GEN Z



Di tahun 2020, saya diminta memimpin tim kerja yang isinya adalah mayoritas Gen Z. Hanya satu yang lulus kuliah. Lainnya berusia belum genap 20 tahun. Mereka masuk korporasi dengan menenteng ijazah SMA. 

Ada di antara mereka yang sambil kuliah. Waktu ketemu, saya agak pesimis. Mereka masih kayak anak kemarin sore, yang hobinya main game. Jam bermain game lebih banyak dari jam bekerja. 

Tapi seiring waktu, saya akhirnya belajar banyak. Di arena praktis, skill mereka selevel dewa. Mereka hanya butuh arahan. Semua bisa dikerjakan dengan cepat. Saya malah belajar banyak, khususnya di dunia industri kreatif. 

Mereka masih muda, cepat belajar, juga senang mencoba hal baru. Saya tidak terkejut jika perusahaan membayar mahal gaji mereka. Mereka ibarat kanvas yang bisa diisi dengan petualangan baru. Kerja, bagi mereka, adalah bermain-main, lalu menyelesaikan tantangan demi tantangan. 

Persis kayak main game. Saya menikmati kerja dengan mereka. Selama empat tahun bekerja, skill mereka terus berkembang. Tidak peduli, mereka pernah kuliah atau tidak. Juga tak penting ada ijazah atau tidak. Yang penting, bisa menjalankan rencana-rencana. 

Bersama mereka, saya bisa jadi pengendali tim, juga pengatur ritme kerja. Yang saya hindari adalah jalan bersama staf cewek. Sebab saya akan terlihat seperti om-om yang mengajak ponakan jalan-jalan. 

Bisa pula dikira tukang pukul atau bodyguard. Pernah saya dikira supirnya. Barusan, saya menerima pesan dari seorang petinggi di satu daerah. Dia menitip temannya untuk bekerja di satu kantor di daerah. 

Saya cek CV-nya dan terkejut, karena lahir tahun 1971. Jauh di atas saya. Saat saya hubungi, malah saya diceramahi dengan teori-teori jadul, yang dipelajari di kampus, tapi di dunia kerja sudah tidak relevan. 

Hmm, sepertinya, saya lebih nyaman bekerja dengan anak muda.

0 komentar:

Posting Komentar