Miris di Negeri Baliho

SAYA tak terlalu suka dengan gambaran fisik Kota Makassar saat ini. Saat memasuki kota ini, saya berharap ada pemandangan yang berbeda dengan kota Jakarta atau Depok. Ternyata, semuanya sama saja. Terlampau banyak baliho bergambar wajah dan senyum yang memenuhi atmosfer kota. Negeri ini sudah jadi negeri baliho, negerinya orang-orang yang suka mengumbar janji. Semuanya untuk kekuasaan dan mempertebal pundi-pundi kantong pribadi.

Dalam kunjungan saya selama beberapa hari, ke manapun saya hadapkan wajahku, maka saya akan menemukan baliho bergambar caleg partai politik. Bagiku, semua baliho itu sama saja. Sama-sama mengumbar janji. Terus terang, saya mulai jenuh dengan janji-janji. Saya bosan dengan iming-iming. Di negeri ini, kita sebagai rakyat selalu saja dijanji di berbagai tingkatan. Mulai dari pilkada kabupaten/kota, pilkada provinsi, pemilu DPD, pemilu anggota DPRD kab/kota, hingga pemilu anggota DPRD Provinsi dan DPR RI. Pada semua lini itu, selalu saja ada janji yang diumbar. Selalu ada iming-iming. Selalu ada jual kecap dan teriakan agar orang-orang membeli kecap. Di negeri ini, ada tingkatan kebohongan kepada rakyat. Mulai dari lapis paling kecil hingga lapis yang paling besar.

Semua orang sibuk memasarkan diri, tanpa melakukan sesuatu yang lebih riil sehingga masyarakat mencatat namanya di barisan mereka yang konsisten mengawal idealisme kerakyatan. Semua sibuk dan kita sebagai rakyat haru selalu dibohongi untuk kesekian kalinya. Kita punya daya tahan terhadap aneka kebohongan di semua lini sosial. Ah...Mungkin saya terlalu pesimis, bagiku ajang pemilu adalah arena berbohong secara massal. Semuanya sibuk mengumbar janji dan teriak-teriak "Barang saya yang paling laku dan paling cespleng mengobati masalah sosial." Uppss..... sudahlah. Saya mulai lelah dengan semuanya.(*)


0 komentar:

Posting Komentar