HARI ini saya ada urusan di Fakultas Pertanian Unhas. Saya jalan-jalan di kantin Jasbog Pertanian Unhas, kemudian singgah nongkrong di tempat mahasiswa biasa duduk-duduk menunggu dosen. Suasananya masih seperti dulu. Di situ, saya ngobrol bersama teman sekampung yaitu Mukmin sambil memperhatikan sekeliling.
Satu hal yang sering saya perhatikan adalah mahasiswa Unhas selalu nongkrong di tempat di mana mace-mace menjual. Dalam bahasa Makassar, mace bermakna ibu atau mama. Istilah ini dipakai mahasiswa Unhas untuk menyebut sejumlah ibu-ibu yang menggelar dagangan di lapak-lapak di dalam kampus. Jualannya berupa penganan seperti kue-kue, serta minuman seperti kopi, susu, atau kopi susu. Tempat jualannya juga sederhana. Kadang hanya berupa meja kecil dan di situ diletakkan semua dagangan. Ketika mahasiswa memesan kopi, mace akan menuang air panas dari termos besar yang sudah disiapkannya. Sangat praktis.
Hampir di semua fakultas, selalu bisa ditemukan para mace berjualan. Meskipun secara umum disapa mace, namun saya menemukan banyak nama-nama yang berbeda di beberapa faultas. Misalnya di Fakultas Ekonomi, sapaan mace adalah Madam. Sementara di Fakultas Hukum, sang mace disapa Mama Robert. Keren khan?
Belakangan ini, banyak berdiri kantin-kantin yang megah dan mentereng, namun keberadaan mace tidak lants tergerus. Malah, banyak kantin bagus di Unhas yang justru tak punya pelanggan sama sekali. Sementara para mace justru tetap bisa mempertahankan komunitas pelanggannya.
Mereka tak punya kiat-kiat bisnis untuk itu. Untungnya juga tidak seberapa. Malah, banyak para mace yang mengalami kerugian. Mereka hanya menjalin relasi yang sangat dekat dengan hubungan dengan mahasiswa. Hubungannya bukanlah hubungan pemilik toko dan pelanggan. Hubungannya adalah ibu dan anak. Makanya, bagi mahasiswa --khususnya yang perantau-- keberadaan mace sangatlah penting. Mereka serasa menemukan personifikasi hubungan ibu-anak di situ.
Bagi sebagian mahasiswa, figur mace adalah penyelamat yang selalu siap membantu. Tatkala mahasiswa kehabisan uang bulanan, para mace siap-siap saja ketika mahasiswa itu mengutang. Beberapa teman sering mengutang ke mace dan setelah itu pura-pura lupa atau berpretensi tak punya utang. Tak pelak, seorang mace yang mangkal di Fisip, pernah marah-marah dan mendamprat mahasiswa itu depan mahasiswa lain. Mahasiswa yang didamprat tidak ikut marah. Ia hanya tertawa-tawa ketika banyak temannya tepuk tangan dan memberi semangat kepada mace. Setelah itu, hubungan kembali cair dan seperti sedia kala. Pernah pula saya dengar cerita tentang mace yang mangkal di ekonomi yang memasang pamflet pengumuman berisi daftar utang para mahasiswa. Mahasiswa menjadikan itu sebagai lelucon. Tiba-tiba saja ada yang iseng dan menambahi nama temannya di situ. Padahal, sang teman tak pernah berutang.
Dibalik semua keisengan itu, para mace adalah pahlawan bagi mahasiswa. Pantas saja, banyak mahasiswa yang mencantumkan nama mace di halaman pengantar di skripsinya. Banyak juga mahasiswa yang ketika jauh merantau, suatu saat kembali ke Unhas, kemudian memerlukan waktu untuk singgah menemui mace. Mereka mencium tangan mace dan menyampaikan terimakasih karena telah berjasa mengantar mereka jadi sarjana.
Itulah indahnya dinamika dalam kampus.(*)
0 komentar:
Posting Komentar