JIKA politik adalah seni mengelola
berbagai kemungkinan, maka apakah gerangan yang akan dilakukan oleh Setya
Novanto di tengah tudingan mencatut nama presiden dan wakil presiden? Mengingat
kelihaiannya berkelit terhadap sejumlah kasus yang nyaris menjeratnya, bisakah
kita menebak langkah-langkah yang akan dilakukannya.
***
DI hadapan wartawan dan kamera televisi,
Setya Novanto memberikan klarifikasi dengan mata berkaca-kaca. Barangkali, ia
berharap agar publik segera berempati dan menganggapnya sedang teraniaya.
Klarifikasi itu penting sebagai pesan yang akan dipantulkan kepada semua
jejaringnya. Ia memberi pesan penting bahwa dirinya sedang dalam krisis, dan
butuh dukungan banyak pihak.
Sebagai politisi senior, ia sudah banyak
makan asam-garam dunia politik. Sebagai the
man behind the gun, ia lebih layak berada di belakang layar dan menjadi
pengendali semua pergerakan. Tapi apa daya, hasrat untuk tampil di hadapan
publik demi apa yang disebut Abraham Maslow sebagai aktualisasi telah
membawanya untuk tampil ke depan. Ia lalu menjadi sorotan layar dan blitz
kamera para jurnalis. Ia mesti siap menghadapi sejumlah orang yang menguntit
langkahnya dan menebar paku dan duri di situ.
Setya Novanto dan Soeharto |
Sejarah hidupnya penuh lika-liku. Sejak masa
Orde Baru, ia telah eksis dan menjadi panitia penulisan buku Manajemen Presiden Soeharto. Sejatinya, ia bukan tipe intelektual.
Ia pebisnis tulen. Akan tetapi ia bisa saja memaksimalkan banyak sumberdaya
manusia demi merapat ke kekuasaan. Melalui buku, ia
menembus lingkaran Soeharto dan mendapat tempat khusus yang kemudian
melapangkan jalan bisnisnya.
Hingga berbagai rezim berganti, ia tetap
eksis. Yang dilakukannya adalah memaksimalkan kerja-kerja jejaring untuk
mencapai profit semaksimal mungkin. Dalam dunia politik, uang tak mengenal
tuan. Kata seorang politsi, ia mudah menggelontorkan uang ke mana-mana, menjaga kekuatan jaringannya,
lalu mengubah semua lawan menjadi sekutu yang akan melindunginya. Ia sukses di
bidang bisnis, lalu menggunakan materi
sebagai benteng untuk membangun kekuatan.
Nah, di saat dirinya tengah mengalami
krisis yang gencar diangkat media massa, ia pun telah memiliki satu protokol
untuk menghadapi masalah. Apakah gerangan yang akan dilakukannya? Bisakah kita menebaknya?
Pertama, sesegera mungkin memberikan
klarifikasi melalui media massa. Ia tak boleh menunda-nunda klarifikasi ini.
Sebab klarifikasi itu penting untuk mengulur waktu, sekaligus mengirimkan
sinyak kepada semua jejaringnya kalau dirinya tengah berada dalam masalah dan
menantikan bantuan serta dukungan. Pesannya ditangkap oleh koleganya seperti
Fadli Zon yang langsung bersuara keras.
Respon juga datang dari Aziz Syamsuddin
yang mulai mengancam Sudirman Said. Tak hanya itu, jejaring kuat dari Setya
pasti akan bekerja untuk menekan Freeport dari segala arah sehingga akan
menolak pernyataan Sudirman. Selama beberapa hari ini, beberapa sahabatnya akan
terus memojokkan Sudirman Said demi membuat wacana ini semakin mengambang.
Kedua, bangun lingkar inti. Dalam politik,
lingkar inti sangat penting untuk menjadi benteng bagi seseorang sebagai tempat
berlindung, sekaligus mengumpulkan amunisi lalu diterapkan dalam strategi
menyerang lalu bertahan. Dirinya pasti akan mendapatkan banyak masukan dari
sahabat-sahabatnya ahli hukum, serta para prajurit lapangan dan media massa
yang akan melancarkan counter attack secara simultan dengan berbagai strategi.
Salah satu rekomendasi dari lingkar inti
itu adalah ia mesti mengenali sejumlah tokoh kunci yang bisa mempengaruhi
bangunan politik. Ia tahu betul tentang kultur politik kita yang patron-client.
Makanya, ia langsung menyasar sejumah tokoh yang dianggapnya bisa mempengaruhi
kekuatan. Tentunya, sosok paling penting yang harus ditemuinya adalah Presiden
Joko Widodo. Hanya saja, sebelum menemui presiden yang dahulu dianggapnya lemah
itu, ia akan menyisir sejumlah pihak lain yang juga punya pengaruh.
Sosok pertama yang ditemuinya adalah
Wapres Jusuf Kalla. Media massa menyebut dirinya sedang memberikan klarifikasi.
Seorang teman di lingkar wapres membisikkan pesan kalau Setya datang untuk
meminta bantuan, yang langsung ditampik oleh JK. Media massa menulis laporan
bahwa JK seolah membantunya, melalui pernyataan kalau Setya menemui pihak
Freeport dalam kapasitas sebagai pribadi, bukan sebagai Ketua DPR. Yang terjadi
adalah JK menampik.
Langkah berikutnya adalah menemui Megawati
dan Surya Paloh. Minimal, dua tokoh ini bisa membantu untuk meredam gejolak di
parlemen. Sebab selagi parlemen bergejolak, ia bisa kesulitan menyusun
langkah-langkah taktis untuk keluar dari permasalahan yang membelitnya.
Dukungan Surya Paloh sangat penting untuk mengendalikan sejumlah pihak seperti
Kurtubi yang dianggap paling menguasai peta bisnis minyak. Pertanyaannya,
apakah mereka bersedia untuk kompromi? Entah. Dalam dagang, kompromi bisa
dilakukan kalau keduanya sama-sama mendapat keuntungan. Jika tidak, tak ada kesepakatan.
Ketiga, beberapa politisi akan disiapkan
untuk berperan sebagai counter attack
sembari terus melakukan kampanye negatif terhadap Sudirman Said. Di zaman SBY,
peran-peran sebagai penggempur ini sukses dimainkan oleh Ruhut Sitompul. Dalam
konteks Setya, dua sosok serupa Ruhut itu akan dimainkan Aziz syamsuddin dan
Fadli Zon. Kedua sosok ini akan menyerang Sudirman, sekaligus mengendalikan
kekuatan Majelis Kehormatan DPR, yang notabene diisi oleh orang-orang partai. Akan sulit mengharapkan ‘jeruk makan jeruk.’
Tentu saja, beberapa intelektual asongan
akan dihadirkan di televisi demi mengeluarkan opini ‘seolah-olah cerdas dan
bijak’, namun sengguhnya telah dikendalikan semua arah pembicaraan. Lagi-lagi,
yang diharapkan adalah dukungan publik yang akanterbelah dan memberikan
dukungan. Tentu saja, semua media memiliki daftar para intelektual yang
analisisnya bisa diisi dan dikendalikan.
Keempat, kendalikan opini media. Sebagaimana
dikatakan Hitler, kebenaran adalah kebohongan yang dikalikan seribu. Artinya,
gunakan media massa untuk selalu menggemakan kebenaran versinya, yang merasa
dijebak oleh menterinya Jokowi. Hadirkan simpati publik melalui strategi
mengatur berita di newsroom yang diharapkan isa menjadi wacana nasional.
Munculkan narasumber yang bisa memantulkan berbagai isu dan mengemasnya menjadi
senjata.
Untuk peran-peran ini, tivi berlogo warna merah
sebagai pemantul berbagai isu yang dirancang oleh tim lingkar inti Setya. Sejak
masa kampanye pilpres, peran-peran membalik opini melalui media ini sukses
diterapkan di televisi ini. Makanya, jangan kaget jika selama beberapa hari
ini, televisi akan dipenuhi diskusi yang narasumbernya Aziz Syamsuddin dan
Fadli Zon. Yang juga diperlukan adalah tim analis media yang selalu memberikan
report tentang kecenderungan diskursus liputan media. Ketika liputan itu selalu
memojokkan, maka dicarilah newspeg
atau cantolan isu yang menyanggahnya.
Kelima, bangkitkan cyber army untuk membalas semua komentar di media sosial. Lingkar
inti akan menyuplai informasi ke sejumlah jenderal pasukan media sosial yang
kemudain membuat postingan di berbagai kanal social media. Gunakan para haters yang sudah terlatih untuk
menyebar fitnah ke mana-mana. Rekrut para pembuat meme, opinion leader di media sosial yang lalu mengeluarkan berbagai
jurus postingan untuk menggempur semua warga media sosial yang kerap berkicau
dengan status.
Dalam politik, semua hal bisa jadi
kebenaran sepanjang dikicaukan terus-menerus. Arahkan semua postingan kepada
warga media sosial yang lugu dan mau-mau saja menerima semua informasi. Arahkan
postingan ke massa fanatik Koalisi Merah Putih (KMP) yang selama ini masih
setia melancarkan caci dan kritik pada pemerintah. Media sosial harus dikuasai
dengan gerak cepat.
Keenam, gunakan operasi senyap untuk
melobi sejumlah pebisnis yang dekat dengan Freeport. Bagaimanapun juga,
perusahaan akan selalu memilih jalan aman yang memungkinkannya untuk tetap
mendapatkan profit besar. Tawarkan konsesi baru ke perusahaan itu yang bisa
mengamankan kedua belah pihak, serta menjadikan pemerintah tersandera. Dengan
kekuatan parlemen serta politik yang dimilikinya, bukan tak mungkin kalau
Freeport bisa kembali bekerjasama. Setelah konsesi dicapai, bersama-sama secara
simultan menghadapi pemerintah yang tentunya akan terkeung dari banyak sisi.
Ketujuh, langkah terakhir yang akan
dilakukan setelah semua strategi itu ditempuh adalah membawa amunisi itu ke
hadapan pemerintah, dalam hal ini presiden. Tawarkan konsesi yang
menguntungkan. Kalau iming-iming tidak efektif, keluarkan senjata terakhir
yakni dukungan penuh dari partai kuning. Katakan pada pemerintah bahwa partai
kuning itu akan menjadi fanboy dan
pendukung paling setia pemerintah, sepanjang kasus itu diputihkan. Langkah ini
diyakini akan efektif sebab Setya punya track
record yang bisa menjadi penengah. Dirinya diyakini menjadi calon kuat
Ketum Golkar, yang akan melengserkan Aburizal dalam waktu dekat ini.
***
TENTU saja, ini cuma wacana. Saya hanya
menebak-nebak langkah-langkah politik yang akan dilakukannya. Bagaimanapun
juga, politik kita tertutup kelambu sehingga dinamika dan pergumulan di
dalamnya sepi dari pantauan publik. Yang dilihat publik adalah liputan media
massa, yang sebenarnya telah mengalami sensor, pengaturan, serta telah
dikendalikan demi menguasai opini dan persepsi.
Yang terjadi sesungguhnya adalah berbagai
adu strategi dan taktik yang senyap, tak banyak diketahui, serta melibatkan
permainan poltiik tingkat tinggi yang hanya diketahui segelintir orang. Tentu
saja, blunder Setya Novanto mengharuskan dirinya untuk membuat kompromi paling
maksimal demi lolos dari persoalan yang wacananya kian membesar dan mulai
menikamnya perlahan-lahan.
Kembali, sosok pengendali semua irama ini
adalah Presiden Jokowi dan Wapres JK yang dengan dingin mengarahkan semua bidak
catur. Nampaknya, mereka membaca Sun Tzu yang pernah berkata, “Kenali dirimu dan kenali lawanmu, maka kamu
akan memenangkan pertempuran.” Kedua orang ini tahu betul kalau semua politisi
pasti punya celah yang ketika disentil, maka pastilah akan kalang kabut dan
sibuk lobi sana sini. Publik pun gampang disulut emosinya sehingga terjebak
dalam debat-debat yang tak penting.
Di saat bersamaan, pemerintah bisa melenggang-kangkung
tanpa harus ikut-ikut sibuk seperti mereka. Pemerintah hanya tersenyum dan
bertindak serupa macan yang tengah menanti saat paling tepat untuk menerkam,
ataukah membiarkan mangsanya berputar-putar di arena yang telah dipahami semua
sudut-sudutnya.
Medan, 17 November 2015
Catatan:
Foto diambil dari halaman facebook Made Supriatma.
0 komentar:
Posting Komentar