saat berkunjung ke Patung Liberty, New York |
JANGAN kira nama Kompasiana hanya bergema
di tanah air. Di negeri seperti Paman Sam sekalipun, nama Kompasiana cukup
ampuh ketika disebut. Kompasiana bukan saja membantu saya untuk mendapatkan
satu beasiswa di salah satu kampus bergengsi di Amerika Serikat (AS), namun
juga bisa memberikan rekomendasi internship atau magang demi penyelesaian studi
di kampus tersebut. Bahkan nama Kompasiana disejajarkan dengan Voice of America
(VOA). What? Bagaimana ceritanya?
***
HARI itu, di bulan Juni 2012, sebuah surat
terhampar di meja apartemen saya di Athens, Ohio, AS. Surat itu datang dari kantor
berita Voice of America (VOA) yang berisikan persetujuan untuk mengambil kuliah
internship atau magang. Program yang saya ambil di Ohio University mensyaratkan
kuliah internship bagi setiap setiap mahasiswa sebagai syarat penyelesaian
studi.
Di musim panas (summer), semua mahasiswa Amerika ramai-ramai mengikuti internship
di beberapa kota besar ataupun beberapa negara. Kampus menginginkan agar
mahasiswa bisa memiliki pengalaman bekerja sekaligus mengalikasikan pengetahuan
yang dipelajari. Para mahasiswa lalu tersebar di kota-kota besar seperti
Chicago, New York, ataupun Washington DC.
Saat itu, saya telah diterima sebagai
peserta magang di kantor berita VOA. Kantor berita ini memiliki banyak
institusi seperti radio, televisi, bahkan internet. Sebelumnya, saya telah
menghubungi mereka untuk rencana magang. Mereka antusias dan menyambut dengan
tangan terbuka.
Ketika rencana itu kian matang, saya
tiba-tiba saja mengalami dilema. Saat itu, saya sedang menyelesaikan beberapa
tugas kuliah yang menuntut waktu untuk lebih lama di perpustakaan. Saya
akhirnya memutuskan untuk tidak berangkat ke Washington DC. Dalam situasi
kebingungan hendak mencari tempat internship, saya tiba-tiba saja teringat pada
Kompasiana, di mana saya telah menjadi anggotanya sejak tahun 2009.
Yup. Meskipun Kompasiana jauh di tanah
air, namun namanya tersebar hingga Paman Sam. Professor Don Fluornoy, seorang
profesor terkemuka di bidang media studies, pernah menyebut Kompasiana sebagai
ikon jurnalisme warga yang mengemuka di beberapa negara. Saat itu, Prof
Fluornoy menjelaskan fenomena maraknya media-media alternatif, yang di beberapa
negara sukses menumbangkan rezim. Ia menyebut tentang pengaruh twitter di Mesir
dan negara-negara Arab lainnya, kemudian pengaruh blog untuk perubahan sosial
di Vietnam dan Myanmar, juga tentang pesatnya media alternatif di Korea.
Untuk kasus Indonesia, ia juga menyebut
nama Kompasiana. Kata Prof Fluornoy, Kompasiana memiliki keunikan sebab
tercatat sebagai social blog paling besar di Indonesia, bahkan Asia. Ia
menyebut bahwa Kompasiana telah mengubah cara pandang orang terhadap media dan
informasi. Bahwa warga biasa justru memiliki kepekaaan serta kemampuan
menganalisis isu yang jauh lebih baik dari media mainstream.
Dalam satu diskusi dengannya, ia sangat
optimis ketika mengatakan bahwa media alternatif seperti Kompasiana bisa menjadi
masa depan dunia media. Mengapa? Sebab publik menginginkan sesuatu yang
natural. Publik ingin menyerap emosi serta ruh dari satu kejadian. Publik ingin
menangkap ruh kejadian tersebut melalui para warga sebagai saksi mata yang
menyaksikan langsung sebuah kejadian. Dan betapa hebatnya Kompasiana sebab bisa
menyerap ratusan ribu penulis dari berbagai titik di Indonesia dan dunia demi
menyajikan beragam informasi alternatf yang sering luput dari tangkapan media
mainstream.
Berbekal diskusi itu, saya lalu menemui
direktur program, Dr Lawrence Wood. Saya lalu menjelaskan tentang rencana saya
untuk kuliah internship. Saya menjelaskan peran Kompasiana sebagai socal blog
terbesar di Asia. Kepadanya, saya memberikan gambaran tentang beberapa
peristiwa aktual tanah air, serta pentingnya ruang-ruang bersama bagi paa
blogger untuk saling berinteraksi, lalu merencanakan beberapa kegiatan yang
sifatnya positif dan penuh daya ledak. Gayung bersambut.
Selanjutnya saya lalu menghubungi
Kompasiana melalui Kang Pepih Nugraha
dan Iskandar Zulkarnen. Puji Tuhan,
keduanya menyambut baik rencana itu. Saya menjelaskan bahwa dalam proses
internship, saya tidak perlu hadir secara fisik di ruang redaksi Kompasiana.
Saya cukup mengirimkan laporan secara rutin tentang kehidupan sehari-hari
masyarakat Amerika, yang didalamnya terdapat refleksi atau catatan bagaimana
menjadi warga Indonesia di negeri itu. Kepada
Kang Pepih dan Mas Isjet, saya menitipkan beribu ucapan terimakasih.
Kang Pepih membantu saya untuk
menyelesaikan adminsitrasi. Ia mengirimkan surat kepada direktur program
mengenai rencana saya untuk internship di Kompasiana. Keesokan harinya,
direktur program mengatakan bahwa ia telah menyetujui rencana itu. Ia sempat
berkata, “Saya menerima email dari Indonesia dan saya menyetujuinya. Saya
sangat yakin bahwa pengalaman internship itu akan jadi pengalaman hebat bagi
kamu sebab bisa mengatasi kesenjangan informasi di antara kedua negara.”
Mulai saat itu, saya lalu rajin menulis
dan melaporkan kejadian di Amerika melalui Kompasiana. Tanpa saya duga,
beberapa laporan itu dimuat di website milik kedutaan. Ada pula yang saya
ikutkan lomba dan menang. Berkat laporan-laporan itu pula, saya sukses
menyelesaikan studi pada waktunya. Semuanya berkat Kompasiana.
Rumah Positif Kompasiana
DALAM setiap kesempatan, saya seringkali
merenung tentang pentingnya menyerap energi positif dari setiap pengalaman.
Perama bergabung dengan Kompasiana, saya sering mendapat pertanyaan banyak
orang yang menyayangkan saya mengirim artikel secara gratis secara rutin, tanpa
mengharapkan bayaran. Malah, seorang kawab pernah berkata, “Ngapain menghabiskan waktu untuk nulis-nulis sesuatu yang tidak
penting dan tak dibayar.”
Kepada kawan itu, saya hanya tersenyum.
Saya meyakini bahwa tak ada sesuatu yang sia-sia. Segala sesuatu pasti memiliki
hikmah, sepanjang kita selalu memiliki prasangka positif atas sesuatu. Saya
belajar untuk menyerap energi positif dari aktivitas menulis di Kompasiana
secara rutin serta memperbaiki kualitas secara perlahan-lahan.
rekomendasi dari Kang Pepih |
sudut kampus Ohio University |
Tanpa diduga kawan itu, saya melampirkan banyak tulisan-tulisan terbaik saya di Kompasiana pada tahun 2010 demi seleksi sebuah beasiswa bergengsi ke Amerika. Saya yakin sekali bahwa para juri tidak akan membaca tulisan itu secara detail, namun mereka pasti akan memiliki kesan kuat bahwa saya adalah seorang yang produktif, memiliki passion kuat, serta kepekaan sosial yang tinggi. Saya akhirnya sukses meraih impian ke Amerika berkat latihan menulis secara spartan di Kompasiana.
Sungguh tak disangka, di tahun 2013, saya
kembali menuai buah manis dari interaksi melalui social blog ini. Pengalaman
menulis di Kompasiana bisa dikonversi menjadi kelas kuliah internship, yang
kemudian membantu saya untuk menuntaskan kerja keras di negeri Paman Sam.
Berawal dari cemohan, kemudian berakhir pada
banyaknya pencapaian ajaib yang hinggap di pangkuan saya. Kompasiana tak hanya
menjadi arena untuk mengekspresikan pendapat, namun juga bisa menjadi ajang
pembelajaran serta rembulan terang yang menuntun saya untuk menemukan diri,
menemukan garis nasib dan impian, serta membantu hasrat saya untuk mengenali
semesta kehidupan yang seringkali tenang, namun sering pula beriak.
Baubau, 25 Oktober 2013
Teriring selamat ultah buat Kompasiana
Semoga terus menjadi rumah sehat bagi para
penghuninya.
5 komentar:
Wah berarti baru sadar kalau kompasiana "sebesar" itu...
Sangat inspiratif, terutama pada paragraf tiga terakhir.
Saya harus coba menulis lebih konsisten..
Terima kasih
Waw, Kompasiana memang mantab, Bang...
Kalau mas Yusran Darmawan yg nulis. Saya tidak bisa komentar panjang. Selain tiada kata yg paling pas... maaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaatttttaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaapppppppppppppppppppppppppp........
blog ini jga mulai terisi stlh setiap saat membuka dan membaca blog timur angin....
http://ahyarrosi.blogspot.com/
tulisan bagus dan enak dibaca, tapi sayang kenapa postingannya terlalu dibuat paten, sehingga tidak bisa di copy. menurut saya baiknya dibiarkan tetap bisa dicopy. ketakutan plagiat dari pembaca saya kira tidak perlu terlalu ditakuti
Kado ulangtahun yg sangat indah..
Kalo aku jadi mas pepih pasti nangis :)
Posting Komentar