Rutinitas ke Toko Buku

“Buku adalah lebah yang membawa tepung sari
dari satu pikiran ke pikiran yang lain..”

James Russel Lowell


KALIMAT Lowell yang saya kutip dari Mizan Online ini adalah awal yang baik untuk menjelaskan semangat membaca saya belakangan ini. Saya sedang dikepung gairah meluap-luap untuk membaca sebanyak-banyaknya, baik karya fiksi, maupun karya-karya yang serius. Saya setuju dengan Lowell. Buku ibarat lebah yang membawa tepung sari pemikiran ke mana-mana. Proses membaca adalah proses menebar tepung sari tersebut sehingga bunga-bunga pengetahuan akan mekar. Melalui membaca, kita bisa berkelana jauh menjangkau banyak sudut-sudut yang selama ini belum terjamah.

Saya ingin bercerita tentang buku-buku yang saya baca belakangan ini. Minggu lalu, saya menuntaskan tiga buku serial Percy Jackson & Olympians karya Rick Riordan. Ketiga buku itu adalah The Lightning Thief, The Sea of Monsters, dan The Titan’s Curse. Minggu ini, saya berencana untuk menghabiskan buku keempat karya Riordan yang berjudul The Battle of Labirynth. Mudah-mudahan penerbit Mizan Fantasi bisa segera menerbitkan buku terakhir The Last Olympian.

Minggu lalu, waktu saya lebih banyak dihabiskan di lokasi penelitian. Namun, saya masih sempat menuntaskan tiga buku karya Riordan. Minggu ini, saya membeli banyak bahan bacaan untuk dibawa ke Bau-Bau demi mengisi hari-hari selama di sana. Mulai dari dua karya Bobbi DePorter yakni Quantum Writer dan Quantum Reader, serta buku Bali Pascakolonial: Jejak Kekerasan dan Sikap kajian Budaya. Buku yang terakhir ini adalah salah satu minat saya selama menempuh pendidikan Pascasarjana UI. Apalagi, saya mengenal pengarangnya Ngurah Suryawan, serta pengantar dari dosen saya Prof Achmad Fedyani Saifuddin.

Buku-buku itu belum cukup untuk bacaan seminggu. Saya masih harus membeli beberapa majalah terbaru seperti National Geograpic Indonesia, Readers Digest, Tempo, Cinemags, dan Film. Mudah-mudahan, saya bisa menuntaskan semua bacaan tersebut dalam waktu seminggu. Saya yakin pasti cepat selesai sebab semua bacaan itu sangat menarik.

Semua buku tersebut saya beli di Toko Buku Gramedia. Selama beberapa hari ini saya cukup rajin mengunjungi toko buku itu. Saya sudah bisa membayangkan bahwa saat menetap di Bau-Bau nanti, saya akan kehilangan rutinitas ke toko buku ini, sebagaimana rutinitas menonton film di bioskop. Makanya, selagi saya masih di Makassar, saya menggunakan kesempatan ini sebaik-baiknya untuk sesering mungkin ke toko buku dan membeli beberapa buku terbaru.

Tadi siang, saat ke toko buku Gramedia, saya kembali didera kekecewaan. Keinginan saya untuk membaca riset terbaru di bidang ilmu-ilmu social atau kebudayaan tidak kesampaian. Nampaknya, sangat langka buku-buku bertemakan ilmu social atau kebudayaan. Ini berbeda dengan karya-karya fiksi yang memenuhi rak-rak buku di toko. Saya pernah menuliskannya di blog ini. Mungkin karena dunia ilmu pengetahuan, khususnya ilmu social tengah jalan di tempat. Para ilmuwan sibuk saling mencaci, tanpa saling menginspirasi. Mungkin ini adalah bawaan dari kampus, yang salah satu metode untuk meluluskan seseorang adalah dengan cara tugas menyusun karya ilmiah, kemudian dibantai “beramai-ramai.” Untuk lebih jelasnya klik saja tulisan saya sebelumnya di SINI.

Mungkin, situasi kelangkaan ini adalah tantang bagi para ilmuwan social kita untuk melahirkan buku bermutu. Mungkin tantangan itu berlaku pula buat saya agar segera beralih dari penikmat bacaan menjadi penulis buku yang produktif. Semoga saja demikian.(*)

0 komentar:

Posting Komentar