Senyum Manis di Jungleland




PEREMPUAN itu tersenyum manis ketika kamera saya arahkan kepadanya. Di Jungleland, tempat wisata yang penuh wahana bermain di Sentul, Jawa Barat, ia menjadi penari yang berbaju warna-warni. Beberapa detik kemudian, ia menuju panggung dan mulai menari. Gerakannya membuat saya terperangah. Wow.

Perempuan itu bekerja sebagai penari yang bisa melipat-lipat tubuhnya. Ia memeragakan gerak serupa kayang, lalu mengangkat kaki tegak lurus ke atas, serupa gerakan seorang penari balet yang lentur. Ia juga bersalto, yang gerakannya mengingatkan saya pada Nadia Comanechi, pesenam asal Rumania yang pernah mendapatkan nilai sempurna di ajang Olympiade.

Jungleland adalah wisata bermain yang mulai marak dikunjungi banyak orang. Kemarin, saya berkunjung ke areal wisata ini sembari membawa keluarga. Saya terpengaruh oleh brosur yang menyebutkan bahwa lokasi wisata ini lebih luas dari taman bermain yang terletak di Ancol, Jakarta. Ternyata, promosi itu memang benar.

Di areal parkiran bisa saya saksikan kalau pengunjung Jungleland kebanyakan berasal dari Jakarta. Maklumlah, posisi tempat bermain ini tak jauh dari pintu tol Sentul sehingga mudah ditemukan. Daya tarik utama tempat ini adalah alamnya yang masih sangat hijau lestari, hawa segar pegunungan, serta tempat bermain yang penuh dengan berbagai wahana.

Yup, di areal seluas 35 hektar, saya menemukan begitu banyak permainan. Sejak di loket masuk, saya sudah dibekali peta yang menampilkan semua wahana bermain. Tempat pertama yang saya kunjungi adalah tempat bermain untuk anak-anak. Semua wahana dibuat berukuran kecil dan memang hanya bisa dinaiki oleh anak-anak. Di banding tempat hiburan lain, tempat ini sangat ramah pada anak.

Saya melihat ada banyak permainan yang khusus digunakan oleh anak-anak. Di situ anak saya sangat senang dan mencoba semua wahana. Ia mencoba kereta, mobil balap, mobil yang bisa melompat, sepeda helikopter, mobil yang digunakan Optimus Prime dalam kisah Transformer, kincir angin, hingga komidi putar. Ia menikmati saat-saat mencoba permainan itu, serta tersenyum ceria saat turun. Ia selalu mengulang-ulang kalau dirinya berani mencobanya. Yah, semoga kelak ia akan berani dalam berbagai lapangan kehidupan.





Wahana selanjutnya yang saya kunjungi adalah beberapa wahana ekstrim. Ada pesawat yang bisa berputar 360 derajat, ada bandul yang bisa mengayun tinggi dan berputar, ada pula rumah jalangkung yang di dalamnya terdapat banyak pocong, dedemit, serta hantu. Sayang, saya tak berniat untuk mencobanya. Saya memilih untuk melihat-lihat histeria orang-orang yang mencobanya. Yang saya pikirkan adalah dalam diri orang dewasa, selalu ada hasrat untuk bermain, histeris, lalu tertawa lepas. Hidup menjadi lebih plong.

Puas menyaksikan berbagai wahana, saya lalu singgah ke rumah dinosaurus. Wahana ini lebih edukatif sebab menampilkan berbagai patung dinosaurus yang bisa menggerakkan badannya. Ada pula T-Rex yang bisa berteriak keras dengan suara yang menggelegar. Saya tiba-tiba saja ingin bertanya, bagaiamana sampai pembuat patung ini tahu suara dinosaurus? Kalau bentuk tubuh, maka bisa dirancang dengan melihat fosil. Lantas, bagaimana dengan suara?

Hingga akhirnya, saya bertemu dan terperangah menyaksikan perempuan penari itu.

Di area ini, tarian, karnaval, drama, serta parade kostum menjadi menu hiburan yang kerap ditampilkan. Seusai menari, perempuan itu ikut dalam rombongan karnaval. Ia berganti baju yang lain. Di sepanjang karnaval ia akan tersenyum ceria pada semua pengunjung. Nampaknya, tugasnya adalah menghibur semua orang agar sejenak melupakan segala gundah.







Ketika pengunjung dipersilakan untuk mengambil gambar, saya lalu mendekatinya. Setelah mengambil beberapa pose, saya memberanikan diri untuk bertanya sesuatu. Ia pun merespon pertanyaan itu dengan baik. Nampaknya, tugasnya memang membahagiakan semua orang.

“Apakah semua penari harus bahagia?” saya bertanya.
“Iya. Tugas kami kan untuk membahagiakan semua orang,” katanya.
“Trus, seusai menari, apakah kamu juga bahagia?”
“Iya. Saya bahagia,”
“Kalau kamu sedang tak bahagia, apakah harus tetap memaksakan diri untuk tersenyum?”

Ia tiba-tiba saja terdiam. Mukanya memerah. Entah, apakah pertanyaan itu salah ataukah benar. Yang pasti, ia langsung bergerak ke arah lain. Ia masih sempat tersenyum kepada seorang pengunjung, setelah itu bergerak ke arah satu bangunan. Saya tiba-tiba merasa bersalah. Barangkali ia sedang bersedih. Barangkali pula, pertanyaan saya tiba-tiba membuka satu lapis kesedihan dalam dirinya. Entahlah. Saya tak ingin berspekulasi.

Di ufuk sana, matahari tampak memerah. Saatnya bergegas pulang. Tiba-tiba saja saya teringat bahwa saya belum tahu nama perempuan itu. Saya juga belum mencatat nomor hapenya. Ah, semoga kelak bisa bertemu lagi.


Bogor, 18 Juli 2015

0 komentar:

Posting Komentar