Menebar Senyum, Menebar Bahagia


ilustrasi

AKU membeli mainan untukmu. Bentuknya sederhana. Harganya juga murah. Tapi ini bukan soal harga. Ini adalah testimoni bahwa aku adalah ayahmu. Aku seorang bapak yang ingin berbuat sesuatu demi anaknya. Aku ingin menunjukkan bahwa meski kita terpisah jauh, kasih sayang ini bisa melintasi lautan, bisa menjangkau dirimu yang sedang bertumbuh. Semesta telah menautkan kita lewat mainan itu.

Mungkin orang lain akan sinis. Apa sih yang menarik dari sebuah mainan? Memang, tak ada yang menarik. Namun di balik mainan itu ada sejarah, proses, serta kisah-kisah yang menarik untuk dikisahkan. Manusia zaman dulu menandai zaman dengan prasati atau batu. Bukankah kita pun bisa mengabadikan kecintaan kita di masa kini dalam wujud benda-benda yang mnjembatani rasa di antara kita? 

Kamu sedang riang-riangnya dengan mainan, dan aku dalam keadaan rindu kepadamu. Mainan itu menjadi jembatan hati. Mainan itu menautkan dua perasaan kita yang berbeda. Kita terpisah jarak geografis, jarak negara. Hanya rasa dan hati yang akan menghubungkan kita. Semoga dirimu bisa merasakan gejolak di hati ini kala mengingatmu.

Semua bermula ketika seorang kawan hendak pulang kampung. Ibumu meminta sesuatu, permintaan yang tak mungkin kutolak. Aku juga ingin membelikanmu sesuatu. Tahukah kamu, saat-saat membeli mainan itu adalah saat yang paling membahagiakan buatku. Selama ini, setiap kali melintas di Walmart, aku hanya bisa melirik ke tempat mainan anak-anak. Aku membayangkan, kira-kira dirimu suka mainan yang mana?

“Ara suka yang bergerak dan bercahaya,” kata ibumu. Aku lalu mencari seperti yang diinginkannya. Ada beberapa pilihan. Ada tongkat sailor moon yang bisa mengeluarkan cahaya. Mungkin kelak kamu akan suka Sailor Moon.  Tapi mungkin juga kamu tidak menemukan serial itu lagi. Zamanmu adalah zaman dengan serial berbeda. Biarlah ibumu saja yang menyukai serial jadul itu.

kelak kamu akan berpakaian putri

Selanjutnya aku ke tempat boneka. Ada banyak pilihan, khususnya boneka putri. Sebelum berangkat ke Amerika, aku telah membelikan serial dongeng putri-putri di berbagai negara. Aku dan ibumu ingin kamu kelak menjadi putri kecil yang baik hati, sebagaimana kisah dongeng itu. Mungkin boneka adalah pilihan menarik.

Tapi, aku yakin kamu belum sampai pada taraf mengenali obyek bernama boneka. Mungkin kamu hanya mengenali warna dan nalarmu bertanya-tanya benda apakah gerangan. Pilihan boneka bukanlah pilihan yang tepat.

Aku mengelilingi tempat mainan itu lebih dari sejam. Ibumu tahu kalau diriku bukanlah orang yang tepat untuk berbelanja. Akhirnya, aku memilih mainan bercahaya itu. Mungkin ini bukan yang terbaik. Tapi setidaknya, inilah yang paling sesuai perasaan ibumu. Dan aku telah berusaha memenuhinya. Kalau kamu tak suka, kuizinkan jika kamu hendak membuangnya. Aku tak mungkin marah kepadamu.

Selanjutnya, aku juga membeli baju kaos bertuliskan OHIO untukmu. Mungkin ini semacam pengharapan agar kelak kamu bisa kuliah di tempat terjauh yang bisa kita jangkau. Aku hanya beruntung bisa belajar di tempat mahal yang tadinya hanya bisa kukhayalkan ini. Kelak, dirimu tak perlu beasiswa sebagaimana diriku. Dirimu akan menggapainya dengan kecemerlangan nalarmu.

sungguh bahagia diriku melihat foto ini

Kiriman telah diantarkan. Aku menunggu lebih dua minggu untuk melihat responmu (karena ada masalah dengan jasa pengiriman). Hingga suatu hari, ketika baru saja bangun tidur, ibumu mengirimkan gambar lewat twitter. Kamu bersama mainan itu. Kamu tersenyum lebar dan nampak sangat bahagia. Sebagaimana dirimu, kebahagiaanku berlipat-lipat. Kupajang foto itu di facebook, lalu kutulis, “Finally, a toy from Athens just arrived in Indonesia.” Tiba-tiba, seorang kawan asal India menulis pesan di foto itu, “Ara just spreading happiness to the world.” Kurasa kalimat teman itu benar. Semua yang melihatnya ikut bahagia. Diriku jauh lebih bahagia.

Terimakasih Ara. Terimakasih telah memilihku sebagai ayahmu.



0 komentar:

Posting Komentar