Supernova, Gelombang, dan Kenanganku Atas Dewi Lestari



KISAH terbaru Supernova: Gelombang karya Dewi Lestari ini serupa jendela yang membuatku melesat ke banyak tempat, seperti desa kecil di Sumatra Utara, lalu ke Jakarta, hingga Ithaca (New York). Yang kusuka dari novel ini adalah dunia batin seorang pemuda yang di dalamnya ada pergolakan antara aspek mistik dan aspek rasio yang dikisahkan dengan cara memikat. Tanpa sadar, aku telah belajar banyak budaya Batak.

Kali ini, aku tak ingin bahas novel yang kubeli kemarin. Saat menimang novel itu, aku terkenang banyak hal. Novel-novel karya Dewi Lestari memiliki banyak pertalian dengan anakku Ara. Saat dirinya masih berupa janin, ibunya ngidam untuk bertemu dengan penulis Dewi Lestari. Kami orang biasa, dan dia adalah artis dengan reputasi besar sebagai penulis. Tapi aku harus mempertemukan istriku dengan Dewi. Ini mission impossible.

Lantas, apa yang kulakukan?

***

HARI itu, di tengah-tengah kelas bahasa Inggris, istriku menelepon. Ia mengabarkan bahwa dirinya tengah hamil. Hatiku mekar. Semesta seolah penuh dengan warna-warni. Aku bergegas pulang untuk menemuinya. Ia lalu bercerita tentang harapan-harapannya atas anak kami kelak. Aku menanam tekad dalam hati untuk menjadi ayah terbaik baginya.

Beberapa hari berikutnya, istriku mengajukan permintaan aneh. Ia ingin bertemu dengan Dewi Letari, sang pengarang Supernova. Sebelumnya, ia ingin mencicipi buah strawberry, yang dengan mudah kusanggupi dan kupenuhi. Tapi bertemu seorang pengarang dan artis membuatku terdiam. Aku tak tahu harus menjawab apa. Akhirnya kuiyakan permintaannya sembari memutar otak, apakah gerangan yang akan kulakukan. Jika permintaanya adalah ngidam, maka ke ujung dunia pun pasti akan kupenuhi.

Hari itu, aku tengah mengambil kelas bahasa sebagai persiapan untuk melanjutkan sekolah ke luar negeri. Sponsor beasiswaku memintaku untuk belajar bahasa Inggris di Lembaga Bahasa Internasional (LBI) UI di Salemba. Sebagai pengantin baru, aku meminta istriku untuk datang menyusul. Kami tinggal di Jalan Kramat Sentiong, tak jauh dari Salemba. Setiap minggu adalah petualangan menelusuri Jakarta, di sela-sela belajar bahasa. Baru beberapa hari di Jakarta, satu noktah kehidupan berdenyut di rahim istriku. Kini, ia mengajukan beberapa permintaan yang membuatku terdiam.

Di kampung kami, permintaan seorang istri saat hamil ibarat titah yang tak mungkin dilanggar. Melanggar permintaan itu adalah pantangan bagi kami. Di sebelah rumahku, ada seorang anak yang likurnya menetes terus. Kata ibuku, pernah ada masa ketika keinginan anak itu tak terpenuhi. Yakni masa ketika anak itu masih menjadi menjadi janin. Ayahnya tak bisa memenuhi keinginan anak itu melalui ibunya. Ayahnya juga tak punya alternatif untuk menggantikan keinginan itu dengan hal lain yang juga membahagiakan ibunya. Maka liur anak itu selalu menetes.

Entah, apakah ibuku benar dengan kisah itu. Yang pasti, diriku sejak dulu percaya bahwa permintaan istri saat ngidam wajib untuk dipenuhi. Barangkali, ini hanya mitos. Tak ada kaitan dengan nasib dan takdir seorang anak yang keinginan ibunya tak terpenuhi. Akan tetapi, mitos itu telah menghamparkan satu nilai penting dalam kebudayaan kami bahwa seorang suami mesti melayani, mengasihi, dan memenuhi harapan-harapan istrinya agar bunga-bunga kebahagiaan tetap bersemi dan janin akan selalu sehat di dalam tubuh seorang ibu yang senantiasa gembira.

Bagaimanakah mempertemukan istriku dengan Dewi Lestari?

Pada saat itu, kami belum lama ke Jakarta. Dkarenakan terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa internasional, aku harus tinggal di Jakarta selama enam bulan untuk memperdalam kemampuan bahasa. Aku belum hapal peta-peta jalan. Ketika istriku ingin bertemu Dewi, aku langsung mengiyakan. Aku paham bahwa Jakarta ibarat labirin yang bisa membuat orang-orang kehilangan arah. Namun, aku tak punya pilihan. Istriku harus bertemu Dewi.

Aku lalu melacak Dewi melalui dunia maya. Aku menyapanya di twitter. Kuikuti blognya. Kubaca dan kucatat semua agendanya. Suatu hari ia ikut menyapaku di twitter. Ia mengundangku untuk hadir di acara diskusi bukunya di Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang, dekat rumahnya. Ia akan menyempatkan waktu untuk ngobrol dan ngopi-ngopi. Langsung kucatat tanggal itu. Kubatalkan semua agenda apapun. Bagiku, memenuhi ngidam seorang istri lebih penting dari apapun. Ini akan menentukan masa depan anakku. Ini meyangkut kehidupan, serta masa depan.

Meskipun mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menyewa taksi, kami tiba di satu mal di BSD, pada hari itu. Istriku bertemu dengan Dewi. Tak hanya diskusi, Dewi sempat menyanyi di hadapan pengunjung mal. Malah, kami juga sempat menyapa Keenan, putra Dewi yang saat itu masih balita. Istriku juga berfoto dengannya. Aku menyaksikan semuanya dengan riang.

Dua minggu setelah anakku lahir, aku berangkat ke luar negeri. Kami terpisah selama setahun. Saat anak kami berusia tiga bulan, istriku pertama kali membawanya ke toko buku demi membeli novel Supernova terbaru yang berjudul Partikel. Aku hanya bisa melihat fotonya. Senyum mereka adalah senyum –yang entah kenapa—selalu ajaib sebab bisa mengatasi masalah sebesar apapun yang kuhadapi.

***

HARI ini kutimang episode Supernova terbaru. Judulnya Gelombang. Aku sudah membacanya hingga separuh. Novel ini sukses membuatku begadang demi mengikuti perjalanan seorang anak muda bernama Alfa yang mewarisi kesaktian ala Batak kuno, serta kecerdasan seorang anak modern. Tak sabar untuk segera menuntaskan kisah dan petualangannya.

empat tahun silam, saat istriku bertemu Dewi Lestari

Untungnya, istriku tidak sedang ngidam. Aku malah khawatir kalau saat ngidam berikutnya, permintaannya akan direvisi. Boleh jadi ia tak ingin bertemu Dewi. Boleh jadi, ia ingin agar suaminya menulis kisah seperti Supernova. Jika ia menginginkan itu, pastilah aku akan kembali lama terdiam, sembari bertanya dalam hati hendak memulai dari mana.


Bogor, 18 Oktober 2014

2 komentar:

Imam Rahmanto mengatakan...

Keren bisa ketemu penulisnya langsung, Bang.
Buku #Gelombang itu, teman saya sudah ada yang punya. Malah dipesan online. Tapi sampai kini saya masih belum sempatkan baca. Hehehe...masih dalam daftar tunggu. :D

Nur Terbit mengatakan...

Luar biasa. Sudah pernah saya baca artikel ini tapi baru sekarang meninggalkan komentar. Apa komentar saya? Ya luar biasa artikel ini hehe....salam.

Posting Komentar