Politik sebagai Kelambu Kekuasaan

POLITIK adalah soal bagaimana mentransformasi kebohongan menjadi kebenaran. Hitler benar juga ketika mengatakan bahwa kebohongan yang selalu diulang-ulang akan menjelma menjadi kebenaran. Proses mengulang-ngulang kebohongan itu adalah sinonim dari proses politik yang melibatkan negosiasi antara aktor politik, wacana, serta strategi kuasa. Proses politik jelas penuh dengan drama, intrik, serta negosiasi di balik layar. Makanya, politik selalu bicara tentang dua ruang yaitu terang dan gelap. Kita hanya bisa menyaksikan wilayah terang dalam politik, tanpa diajak melihat apa yang terjadi di wilayah gelap.

Saya kira, perumpamaan paling pas tentang politik adalah ranjang gaduh yang ditutupi kelambu. Kita tak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi di dalam kelambu itu. Mungkinkah di situ ada ikatan yang tak sah dan pergumulan secara liar di mana kita hanya bisa mendengar kegaduhannya. Kita juga tak benar tahu rupa-rupa alasan pergumulan di balik kelambu itu. Kita hanya mendengar suara-suara gaduh, ribut-ribut, atau saling maki dengan kasar. Kita hanya menjadi penyaksi yang seolah dibisukan. Kita dijejali intrik yang sukar kita runut atau kenali jejaknya. Sebagai rakyat biasa, kita diceburkan dalam lautan tanda yang tak jelas, namun senantiasa menyebut-nyebut nama kita sebagai tujuan pengabdian.(*)


1 komentar:

Patta Hindi Asis mengatakan...

saya kemarin membaca bahan kuliah dari dosen sejarah...politik memori menghegemoni yang di produksi penguasa. dan kata2 mirip seperti dosen itu. kesalahan yang berualng2 akan menjadi kebenaran.

Posting Komentar