Setampuk Haru di Yogyakarta


my wife, my daughter, and my friend

SEBUAH undangan terkirim melalui email. Erick, seorang sahabat asal Amerika Serikat, akan menikah dengan kekasihnya di Bantul, Yogyakarta. Sebelum meninggalkan Athens, Ohio, Erick masih sempat mengirim pesan. Ia menuliskan kalimat yang membuat saya tersentuh. “Saya berharap agar di saat terpenting dalam hidup, saya memiliki sahabat dekat yang bisa menemani.”

Di kota kecil Athens, Erick adalah malaikat bagi banyak mahasiswa internasional. Ketika pertama datang sebagai mahasiswa di Ohio, saya didera kekhawatiran dan tanda tanya, apakah saya akan berhasil menjalani kuliah serta mengerjakan tugas-tugas? Pada mulanya saya amat khawatir sebab menyadari kemampuan bahasa yang serba terbatas. Saya juga khawatir kalau-kalau tidak punya sahabat yang bisa membantu saya untuk mendekatkan diri dengan lingkup pergaulan Amerika.

Untunglah, di saat mengkhawatirkan itu, saya bertemu Erick.

Di lantai satu Alden Library, Erick senantiasa tersenyum lebar saat saya datang dan bercerita tentang kesulitan berbahasa. Mulanya, kami adalah partner. Erick sedang mengambil kelas bahasa Indonesia, sehingga membutuhkan teman bercakap atau conversation partner. Saya pun sedang membutuhkan partner untuk melatih kemampuan bahasa Inggris. Klop.

Hampir setiap hari saya bertemu Erick.  Bahkan ketika ia tidak mengambil kelas bahasa Indonesia, ia bersedia menjadi partner sekaligus guru yang mengoreksi semua tugas-tugas perkuliahan. Hampir semua tugas saya selalu diasistensi Erick. Yang saya senangi, ia bukan hanya mengoreksi grammar, ia juga memberikan masukan gagasan serta teman diskusi yang cerdas dalam menyikapi berbagai hal yang saya tulis.

Bahkan ketika saya datang dengan makalah setengah jadi, Erick bisa membantu saya untuk memetakan persoalan yang saya tulis, lalu memberikan solusi yang harus dibahas. Tanpa sadar, ia telah melatih saya untuk berpikir logis serta memahami bagaimana orang Amerika melihat sesuatu. Padanya, saya melihat konsistensi serta logika yang kuat dan runtut, sesuatu yang menjadi ciri dari para manusia akademis di negeri Paman Sam.

Erick juga seorang pembelajar kehidupan yang baik. Separuh diskusi kami adalah diskusi berbagai topik, mulai dari spiritualitas, dan berbagai hal remeh-temeh. Beberapa kali ia mengajak saya ke gereja dan memperkenalkan saya dengan banyak orang. Ia juga sering datang ke Islamic Center untuk mendengar khutbah. Bahkan ia sempat mengajak saya ke situs-situs yang disucikan bangsa Indian. Di sana, ia mengenalkan pada banyak sahabat Indian yang selalu berkumpul dan berdoa di musim semi.

Pada diri Erick, saya menemukan satu semangat pencarian kebenaran yang universal. Ia seorang Katolik yang taat, namun bersedia belajar pada orang Islam dan Indian sekaligus. Ia mempraktikkan tradisi kearifan bangsa Indian yang melihat alam semesta sebagai The Great Spirit dan manusia hanyalah bagian kecil yang hidup di dalamnya, dan berinteraksi dengan semua elemen lainnya di semesta.

Jika kehidupan ibarat sebuah rumah besar, ia mempersilakan saya untuk masuk ke dalam rumah itu. Ia mengajak saya dan teman-teman untuk berkunjung ke rumah keluarganya di Cincinnati dan bertemu ibunya Emily Rich. Bahkan ketika anak dan istri saya datang, ia juga menjadikan dirinya sebagai guide yang mengajak kami masuk ke dalam kehidupannya.

Hingga akhirnya, ia mengantar saya sekeluarga ke Bandara Columbus demi meninggalkan negeri Paman Sam. Di hari itu, saya sudah punya firasat bahwa dalam waktu yang terlalu lama, kami akan berjumpa lagi. Ternyata firasat itu terbukti. Ia akhirnya datang ke Indonesia demi untuk sebuah cita-cita yang lama ditanamnya bersama sang kekasih.

Saya membayangkan saat-saat bahagianya ketika tiba di Indonesia. Saya membayangkan ia akan melepaskan setampuk haru dalam rindu. Dan saya bertekad untuk menghadiri momen indah itu sebagai bentuk penghormatan dan rasa terimakasih atas persahabatan kami. Sebagai sahabat, saya pun bisa merasakan apa yang sedang dirasakannya. Saya pun bahagia atas kebahagiaannya.

Dear Erick. Sampai ketemu di Yogyakarta.


Baubau, 8 September 2013

0 komentar:

Posting Komentar