuanya sangat menekankan pentingnya pendidikan serta kerja keras. Sedari kecil, dirinya selalu bekerja keras sehingga berhasil menjadi direktur di satu perusahaan HM Sampoerna. Ketika dirinya mencapai titik mapan, dia memutuskan untuk keluar dari kantornya dan mulai mencari profesi lain.

Hermawan Kertajaya

Pilihan ini tidak mudah, malah bisa dibilang gila. Anaknya, Michael Hermawan atau Mike masih kecil saat ayahnya membangun Mark Plus sebagai perusahaan yang dibangun dengan modal nekat. Hermawan lalu menjadi kolumnis di harian Jawa Pos untuk tema-tema pemasaran. Dia laris sebagai pembicara pemasaran. Tapi kehidupan ekonominya seakan tidak berkembang. 

Hermawan lalu nekat untuk menemui mantan bosnya, Putera Sampoerna. Saat hendak bertemu Putera Sampoerna, Hermawan sengaja membawa anaknya Mike. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan lobi. Melihat wajah Mike yang lugu, Putera Sampoerna langsung menyetujui tawaran Hermawan untuk mengelola pelatihan bagi karyawan PT HM Sampoerna. Nilai kontraknya dua setengah kali dari gajinya selama setahun menjadi karyawan di perusahaan itu. Proyek ini menjadi darah segar bagi Mark Plus saat mulai meniti karier.

Mulailah Mark Plus menjadi lembaga konsultan pemasaran yang paling laris di negeri ini. Pengguna jasanya menyebar, mulai dari pemerintahan hingga perusahaan swasta. Tak hanya itu, Hermawan Kertajaya lalu melebarkan sayap dan menjadi konsultan internasional berkat kolaborasinya dengan mahaguru pemasaran Philip Kottler. 

Beberapa bukunya diterbitkan dalam bahasa Inggris dan menjadi bacaan wajib bagi para marketer di seluruh dunia. Hermawan menjadi anak bangsa dengan prestasi mendunia.

*** 

KONSEP Citizen 4.0 yang dikembangkan dalam ekosistem dunia yang kian mengalami digitalisasi. Dunia semakin horizontal, inklusif, dan sosial, kita tak bisa lagi hanya belajar tentang menjadi orang yang paling hebat atau mungkin cara menguasai dunia. Tapi, kita juga harus belajar bagaimana kehadiran kita bisa memberikan kontribusi pada lingkungan sekitar. Itulah Citizen 4.0.

Istilah 4.0 adalah masa yang ditandai dengan kehidupan serba digital, yang mempermudah konektivitas antar manusia, serta antara manusia dan lingkungan. Konektivitas itulah yang membangun sebuah kolaborasi, keterbukaan, dan interaksi bersama. Citizen 4.0 merupakan sebuah konsep yang memaparkan transformasi tahapan seseorang untuk menjadi manusia yang lebih baik dan berdampak pada lingkungan sekitar. Saat ini merupakan era 4.0 yang ditandai dengan kehidupan yang serba digital. Dengan digitalisasi ini, konektivitas antar manusia, manusia dengan lingkungan menjadi lebih kuat.

Berkat kehadiran internet, kehidupan semakin dinamis begitu juga dengan kehadiran media sosial. Setiap orang bisa lebih mudah mengekspresikan diri dan berkesempatan untuk terhubung dengan siapa pun di dunia ini. Setiap orang bisa membuat, memodifikasi, dan menyebarkan berbagai informasi kepada rekan-rekan di sekitar kita.



Dengan adanya konektivitas tinggi seperti saat ini, setiap orang menjadi manusia dengan spirit yang lebih terbuka untuk bisa bekerja sama, berinteraksi, saling menukar ide untuk mewujudkan satu aksi bersama. Jadi, semangat yang timbul pun berbeda dengan masa lalu yang cenderung vertikal, eksklusif, dan individualistis.

Pesan yang hendak disampaikan Hermawan adalah untuk menjadi seorang Citizen 4.0 memang diperlukan proses yang panjang. Tidak ada cara instan untuk mencapai tahapan tertinggi. Semua harus dilalui satu per satu dan melalui proses penyempurnaan diri secara terus menerus. Pada titik ketika seseorang mencapai kearifan tertentu, maka saat itulah dia bisa merefleksikan perjalanan hidupnya, kemudian berpikir tentang dunia sekelilingnya. Pada puncak kearifannya, seseorang mulai berpikir bagaimana membahagiakan orang lain di sekitarnya.

BACA : Membaca Marketing, Mengingat Antropologi

Kepingan hikmah yang saya temukan dalam buku ini selaras dengan apa yang saya temukan di buku-buku lain. Prinsip ini bukanlah hal baru. Saya teringat pada ajaran orang tua dan masyarakat kita untuk selalu berkata jujur, tidak menyakiti orang lain, berusaha membahagiakan siapa pun, serta menyayangi siapa saja. Inilah kaidah-kaidah moral yang diajarkan oleh masyarakat kita secara tradisional, dan ternyata menjadi prinsip humanis dalam dunia pemasaran.

Kehebatan para konsultan pemasaran  adalah kemampuan menyerap semua nilai-nilai kebaikan itu ke dalam segala tindakan promosi. Maka para pemasar hebat adalah mereka yang memahami para pelanggannya dengan amat baik, membangun pertemanan yang saling menguatkan, lalu meletakkan nilai-nilai persahabatan itu di atas segala hal yang menyangkut materi.

Kunci menjadi pemasar hebat adalah mendahulukan kepentingan konsumen, kemudian membahagiakannya. Maka bahagia itu akan menjalar juga ke diri Anda. Bahwa kesuksesan itu bukanlah dilihat dari berapa banyak uang yang Anda miliki, melainkan pada seberapa banyak kebahagiaan yang Anda tebar di sekeliling Anda.

Tulisan ini ditutup dengan satu kalimat menohok: sudah berapa banyakkah orang lain yang bahagia karena kehadiran Anda?




1 komentar:

kokorobby mengatakan...

hi, thank you for sharing

walisongo.ac.id

Posting Komentar