Keajaiban Istana Semut di Merauke


berpose di dekat istana semut

SELALU saja ada yang baru di Merauke, Papua. Untuk pertama kalinya saya menyaksikan bangunan menakjubkan yang dibuat oleh semut-semut. Namanya Musamus, yang dalam bahasa Merauke bermakna istana semut. Lebih menakjubkan lagi saat mengetahui kalau rumah semut ini menjadi lambang daerah, sekaligus nama universitas yang ada di Merauke.

Di daerah lain, nama universitas selalu diambil dari nama pahlawan. Tapi Merauke sengaja memilih nama semut demi menggambarkan betapa digdayanya hewan mungil yang sanggup membuat bangunan yang jutaan kali lebih besar dari badannya. Saya merasakan ada penghormatan kuat pada alam, sikap rendah hati dan mau belajar pada mahluk selain manusia, serta apresiasi pada siapapun yang membuat karya hebat. Di Merauke, ada apresiasi seta penghormatan besar pada semut.

Saya tba-tiba saja teringat pada penulis Don Tapscott salah satu penulis yang paling disukai Al Gore, peraih nobel yang juga mantan Wapres Amerika Serikat. Dalam buku Wikinomics (2004) dan Grown Up Digital (2009), ia menyebutkan bahwa organisasi paling hebat saat ini memiliki skema kerja seperti semut membangun sarang. Ia mencontohkan Wikipedia dan Google sebagai satu bangunan, yang pekerjanya datang dari mana saja, content-nya diperkaya oleh ribuan orang dari banyak penjuru yang kemudian secara bersama menjadikan dua perusahaan itu sebagai perusahaan raksasa. Dua perusahaan itu meniru kerja semut membangun istana. Hah?

***

Istana semut itu saya saksikan dalam perjalanan menuju Papua New Guinea, tepatnya di Taman Nasional Wasur. Bentuknya berupa gundukan tanah, yang tingginya melebihi tinggi manusia. Saat saya dekati, ternyata istana semut itu cukup kokoh. Saat saya panjati, istana itu tidak runtuh. Istana ini ternyata menjadi tempat tinggal bagi ribuan semut. Di dalamnya terdapat banyak lorong-lorong serta lubang-lubang yang berfungsi sebagai pintu masuk.

Bahan dasarnya adalah tanah, serta beberapa ranting yang dipungutnya di sekitar situ, lalu menyusunnya hingga menjadi bangunan ini. Konon, semut ini merekatkan smeua material dengan ludahnya, demi membentuk satu rumah benteng yang sangat kokoh. Saking kokohnya, istana semut ini tahan menghadapi berbagai cuaca. Tak hanya itu, saat hutan terbakar, istana ini tetap saja kokoh dan semut-semut di dalamnya tetap aman.

Melalui beberapa situs, saya menemukan kepingan informasi kalau hewan yang membuat bangunan ini bukanlah semut, melainkan rayap. Tapi warga Merauke lebih suka menyebutnya semut. Rayap yang membuat bangunan itu adalah jenis rayap Macrotermes sp. Berbeda dari rayap biasa yang merupakan serangga pengganggu yang suka merusak berbagai jenis benda berbahan kayu bahkan rumah kita, di Merauke rayap hidup mandiri di hutan dan membangun rumahnya sendiri yang disebut Musamus. Konon, musamus hanya bisa ditemukan di Afrika dan Indonesia. Terkhusus Indonesia, musamus hanya ada di Merauke. Nah, betapa hebatnya khasanah pengetahuan hewan yang lalu menginspirasi manusia untuk menghasilkan kerja-kerja hebat.


Di Merauke, saya menemukan filosofi yang menarik atas musamus. Kata seorang warga, pesan yang hendak disampaikan rayap itu sangat indah, yakni “Jangan lihat siapa saya, tapi lihatlah apa yang saya kerjakan.” Pesan itu sangat kuat sebab rayap memiliki tubuh kecil, namun bisa menghasilkan sesuatu yang raksasa. Pesan ini menginspirasi manusia untuk tidak memandang yang lain dari fisik yang kecil, melainkan lihatlah karya-karya besar yang bisa dilahirkan.

Pesan lain yang juga kuat muncul dari cara kerja rayap membangun istananya. Ternyata, rayap itu membangun istana di waktu malam, lalu menghilang saat siang. Pesan yang saya tangkap adalah saat melakukan satu kerja-kerja hebat, anda tak perlu menggembar-gemborkan diri, tak perlu meninggikan diri, dan berharap dilihat serta dipuji orang lain. Lakukanlah yang terbaik, dan biarkan orang lain terkagum-kagum melihat karya anda.

Betapa hebatnya rayap di Merauke. Salut untuk mereka.

***

SEUSAI menyaksikan rumah semut di Merauke, Papua, saya lalu membuka-buka dua buku yang ditulis Don Tapscott. Dalam Wikinomics (2004) dan Grown Up Digital (2009), ia menjelaskan tentang perubahan skema kerja organisasi seiring dengan abad digital yang sedang mengepung kita. Tapscott menyebut tentang pentingnya membangun satu platform kerja yang asas utamanya adalah kolaborasi, kerja-kerja berjejaring (networking), serta perlunya membangun satu relasi, serta inovasi di berbagai ranah.

Ia mencontohkan Wikipedia. Sebagai satu ensiklopedi maya terbesar, yang dilakukan Wikipedia adalah menyediakan satu platform di mana orang-orang dari seluruh dunia bisa menjadi konsumen informasi sekaligus produsen yang bisa menentukan bangunan perusahaan yang akan dibangun. Wikipedia memungkinkan semua orang untuk mengisi content, meng-update, lalu bekerja secara kolaboratif untuk menghasilkan content yang hebat. Para pengisi content tak slaing mengenal, namun mereka punya misi yang sama untuk menyajikan informasi terbaik, sekaligus menyempurnakan berbagai lalu lintas informasi di Wikipedia.

dua buku karya Don Tapscott

Dalam Grown Up Digital, Tapscott secara spesifik menyebut lahirnya Net Generation, generasi muda era digital yang terbiasa bekerja dan bermain secara berjejaring, namun punya kemampuan inovasi hebat yang mengejutkan. Generasi ini adalah konsumer sekaligus produsen yang mengolah energi kreatifnya dalam satu platform, lalu membangun koneksi di mana-mana.

Kata Tapscott, Net Generation ini tidak terbiasa dengan kerja-kerja di bawah satu komando, bekerja dengan konsep bermain, yang akan terus membuat mereka belajar dengan cara-cara unik dan kreatif, lalu membangun kolaborasi dan jaringan, melalui berbagai kanal informasi. Lahirnya generasi ini harusnya bisa memicu revolusi dalam banyak aspek, mulai manajemen, pedagogi (pendidikan), politik, bisnis, hingga bagaimana mengelola organisasi.

Generasi ini membutuhkan satu platform kolaborasi, yang kemudian bisa membuat mereka selalu menang dalam berbagai ranah pertempuran. Dekade abad ini, kita sama melihat ada banyak anak muda yang sukses menjadi miliader berbekal kemampuannya membangun platform kerja yang kolaboratif, berorientasi pada pelayanan, serta kekuatan gagasan. Itu hanya bisa lahir dalam sistem yang adaptif, dan tak ada hierarki kaku.

Saya rasa Don Tapscott memperhatikan cara kerja semut yang membangun sarang. Para semut itu bekerja secara kolaboratif. Mereka menentukan satu misi bersama, tanpa ada sesuatu yang dominan. Mereka sama-sama bekerja dengan passion tinggi, lalu menghasilkan karya-karya hebat yang barangkali sebelumnya tak pernah mereka bayangkan. Namun saya yakin kalau Tapscott belum pernah menyaksikan musamus di Merauke. Jika melihatnya langsung, saya membayangkan dirinya akan berteriak kegirangan, mengambil stabillo, lalu menandai bagian-bagian penting yang dikemukakannya, serta kembali mengolah berbagai informasi baru.

Yang pasti di Merauke, ada pelajaran berharga dari istana-istana semut.


Bogor, 11 November 2015



4 komentar:

momogrosir mengatakan...

setau saya sarang semut itu bisa dijadikan obat kan?

Lita Chan Lai mengatakan...

Sarang semut itulah yang selalu bikin aku pengen ke merauke....semoga aku bisa ke sana.

Arif mengatakan...

Setiap kali membaca tulisan bang Yusran, saya selalu bermimpi kapan bisa menulis seperti ini, begitu mengalir sehingga membuat pembaca seakan berada dilokasi kejadian.

Mad Solihin mengatakan...

Wah bagus mas ulasannya .. Smoga saja bisa bekerja dengan filosoffi semut di atas .. Hehe

Posting Komentar