Bisnis Youtube

 


Anak muda itu datang menemui saya di jantung kota Jakarta. Usianya mungkin 20-an tahun. Dia membawa proposal pendirian bisnis yang basisnya ekonomi kreatif. Dia ingin dihubungkan dengan beberapa angel investor Dia juga ingin diskusi.

Dia bukan orang baru. Timnya telah lama menggarap animasi, yang kliennya adalah televisi dan industri hiburan lainnya. Tapi kali ini dia ingin total buat konten untuk Youtube. Hmm. Menarik.

Saya memperhatikan proposalnya yang unik. Selama ini saya hanya mendengar kalau Youtube bisa mendatangkan duit. Tapi cara dan bagaimana mendapatkan cuan, saya tidak tahu.

Rupanya, dia membuat konten-konten Nursery Rhyme, lagu untuk anak-anak. Pasarnya banyak. Dia mencontohkan, di Youtube, tayangan paling banyak ditonton adalah Baby Shark Dance, dengan jumlah pemirsa hingga 10 miliar orang. Hitung sendiri berapa keuntungan dari video dengan animasi sederhana itu.

Menurutnya, agar satu akun bisa dimonetasi, maka harus memenuhi beberapa persyaratan. Di antaranya, harus memiliki 4.000 jam tayang, harus memiliki 1.000 subscriber, dan terdaftar di Google Adsense.

Jika semuanya berjalan lancar, di bulan ke-9, kanal yang akan dibangunnya akan segera menghasilkan cuan.  Di tahun kedua, jumlah subscriber adalah 100.000, dengan jumlah tayang 1,5 juta view untuk 30 video. Penghasilannya bisa 5 juta per hari, dan di akhir tahun kedua bisa 1,9 miliar. Jumlah ini akan terus berkembang. Wow.

Saya memandang kagum. Hal-hal semacam ini susah dipikirkan generasi lama, yang masih memandang televisi sebagai satu-satunya bisnis yang menghasilkan. Padahal generasi baru tak pernah menonton televisi. Mereka warga Republik Youtube, yang tunduk dan menjadi pemirsa dari para kreator konten.

Saya ingat tulisan Malcolm Galdwell tentang David versus Goliath. Banyak perusahaan besar yang serupa Goliath yang tambun, susah berjalan, dan rabun dekat. Banyak yang merasa di atas angin hingga lupa mengenali lanskap bisnis yang terus berubah.

Anak muda ini serupa David yang kecil, bergerak efektif, dan lincah memainkan ketapel. Dia cukup mengandalkan Yutube, lalu membangun tim efektif, kemudian bisa meyakinkan investor untuk mendanai bisnis rumahannya.  Kita tahu akhir kisah itu adalah Goliath kalah melawan David.

Barusan saya mendengar informasi tentang media besar yang tinggal menunggu waktu untuk tumbang. Ongkos produksinya sudah tidak bisa ditutupi oleh pemasukan. Mau beralih menggarap konten Yutub tidak semudah itu, sebab berhadapan dengan banyak semut-semut merah yang operasionalnya kecil, tapi efektif menyengat.

Dulu ekonom MF Schumacher pernah berkata “Small is Beautiful.” Sekarang, kita menyaksikan banyak pemain kecil yang tangkas. Cukup duduk di rumah, bangun tim, perkuat network, maka cuan akan mengalir seperti sungai.

Dalam semua tim kecil itu, perlu satu kreator konten yang memahami apa saja trending, bisa bikin trending, dan tahu bagaimana mengolah bahan-bahan sederhana agar menjadi viral. Tim itu juga butuh pemasar digital yang tahu strategi menyebarkan satu konten ke mana-mana.

“Apa Abang bisa bantu kami merancang konten?”

“Ada duitnya gak?”

“Pasti dong. Jauh lebih besar dari honor pelatih kucing. Mau?”


1 komentar:

Dwi Wahyudi mengatakan...

Kondisi sekarang sudah banyak praktisi2 semut merah yang mau berbagi ilmu dan pengalaman, tinggal kembali lagi ke pribadinya masing2 mau atau tidak. Sebenarnya jika mau dicari celahnya lebih dalam, masih ada peluang2 di online bisa menjadi sumber penghasilan. Salam kenal dari Tanah Kalimantan...

Posting Komentar