Lebih Suka Kereta Ekonomi

SAYA lebih suka naik kereta ekonomi ketimbang kereta AC atau kereta eksekutif. Bukan soal murah, namun saya menyukai suasananya yang ramai serta lalu-lalangnya para pedagang kecil hingga para pengemis. Tanpa bermaksud menonjolkan kebajikan, saat naik kereta ekonomi, saya punya kesempatan untuk membagikan koin receh yang ada di saku celana.

Bagi saya, kereta ekonomi adalah jendela (windowshopping) untuk melihat negeri ini. Banyaknya pengemis di situ menjadi potret utuh bangsa ini. Para pengemis di situ memainkan strategi menarik konsumen, menyesuaikan intonasi suara hingga terdengar memelas, hingga sesekali mengutip ayat Al Quran. Fenomena ini menjadi catatan penting bahwa mereka bukanlah rakyat kecil yang pasif atau sebagai subyek belaka. Mereka memainkan posisi sebagai subyek yang punya kemerdekaan beroikir dan berkehendak. Mereka adalah agen kreatif yang survive untuk keluar dari lingkaran kemiskinannya.

Kita melihat wajah negeri ini yang sesungguhnya, bukan wajah yang penuh polesan. Di kereta ekonomi, anda bisa mengukur sejauh mana keberhasilan negeri ini memberikan pelayanan kepada warganya. Keberadaan pengemis dan orang miskin di situ adalah alarm yang memberikan isyarat bahwa terdapat banyak pekerjaan rumah yang mesti kita tuntaskan untuk membangun bangsa ini.(*)

0 komentar:

Posting Komentar