Benang Riset yang Menautkan Keping Pengetahuan

SELAMA dua minggu ini saya berkutat dengan penulisan laporan tentang sutra. Selama dua minggu, saya mengumpulkan semua ingatan tentang pengalaman selama berinteraksi dengan para petani ulat sutra, penenun, hingga mereka-kereka yang punya andil dalam dunia persutraan. Saya mengumpulkan keping-keping kenangan tentang mata rantai produksi sutra hingga membentuk gambaran yang utuh dalam benak.

Bagi saya, penelitian adalah upaya mengumpulkan kepingan pengetahuan atas sesuatu. Saya sering menganalogikan pengetahuan sebagai kepingan-kepingan. Kita hanya mengetahui satu sisi dari keping koin, sementara orang lain mengetahui sisi yang lain. Dengan cara mengumpulkan pengetahuan tentang dua sisi mata koin tersebut, kita bisa mengetahui sesuatu secara utuh.

Saya teringat sebuah dongeng Eropa tentang 12 orang buta yang hendak mengetahui seperti apa rupa gajah. Mereka lalu diperhadapkan dnegan gajah lalu merabanya. Ada yang menyentuh badannya, dan menarik kesimpulan bahwa gajah seperti tembok. Ada pula yang memeluk kaki gajah lalu mengatakan gajah seperti sebatang pohon. Ada yang menyentuh gading, lalu mengatakan gajah seperti tombak. Ada pula yang memegang telinga, lalu menganggap gajah seperti tikar. Demikian pula orang buta lainnya, memegang organ tertentu, kemudian menyimpulkan sendiri-sendiri tentang gajah.

Apakah mereka salah? Tidak. Memang, seperti itulah sekeping pengetahuan dalam diri kita. Kita ibarat orang buta yang hanya mengetahui sesuatu secara sepenggal-sepenggal. Melalui penelitian atau riset kualitatif, kita bisa melihat sesuatu dari banyak sisi demi mendapatkan pengetahuan yang utuh. Penelitian ibarat benang yang kemudian menjahit semua kepingan pengetahuan yang lain dan menyempurnakan pahaman kita. Saat itu, kita memperoleh pengetahuan yang lebih terang, sebagai hasil dialog kita secara terus-menerus dengan realitas di lapangan, mencatat pengamatan, menulis, lalu menganalisis semua temuan secara terus-menerus.

Tentu saja, penelitian itu tidak akan pernah final. Kalaupun penelitian itu berakhir, maka itu hanyalah persimpangan sementara saja. Kitalah yang memutuskan selesai, sebab data yang dikumpulkan sudah cukup. Padahal, realitasnya bergerak terus. Posisi kita hanya sesaat membekukan realitas yang bergerak itu, demi menuliskannya.

Satu lagi penelitian yang saya tuntaskan bersama teman-teman di Pusat Studi Media, Unhas. Saat menuliskan refleksi ini, tiba-tiba ada sebaris kesan yang menggenang dalam hati ini. Bagi saya, tugas mulia seorang peneliti adalah membangun rumah yang dibangun dari himpunan pengetahuan-pengetahuan tentang sesuatu. Penelitian akan membawa dampak berupa sikap yang humble dan melihat kenyataan secara arif. Pada akhirnya, kitalah yang harus banyak belajar dari setiap keping realitas yang kita hadapi.(*)


0 komentar:

Posting Komentar