Kisah Ajaib Mantan Pembom Ikan

Tulisan ini terpilih sebagai pemenang XL Awards 2014. Berita tentang pengumuman lomba itu, bisa dicek DI SINI dan DI SINI.

seorang nelayan tengah memandang laut di Pulau Badi

DI Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, terdapat kisah menakjubkan tentang seorang nelayan. Tadinya, ia kerap membom ikan demi mendapatkan hasil panen berlimpah. Namun sejak melihat poster iklan XL tentang Internet Ngebut, hidupnya berubah drastis. Berkat teknologi, ia lalu mengubah hari-harinya hingga menjadi lebih bermakna dan menginspirasi semua orang.

***

LELAKI itu masih berdiri di tepi Pantai Pulau Badi di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, ketika kuhampiri. Ia sedang memandang ke tengah laut, di mana ia melihat bebrapa kapal layar jenis phinisi sedang mendekat ke pulau itu. Ia lalu tersenyum saat melihat kapal itu berdatangan. Ia mengajakku ke dermaga demi melihat kapal-kapal itu.

Di dermaga kecil di pulau itu, beberapa kapal membuang jangkar. Di tengah hamparan pasir putih indah, yang air lautnya nampak serupa kaca bening dan menampakkan terumbu karang di dasarnya, anak muda itu lalu bercakap dengan beberapa orang di kapal. 

Nampaknya mereka membahas tangkapan ikan yang lebih dari biasanya. Ketika aku mendekat, anak muda itu berbisik, “Alat ini tak pernah salah.” Ia menunjukkan alat GPS serta fishfinder yang menjadi rahasianya sehingga mendapat ikan lebih banyak dari nelayan lainnya.

GPS yang ditunjukannya bisa menentukan berbagai posisi ikan. Kemudian, alat fishfinder bisa mendeteksi lautan, lalu memberikan informasi di mana posisi ikan. Berkat dua alat itu, ia selalu mendapatkan tangkapan ikan yang berlimpah. Selama beberapa bulan mengoperasikan alat itu, ia akhirnya bisa membeli kapal, lalu mengajari nelayan lain sehingga hasil tangkapan melimpah.

Aku terperangah. Lelaki itu pemilik beberapa kapal penangkap ikan. Untuk soal pengetahuan, ia amat ringan tangan untuk berbagi pada sesama. Ia membantu nelayan lain agar menguasai beberapa perangkat teknologi sehingga bisa mendapatkan panen yang lebih banyak ketimbang sebelumnya.

Namanya Daeng Baco. Usianya sekitar 50-an tahun. Ia bercerita banyak hal tentang dirinya. Dahulu, ia adalah pembom ikan yang beroperasi di sekitar Keplauan Spermonde. Ia melalangbuana ke banyak pulau dengan bom di tangan. Ia gembira ketika melempar bom, sebab air dan pecahan karang akan berhamburan ke udara laksana letusan gunung. 

Sedetik kemudian, ikan-ikan mengambang di lautan yang langsung dikumpulkan lalu di jual. Ia tak peduli ketika karang-karang ikut mati dan berhamburan. Yang dipikirkannya hanya keuntungan.

Spermonde (archipelago shelf) adalah surga bagi wisatawan, tapi kerap kali menjadi neraka bagi biota laut. Dahulu, Kepulauan Spermonde memiliki tingkat keragaman karang yang cukup tinggi dimana terdapat total spesies 262, seperti yang pernah dicatat oleh peneliti Moll (1983). Kini, keadaan kepulauan ini cukup memprihatinkan karena ulah warga pulau sendiri.

Daeng Baco berkisah, banyak nelayan yang memilih jalan pintas ketika menangkap ikan. Mereka menggunakan alat yang tidak ramah lingkungan seperti bahan peledak (bom), racun sianida (bius ikan), trawl, dan lain-lain. Mengapa? “Kalau pakai bom, tidak perlu capek lempar jala, trus menunggu ikan. Cukup lempar bom, terus tunggu hasilnya,” katanya.

kapan nelayan di Pulau Badi

Praktek menangkap ikan seperti ini selain merusak ekosistem terumbu karang juga telah menimbulkan kerugian ekonomi, memicu berbagai perselisihan dan konflik social. Bila keadaan ini dibiarkan terus maka diperkirakan dalam waktu 15 tahun ke depan terumbu karang Indonesia akan habis.

Menurut satu publikasi, di Provinsi Sulawesi Selatan, penangkapan ikan tidak ramah lingkungan merupakan masalah yang sangat sulit untuk diatasi. Perusakan terumbu karang akibat bom dan bius masih banyak dilakukan. Namun, pendekatan lewat birokrasi jelas tidak efektif. Yang harus dilakukan adalah bagaimana meningkatkan ekonomi nelayan sehingga meninggalkan praktik membom ikan. Bagaimanakah caranya?

Bermula Iklan XL

Daeng Baco terpekur ketika mengisahkan titik balik. Sebagai alumni satu universitas swasta di Makassar, ia memang memilih kembali ke pulau sebagai nelayan biasa. Sayangnya, selama beberapa tahun, ia belum mendapatkan nafkah yang memadai bagi keluarganya. Ia jujur mengakui kalau titik balik itu bermula dari iklan XL tentang internet seru. Ia lalu penasaran dengan iklan itu. 

Dipikirnya, internet itu adalah sesuatu yang mahal. Ternyata, internet adalah sesuatu yang murah dan terjangkau. Lebih menyenangkan lagi, sinyal XL bisa menjangkau berbagai pulau-pulau sehingga warga bisa mengaksesnya setiap saat dengan biaya murah.

Saat itu, ia lalu menelusuri berbagai situs yang membahas tentang nelayan. Ia tersentak saat mengetahui tentang adanya berbagai kemudahan bagi nelayan. Ia mendapat informasi tentang nelayan di luar negeri yang menggunakan berbagai perangkat teknologi tinggi seperti GPS, radar kelautan, fishfinder, kompas, dan beberapa aplikasi di android.

Batinnya seolah menyala-nyala. Pengalaman nelayan di negara lain telah memperluas cakrawa berpikirnya untuk melihat berbagai kemungkinan-kemungkinan yang tidak ditempuh para nelayan tradisional di Pulau Badi. Kebanyakan nelayan hanya bertahan dengan sistem penangkapan ikan ala tradisional, yang justru memiliki struktur sosial yang kadang tidak memberi ruang bagi nelayan untuk berkembang.

Melalui situs online, Daeng Baco lalu memesan perangkat fishfinder. Perangkat teknologi ini adalah buatan Korea yang harganya cukup mahal yakni antara lima hingga sembilan juta rupiah. Tapi ia berpikir kalau apa yang dilakukannya adalah dalam rangka investasi. “Saya melihat teknologi sebagai satu harapan untuk mendapatkan hasil lebih di dunia nelayan. Mudah-mudahan saya bisa berhasil,” katanya.

Ternyata, ia memang berhasil. Meskipun mulanya ia kesulitan mengoperasikan, seriring waktu ia mulai bisa beradaptasi. Ia menekankan bahwa teknologi bisa sangat ramah bagi penggunanya ketika diakrabi, dipelajari, dan dipahami. Menurutnya, semuanya teknologi punya prinsip yang sama yakni memudahkan pekerjaan  manusia. Ia yakin ketika kita memahami prinsipnya, maka teknologi akan sangat membantu kehidupan.

pantai indah Pulau badi, Kep Spermonde, Sulsel

Alat fishfinder yang dibelinya itu  menggunakan gelombang suara mikro-magnetik dalam mencari keberadaan ikan laut. Alat ini telah lama dimiliki oleh nelayan asing, dan telah diterapkan untuk memaksimalkan tangkapan. Alat ini  bisa memberikan informasi tentang keberadaan ikan, suhu air, serta kedalaman air. Konon, kemampuan alat itu adalah bisa melacak ikan hingga kedalaman 1.500 meter, dengan cara menenggelamkan sensor pada kedalaman satu hingga dua meter.

Hebatnya, Daeng Baco tak ingin sukses sendirian. Ia berbagi pengalaman kepada para nelayan lainnya. Ia mempromosikan gagasan bahwa teknologi penangkapan ikan hanyalah bagian kecil dari keajaiban-keajaiban yang dihadirkan internet. 

Yang penting, para nelayan mesti sabar untuk menelusuri beragam informasi, tahu apa yang dibutuhkannya, lalu bisa menemukan hal-hal yang bisa membantu kehidupan seseorang.

Di pelabuhan kecil Pulau Badi di Kepulauan Spermonde, aku merasa beruntung bisa bertemu dengan lelaki penuh inspirasi ini. Ia bisa mengubah pahaman bahwa teknologi bisa membantu kehidupan manusia sehingga bisa menjalani hidup dengan lebih bahagia. 

Sejak awal, teknologi memang diniatkan untuk mempermudah urusan manusia, namun seringkali ada anggapan bahwa teknologi hanya untuk orang-orang pintar dan generasi sekolahan saja. Padahal, semua masyarakat bisa merasakan langsung dampak positif dari teknologi.

Daeng Baco telah membuktikannya.




2 komentar:

Bahrur Rozzi Adiguna mengatakan...

Memberi inspirasi, terima kasih mas.

Topik Irawan mengatakan...

juara

Posting Komentar