Demo di Amerika, Demo di Indonesia

Surat Buat Anakku Sayang...

demonstrasi mahasiswa di Athens, Ohio

Anakku sayang. Setiap kali membaca tulisan ibumu tentangmu, selalu saja batin ini seakan dikoyak-koyak. Ada sedih bercampur bahagia kala menyadari dirimu kian tumbuh dan mengembang. Sedih karena tidak sedang bersamamu. Bahagia karena dirimu semakin besar dan amat cantik untuk bayi seusiamu. Kata ibumu, dirimu sudah mulai bisa mengenali kenyataan, dirimu sudah mulai bisa bermain sendiri, rasa ingin tahumu telah tumbuh bagai kelopak bunga di musim semi. Inilah kenyataan yang membuat diriku amat bahagia. 

Hari ini, dirimu genap berusia tujuh bulan. Berarti sudah enam bulan pula aku meninggalkanmu. Selama tujuh bulan ini dirimu telah melalui petualangan hebat yang mungkin tak banyak dialami bayi-bayi lainnya. Diriku pun tak melalui petualangan sebagaimana dirimu yang telah beberapa kali naik pesawat, beberapa kali menempuh jarak tempuh puluhan kilometer dengan mobil trans Sulawesi, hingga pengalaman menjelajahi kampung ibumu dan juga kampung ayahmu. 

Aku ingin bercerita padamu tentang demonstrasi. Di saat tulisan ini dibuat, aku menyaksikan dua kenyataan tentang demonstrasi. Di Tanah Air kita, hampir setiap hari para mahasiswa berdemonstrasi. Mereka hendak menyuarakan kepentingan rakyat banyak ketika pemerintah hendak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) yang bisa memicu kenaikan harga-harga. Mahasiswa itu mulai mengamuk. Mereka menyatakan genderang perang dengan polisi yang setiap saat bisa melempar gas air mata dan memukuli mereka. Kata media, situasinya mulai mencekam. 

Di sini, aku juga menyaksikan demonstrasi. Beberapa hari lalu, mahasiswa Ohio University menggelar demonstrasi di Court Street. Mereka menyatakan solidaritas atas tewasnya pemuda kulit hitam berusia 17 tahun, bernama Trayvon Martin, di Orlando. Pemuda ini mengenakan baju hoodie, sejenis sweater yang memiliki penutup kelapa –sebagaimana sering saya kenakan—dan dituduh sebagai criminal. Ia lalu ditembak oleh George Zimmerman, seseorang berkulit putih yang mengira Trayvon adalah penjahat. 

demo tertib di Athens
demonya cuma keliling kampus
usai demonstrasi

Kasus Trayvon itu menunjukkan bahwa Amerika Serikat adalah negeri yang masih memelihara prasangka rasial. Ia dibunuh karena dianggap kriminal. Saat pembunuh ditanya, ia mengemukakan alasan kalau Trayvon berkulit hitam sehingga menunjukkan gelagat mencurigakan. Sesungguhnya ini menunjukkan bahwa selama puluhan tahun Amerika merdeka, warganya tetap saja memelihara prasangka rasial atas warna kulit. Puluhan tahun setelah Martin Luther King Jr berpidato menentang rasialisme, negeri ini tetap saja bersikap tidak adil ketika Zimmerman tak kunjung ditahan. Maka proteslah mahasiswa di seantero Amerika Serikat, termasuk yang belajar di sini. 

Anakku sayang. Aku ingin menunjukkan padamu dua keping kenyataan ini. Kedua kelompok mahasiswa ini sama-sama menyuarakan sesuatu. Mereka meminta keadilan, namun artikulasinya menempuh cara berbeda. Di Amerika, semuanya serba tertib. Polisi tak mengawal mahasiswa itu. Para mahasiswa hanya berjalan sekitar 30 meter sambil membentangkan spanduk. Mereka hanya berputar di dalam kampus, sambil mengundang media. 

Sementara di Tanah Air, para mahasiswa itu seakan sedang berperang. Mereka berkelahi, membakar kantor polisi, serta melakukan pernag kota dengan aparat. Mereka mendesak agar harga bahan bakar minyak (BBM) tidak dinaikkan. Namun, adakah tuntutan mereka didengarkan? Nampaknya mereka mesti berteriak lebih nyaring. Kelak, ketika kamu dewasa dan seusia mereka, kamu akan banyak belajar tentang memahami konteks di mana kedua demonstrasi itu dilakukan. 

Para mahasiswa Amerika itu hidup di satu negeri yang pemerintahnya amat responsif. Mereka tak perlu repot mencari cara untuk menyampaikan pendapat. Mereka amat mudah menemui semua pihak dan menyampaikan tuntutan. Malah, pihak yang ingin ditemui itulah yang justru menemui mereka dan menanyakan apa keinginan mereka. Para mahasiswa itu dimanjakan fasilitas. Mereka hidup di masyarakat yang sejahtera dan bergelimang finansial. 

Para mahasiswa itu juga dimanjakan oleh satu sistem sosial di mana hak setiap orang untuk menuntut keadilan terbuka lebar dan semua saluran komunikasi dterbuka lebar untuk mereka. Mereka hidup dalam semesta di mana seorang pemimpin bukanlah segalanya. Namun, yang jauh lebih penting adalah sistem yang menjamin hak setiap orang untuk menyatakan sesuatu. 

Nak, situasinya amat jauh berbeda dengan di negeri kita. Para mahasiswa itu hendak menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri. Di negeri kita, demonstrasi menjadi lagu yang mulai usang. Pemerintahan diisi mereka yang untuk ditemui mesti banyak bersimpuh dan menundukkan kepala. Pemerintah kita tak cukup berjiwa besar untuk menerima semua aspirasi warga kemudian menjelaskan dengan gamblang apa yang sesungguhnya terjadi. 

demonstrasi di Indonesia (foto: Masyhudi Syahban Firmansyah)
aksi saat demonstrasi (foto: Abbas Sandji)
Pemerintah kita tak bersedia menjelaskan segala rencana ketika harga BBM itu naik, tak menyediakan alternatif bagi warga untuk mengurangi ketergantungan pada BBM, tak cukup menunjukkan sensitivitas bagi rakyatnya yang bakal kesusahan karena harga-harga yang naik. Pemerintah kita hanya pandai mengutip asumsi ekonomi, yang bagi rakyat seperti kita amat rumit dipahami seolah dari negeri langit. Dan tinggallah kita dengan segala ketidakmengertian itu. 

Anakku. Kelak kita akan sama belajar untuk tidak mudah menghakimi sesuatu. Para mahasiswa negeri kita sedang mengalami frustasi sosial ketika harga-harga melambung dan tak ada satupun yang bisa mendengar aspirasi mereka. Para mahasiswa itu hanya tak tahu hendak melakukan apa dan bagaimana, sementara rezim tak mau mendengar, dan senior mereka, yang mestinya memberikan arahan, justru hanya termangu dan menjadi kelas menengah baru. 

Kelak kita akan sama belajar bagaimana memahami nurani rakyat dan menemukan cara lain untuk meneriakkan pendapat kita. Mungkin kelak kamu tak perlu membakar kantor polisi. Kelak kamu akan punya cara lain untuk meneriakkan apa yang sedang kamu rasakan dan membuat jiwamu gemuruh. Kelak kamu akan menemukan jalanmu. Dirimu ibarat air mengalir yang kelak bisa berhimpun menjadi air bah dan menjebol apapun yang menghalangimu. Kelak kamu akan mengalirkan semua ide-idemu menjadi kekuatan dahsyat yang menggetarkan. Kelak saat itu akan tiba Anakku sayang. Biarlah ayahmu yang kelak akan mencatat sejauh mana pencapaianmu.(*) 


Athens, Ohio, 1 April 2012

Ara dan Mama


1 komentar:

syaifuddin sayuti mengatakan...

koreksi bung Yusran, ada kalimat yang salah, "mereka mendesak agar harga BBM tidak diturunkan?" hmm..

Posting Komentar