Ara, Laut, dan Cerita Masa Depan


 
Ara dan mama di Pantai Nirwana, Baubau

KETIKA tiba di tepi laut, ia langsung melonjak kegirangan. Ia berlari di pasir pantai yang berwarna putih demi untuk menggapai laut  biru yang sewarna dengan langit. Ia berteriak dengan kegembiraan yang tiada tara. Ia memandangi saya dengan bahagia yang jarang saya  yang saya saksikan.

Saya sedang membicarakan Ara, bocah kecil berusia hampir dua tahun. Ia sedang tergila-gila dengan pantai, pasir putih, dan langit biru. Entah, apakah ia paham bahwa dalam dirinya mengalir darah para pelaut, yang pasti, setiap kali melihat lautan, ia akan melonjak kegirangan. Ia akan ngotot untuk segera memijak pasir putih, berlari-lari di pasir halus, kemudian menanti deburan ombak di pesisir. Maklumlah, ia memang baru belakangan ini melihat laut.

Setiap tempat selalu memiliki dinamikanya masing-masing. Sewaktu di Athens, Ara hanya menyaksikan Lake Snowden yang tak seberapa luas, dengan lumpur serta pasir hitam. Sebagaimana Ara, saya pun belum pernah melihat ada yang mandi di danau itu. Biasanya, hanya sejumlah orang yang bermain kayak.

Namun, di Athens, danau-danau dikelola dengan sangat baik. Sekitar danau dibersihkan dipasangi segala properti dan infrastruktur publik seperti toilet, tempat duduk, serta sebuah dermaga kecil tempat menambatkan perahu.

Di sini, di Pantai Nirwana, Baubau, pantai tak ditata. Di tepinya, terdapat banyak pemukiman liar dari warga yang mengklaim pantai sebagai tanahnya. Saya melihat banyak dangau yang dibangun secara asal dan mengabaikan estetika. Tepi pantai adalah kawasan yang kumuh dan minim penanganan.

Ara digendong Uncle Erick di Lake Snowden, Athens, Ohio
 
Ara and mom di Pantai Nirwana, Baubau
Pantai Nirwana di Baubau
smile daddy...

Padahal, pantainya serupa surga yang tiba-tiba saja jatuh ke bumi. Pantai ini sukses memikat anak saya Ara yang kemudian melompat kegirangan. Ketika melihat ombak mendekat, ia akan histeris sambil melompat ke air. Saya ikut bahagia menyaksikan eksersinya yang baru pertama melihat pantai.

Melihat kegirangannya, saya tiba-tiba saja membatin. Selamat datang Nak! Selamat datang di rumahmu yang sesungguhnya. Kita adalah generasi yang terlahir dari para pelaut-pelaut yang memandang ombak sebagai sahabat. Gelombang dan samudera itu tak akan pernah menghalangi laju perahu kita. Gelombang itu akan menuntun kita untuk menemukan kematangan.

Pada akhirnya saya menyadari bahwa laut dan segala semestanya adalah rumah buat kami semua. Mungkin, pada masa mendatang, Ara akan bersahabat dengan laut, sebagaimana nenek moyang kami di pulau kecil ini. Dan kelak laut pula yang akan bercerita tentang sejauh mana perjalanan Ara berlayar di samudera kehidupan.(*)

Baubau, 26 Juni 2013


5 komentar:

Lispa Lui mengatakan...

Foto 1 dan 3 manis sekali.. Saya iri sama Ara, masih kecil sudah dibawa ke laut, masih kecil sudah melihat sunset di laut dan berfoto berdua sm mamanya..

Foto 4 cantik sekaaaaaaaaali, cantik, cantik, cantik!

Yusran Darmawan mengatakan...

iya. sy juga iri sama ara krn masih kecil tapi udah berkunjung ke beberapa tempat.

Lispa Lui mengatakan...

Kalau Ara tumbuh besar nanti dan membaca semua cerita tentang dirinya yang didokumentasikan oleh orangtuanya, pasti dia akan bahagia sekali.. Ah! Irinya..

Lispa Lui mengatakan...

Kalau Ara tumbuh besar nanti dan membaca semua cerita tentang dirinya yang didokumentasikan oleh orangtuanya, pasti dia akan bahagia sekali.. Ah! Irinya..

Yusran Darmawan mengatakan...

sy yakin kalau kelak dia akan menulis ttg perjalananya sendiri.

Posting Komentar