buku yang dikirimkan Adian Saputra |
Seorang penulis adalah seseorang yang
bekerja dengan gagasan. Ia menanam benih gagasan, menanti tunas-tunasnya mekar,
hingga akhirnya menjadi pohon rindang yang berbuah manis. Penulis yang baik
akan menyerap hikmah dari proses tersebut, kemudian menghamparkannya sebagai titian
yang bisa dilalui banyak orang. Itulah yang kutemukan dari buku Menulis dengan Telinga yang ditulis
sahabat Adian Saputra.
***
HARI itu, sebuah paket dibawa oleh pegawai
kantor pos ke rumahku. Dari tanah Lampung yang permai, dari tanah yang dipenuhi
hutan lebat dan suara gajah yang sahut-menyahut, paket itu telah melintasi debur
ombak lautan hingga akhirnya tiba di rumahku yang terletak di pulau kecil
pesisir Sulawesi. Isinya adalah sebuah buku yang berjudul Menulis dengan
Telinga. Ketika membuka halaman pertama, hatiku langsung mekar.
Penulisnya Adian Saputra telah menuliskan
kalimat yang berisikan pengharapan. Ia menulis, “Semoga karya sederhana ini ada
manfaat. Tetap semangat dalam berkarya untuk Bang Yusran Darmawan.” Setelah itu
ia membubuhkan tanda tangan. Sungguh membahagiakan menerima buku yang kemudian
ditandatangani oleh sang penulis.
Melalui kanal blog Kompasiana, aku
mengenal penulisnya yang berprofesi sebagai jurnalis di Lampung. Aku juga tahu
kalau dirinya beberapa kali memenangkan lomba menulis. Ia seorang penulis yang
produktif dan menginspirasi. Sungguh menyenangkan ketika mengetahui bahwa buku
ini berisikan intisari pengetahuannya tentang bagaimana merawat benih
kepenulisan hingga akhirnya tumbuh dan dahannya merambah ke mana-mana.
Buku ini memang berisikan kiat-kiat
praktis bagi siapapun yang hendak menemukan jalan di belantara kepenulisan.
Buku ini adalah kumpulan artikel tentang kepenulisan yang berfungsi seperti
perangkat Global Positioning System (GPS) yang memandu seseorang agar tidak
tersesat sekaligus menemukan arah ke mana kaki hendak berpijak di dunia
menulis. Bahasanya ringkas dan efektif, serta tidak bertele-tele. Gaya menulis
seperti ini biasanya standar dimiliki oleh semua redaktur media massa.
Aku penasaran dengan judul Menulis dengan
Telinga. Ternyata, judul ini dimaksudkan agar seseorang mendengarkan dengan
baik semua pembicaraan, sebelum akhirnya menuliskannya. Judul ini bermakna
bahwa seseorang mesti mendengarkan dan memahami dengan baik sesuatu, sebelum
akhirnya menuliskan apa yang diketahuinya.
Dalam kelas-kelas jurnalistik, aku pernah
belajar bahwa ada dua jenis fakta yakni fakta sosiologis dan fakta psikologis.
Jika fakta sosiologis lebih mengarah ke peristiwa atau kejadian sebagaimana
adanya, maka fakta psikologis berbicara tentang sejauh mana kejadian itu
terekam dalam ingatan seseorang yang menyaksikannya. Nah, pada titik ini
dibutuhkan kemampuan wawacara dan kemampuan mendengar demi menemukan multiangle
atau pandangan dari banyak sisi atas satu kejadian.
Yang kusuka dari kumpulan artikel Adian
Saputra adalah kemampuannya untuk mengolah berbagai bahan mentah pengalaman di
sekitarnya menjadi satu artikel yang menarik. Misalnya, ketika membaca buku Perang Eropa karya PK Ojong, ia lalu
mengaitkan serangan kilas ala Jerman, yang disebut blitzkrieg menjadi satu
teknik dalam menulis opini. Penulis juga bisa mengambil hikmah dari
kegagalannya menembus kolom beberapa media, menjadi kekuatan untuk menemukan
bentuk tulisan yang sesuai selesa media massa.
Setelah membacanya hingga selesai, hanya
satu masukan yang bisa kuberikan. Nampaknya buku ini masih melihat posisi media
cetak sebagai institusi yang harus ditaklukkan oleh seorang penulis. Ada
beberapa rtikel yang membahas tentang kiat untuk menembus media massa,
khususnya rubrik opini. Padahal, teknologi komunikasi telah banyak mengubah
kultur menulis sehingga media massa bukan lagi sesuatu yang harus dirayu atau
ditaklukan.
Memang, dari sisi finansial, menulis di
rubrik opini media memang nampak bergengsi dan cukup menaikkan personal branding. Hanya saja, dengan
perkembangan media yang sedemikian massif, menulis opini di media hanyalah satu
aspek saja dari dunia kepenulisan yang amat luas.
pesan motivasi di dalam buku |
Seorang penulis bisa menulis dalam multi-platform, mengembangkan
kapasitasnya untuk berkreasi di banyak lini. Mulai dari menjadi blogger, penulis
lirik, editor, penulis pidato, penyedia konten, reviewer atas produk, penyusun naskah iklan, perancang kampanye
media, penulis skenario, buzzer
produk, hingga me-monetize blog untuk
meraup iklan di dunia maya. Ini hanyalah bagian kecil dari lahan garapan
seorang penulis, yang tadinya hanya bermain di media massa, menjadi seorang writer-preneur, seseorang yang bisa
mengubah setiap kata yang dituliskannya menjadi rupiah.
Namun, ibarat perjalanan, seorang writer-preneur selalu membutuhkan
langkah-langkah awal serta pedoman untuk tidak tertatih-tatih di dunia
kepenulisan. Seorang penulis mesti memahami peta jalan serta bagaimana keluar
dari kejenuhan ketika menulis, serta bagaimana menyemai benih-benih gagasan di
ladang kata.
Nah, buku Menulis dengan Telinga ini bisa menjadi awal yang baik sekaligus
menjadi mercusuar yang mengarahkan seseorang untuk menggapai impiannya menjadi
seorang penulis. Buku ini sukses memantik rasa ingin tahu serta hasrat untuk
selalu mengembangkan kapasitas di dunia kepenulisan.
0 komentar:
Posting Komentar