Kristal-Kristal Cahaya


INI adalah surat pertama yang kutuliskan untukmu. Aku tak tahu bagaimana keadaanmu di sana. Mungkin dirimu sedang disekap kegelapan. Mungkin dirimu sedang kelaparan, atau kehausan. Aku tak tahu apakah gerangan yang dirimu sedang rasakan di situ. 

Jarak kita terpisah oleh batasan geografis berpuluh kilometer. Tapi tidak untuk hati ini. Di sini, ada bagian hati yang selalu merindukan hadirmu, menanti saat-saat ketika dirimu memanggil. Menanti saat-saat dirimu menyapa. Aku tahu bahwa dirimu menggantungkan harapan hanya pada tali yang menghubungkan pusarmu dengan ibumu. Andai aku bisa menggantikan ibumu, maka sudah lama tanggung jawab itu kupikul, sebagaimana Atlas yang setia memanggul bumi. 

Nak, orang Bugis percaya bahwa tali itu akan menjadi kembaranmu. Tali itu akan menjadi sisi lain dari dirimu yang kelak akan bercerita banyak tentang asal-muasalmu. Tali itu adalah tali kasih yang menautkan hati, memintas jarak, serta menjadi manifestasi atas rasa kasih sayang ibu untukmu. Kelak tali itu akan berkisah banyak tentang betapa tak bertepinya kasih sayang ibumu kepadamu. 

Nak, di sini aku berdebar saat membayangkanmu. Aku membayangkan tanggungjawab, serta kesediaan untuk memenuhi semua hak yang berhak dirimu tuntut kepadaku. Kelak dirimu akan tahu bagaimana rasanya menjadi seorang dewasa yang mendedikasikan hidupnya untuk memahat cinta di sebuah prasasti bernama tanggungjawab. Kelak kamu akan tahu bahwa diriku dan ibumu telah menyiapkan diri kami untuk menjadi mata air yang menyirami tubuhmu, membesarkanmu dengan lantunan kasih, dan melindungimu dari semua bahaya.

Nak, ibumu tadi menelpon untuk menyampaikan keadaanmu. Kamu sungguh beruntung punya seorang ibu yang selalu ceria, meskipun terkadang ia suka merajuk manja dan tiba-tiba ngambek. Kamu beruntung karena berada dalam dekapan yang tepat, seorang ibu yang akan menyayangi dan menjagaimu, dengan kasih yang tak bertepi. Terhadap ibumu, tak setitikpun berkurang keyakinanku bahwa dirimu berada pada dekapan yang tepat.

Di sini, di jantung sebuah kota, pada jarak sekian kilometer dari ibumu yang kucintai, diriku sedang merinduimu. Diriku yang sedang belajar bagaimana menjadi ayah yang akan menjadi beringin kekar tempat dirimu menggantungkan harapan. Semoga cinta ibumu dan cintaku akan menjadi kristal cahaya yang menemani kesunyianmu, menemani proses ketika tubuhmu menyempurna.(*)

0 komentar:

Posting Komentar