Oase di Tepi Kota Baubau



salah satu tempat makan di Little Bali

DI dalam kota Baubau, terdapat sebuah perkampungan warga Bali yang dikelilingi hamparan sawah-sawah yang menghijau dan indah. Di perkampungan itu, saya menemui sebuah restoran apik yang konsepnya adalah menjadikan sawah, hutan dan sungai-sungai sebagai bagian dari aksesori yang membuat makan di restoran itu menjadi pengalaman yang mengasyikkan.

Mulanya, restoran itu tak nampak. Dari tepi jalan poros, saya kesulitan menemukannya. Ketika melihat seorang gadis muda yang tengah membersihkan pekarangan, saya lalu bertanya. Gadis itu lalu memberikan petunjuk arah restoran tersebut. Berbeka petunjuk itu, saya lalu menemukan restoran itu.

Dari tepi jalan poros, restoran itu tak begitu menonjol. Saya melihat sebuah plang petunjuk bahwa di dekat situ terdapat restoran. Namun ketika akhirnya masuk ke kompleks restoran, saya terkesima. Restoran itu bisa memaksimalkan keindahan alam demi untuk memanjakan kenyamanan semua pengunjung.

Di kompleks itu, saya melihat pohon-pohon besar serta dangau-dangau serta beberapa kursi dan meja makan. Di dekat dangau itu, terdapat kolam-kolam ikan yang airnya keluar dari beberapa pancuran. Di kolam itu, nampak banyak jenis ikan sedang bercengkrama. Para pengunjung bisa memilih ikan itu untuk kemudian diolah oleh koki restoran.

Restoran itu bernama Little Bali. Ketika saya berkunjung, tak banyak pengujung di situ. Wajarlah, sebab saya berkunjung menjelang matahari terbenam. Saat terbaik berkunjung ke situ adalah saat siang terik, ketika matahari terik membakar. Seorang pelayan datang menyapa. Ia lalu menawarkan makanan ikan laut. Saya lalu memesan ikan laut dan sayur kangkung.

Kekuatan restoran ini adalah ide untuk menggabungkan unsur-unsur alam. Sejauh yang saya ketahui, di kota Baubau, hanya ada dua restoran yang bisa memadukan unsur alam. Pertama adalah Restoran Lakeba yang terletak di tepi pantai. Restoran ini adalah salah satu favorit saya sebab pemandangannya sangat indah dengan pasir putih, laut biru, serta dermaga kecil. Kedua adalah Restoran Little Bali.

salah satu dangau
jalan-jalan yang dibuat alami
tumbuhan di kolam

Saat berkunjung ke Little Bali, imajinasi saya melayang ke mana-mana. Saya membayangkan, pasti akan sangat menyenangkan jika bisa tinggal di paviliun dekat restoran ini sambil menulis novel. Jika saja saya punya kesempatan tinggal di temat seperti itu, mungkin saya akan sangat bahagia.

Kelak, saya ingin tinggal di tempat seperti restoran Little Bali ini. Saya tak ingin tinggal di tengah perkampungan padat sebagaimana kota-kota besar. Saya ingin berumah di pinggiran, pada sebuah kampung yang tak begitu ramai, dan dikelilingi oleh pohon-pohon besar. Saya ingin mendengarkan suara burung dan bunyi kecipak air ketika bangun pagi. Saya ingin mendengar gesekan dedaunan serta desiran angin yang menembus sela-sela batang bambu. Saya ingin mendengar bunyi jangkrik dan suara katak di malam hari. Nyanyian alam itu jauh lebih bermakna dan menembus kalbu, ketimbang bunyi deru kendaraan bermotor, sebagaimana sering didengarkan di tengah-tengah kota. Yup, tempat seperti ini adalah oase atau telaga di tengah kota.

Sayangnya, tak ada musik di restoran ini. Padahal, jika ada musik Bali atau gending mungkin akan sangat menyenangkan. Pilihan menu di sini juga tak banyak. Saya juga melihat promosi atas tempat sebagus ini tidak gencar dilakukan.

Padahal, dengan banyaknya pengunjung atau wisatawan ke Baubau, restoran ini seyogyanya bisa menjadi pilihan. Tapi boleh jadi, promosinya cukup gencar melalui internet. Saya ingat beberapa waktu lalu, ketika banyak mahasiswa Korea berdatangan, mereka selalu singgah makan ke restoran ini.

Mungkin, kendala utama adalah jarak yang agak jauh dari pusat kota. Butuh sekitar 30 menit untuk mencapai lokasi ini. Bagi kebanyakan warga Baubau, jarak itu terbilang cukup jauh.

plang restoran
sawah-sawah

Ketika hendak pulang, saya berbincang dengan seorang bapak dan ibu, yang memperkenalkan diri sebagai pemilik restoran itu. Mereka berkata bahwa sesekali mereka datang untuk menginap sekaligus mengawasi para karyawan. Ketika saya menunjuk paviliun, sang bapak mengatakan bahwa paviliun itu bukan untuk disewakan. Bapak itu lalu mengundang saya untuk sering ke situ.

Ketika tiba di rumah, syaa baru tahu kalau restoran itu bukan dimiliki orang Bali. Restoran itu justru dimiliki seorang notaris kondang di kota kecil kami. Sayang, saya tak sempat diskusi banyak, sekaligus menyampaikan apresiasi atas idenya yang kreatif dengan membangun tempat itu.(*)


Baubau, 13 September 2013

6 komentar:

Dwi Ananta mengatakan...

Wah sama kak, saya juga memimpikan tinggal di temapat yang agak jauh dari hiruk pikuk kota >.<

Btw, kenapa ya postingan baru ta' tidak tampak mi di reading list blog ku u.u padahal masih tetap di follow

Yusran Darmawan mengatakan...

hallo dwi. sy juga heran. ada beberapa keanehan pada blogger. (1) beberapa eidget tak berfngsi, termasuk utk replay komentar. (2) kadang2 blog ini susah dibuka, (3) tiba2 link tulisan baru sy gak ter-update. gak tahu, ada masalah apa dgn pihak blogger.

Unknown mengatakan...

lokasinya di ngkaring-ngkaring ya kak?

nani cahyani mengatakan...

kak yusran little bali village memang tempat favoritku juga dibaubau, klu berada disana perasaan tenang:)

nani cahyani mengatakan...

tulisan tulisan kak yusran menginspirasi:)

rianyirma mengatakan...

Kak, sampai skrg sudah mau tiga tahun tinggal di pulau Buton belum pernah menginjakkan kaki di little bali

Posting Komentar