Terpaksa Harus Menolak Pekerjaan

BEBERAPA hari yang lalu, seorang senior yang kini menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar, Maqbul Halim, mengajakku terlibat di kegiatan KPU. Ia memintaku menjadi konsultan media dan merancang semua informasi tentang KPU yang akan ditampilkan di media massa. Ia ingin agar saya juga bisa merancang press release kemudian menjadi moderator dalam setiap acara tersebut.

Pendeknya, ia ingin agar saya menjadi konsultan media dan juru bicara KPU Makassar yang sebentar lagi akan menggelar pilkada Kota Makassar. Sebenarnya saya tertarik dengan tawarannya. Namun, saya tidak sepakat dengan ritme pekerjaan yang mengharuskan saya untuk masuk kantor setiap hari hingga bulan November. Kok saya menjadi kayak PNS saja. Di sisi lain, saya juga tidak sepakat dengan jumlah salary yang ditawarkan. Bukannya mau sok materialis, namun konsekuensi yang akan saya tanggung jika menerima pekerjaan itu adalah saya harus rela jika kelak masa studiku tertunda. Rencanaku, bulan Agustus hingga Desember akan saya fokuskan untuk konsentrasi menyelesaikan tesis dan jadi magister. Jika rencana besar itu harus tertunda, maka saya ingin nilainya setara dengan pengorbanan tersebut.

Kemarin, lagi-lagi ada pekerjaan yang datang menghampiriku. Saya ditelepon Mbak Hajar dari Elsim yang memintaku untuk menjadi konsultan media dari seseorang yang akan menjadi kandidat wali kota Makassar. Lagi-lagi saya tidak bisa menerimanya karena masih fokus untuk menyelesaikan studi. Mungkin jika studi ini kelar, saya bisa lebih menyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus. Terlalu banyak investasi yang sya keluarkan untuk studi ini, makanya saya harus fokus untuk menyelesaikannya.(*)

Makassar, 27 Juni 2008


0 komentar:

Posting Komentar