Di Senyum Manis Oki, Kita melihat Indonesia

Oki Setiana Dewi

MULANYA potongan ceramah itu tayang di Tik Tok. Seiring waktu, tayangan itu segera viral di mana-mana. Oki Setiana Dewi bukan sekadar ustazah muda. Dia adalah selebriti, yang punya banyak pengikut di media sosial.

 

Suara-suara protes bermunculan. Banyak selebriti media sosial ikut mengomentari pernyataan Oki. Di negeri ini, orang lebih mudah menghakimi ketimbang memahami. Lebih mudah menghujat, ketimbang meluruskan. 

 

Saya tak ingin membahas substansi yang diperdebatkan. Saya percaya, niat Oki adalah menyebar kebaikan. Namun dia memilih diksi yang tidak tepat. Publik ramai mengkritik, malah ada yang merundung. Padahal, akan jauh lebih bermakna jika semua orang memberinya masukan berharga.

 

Satu kekeliruan darinya tidak bisa menjadi “alat bukti,” lalu menersangkakan dan mengabaikan betapa banyaknya kalimat-kalimat baik dari Oki.

 

Di media sosial, banyak netizen yang nyinyir dan menyebut dirinya sebagai “ustazah jalur artis.” Betul, dia memang mulai menapak popularitas sejak bermain dalam film Ketika Cinta Bertasbih. 

 

Hanya saja menyamakan Oki dengan para selebriti yang “mendadak hijrah lalu berfatwa musik itu haram”, tidaklah tepat. Oki adalah pribadi yang terus mengasah dirinya. 

 

Dia memang bukan sosok santri yang sejak usia belia belajar di madrasah atau sekolah keagamaan. Dia belajar di sekolah negeri hingga SMA di Depok. Setelah itu lanjut pendidikan di Sastra Belanda, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia. Setelah itu belajar di Program Magister mengenai Pendidikan Anak Usia Dini di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

 

Lulus magister, dia lanjut ke Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah di program Doktor Kajian Islam, jurusan Dakwah dan Komunikasi. Di saat bersamaan, dia juga mengambil program doktor bidang pendidikan Berbasis Quran di Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran Jakarta.

 

Nah, dari sisi pendidikan, jelas dia bukan kaleng-kaleng. Dia lulus di kampus-kampus bagus yang punya standar tinggi. Brand Islami melekat kuat pada dirinya. Wajar saja jika dirinya selalu diundang untuk memberikan ceramah. Dia tampil di televisi. Kanal medsos sosialnya juga selalu ramai. 

 

Bagi saya, dia seorang marketer yang hebat. Dia pandai menyasar celah pasar yang tidak banyak dimasuki para pendakwah di Indonesia. Lihat saja semua televisi kita, mayoritas pendakwah adalah laki-laki. Pendekatan kita dalam dakwah lebih banyak sisi maskulin ketimbang feminin. Selain itu satu arah.

 

Padahal, kata guru marketing Hermawan Kertajaya, pemasaran di era kekinian menyasar tiga kelompok utama. Ketiganya adalah Youth (anak muda), Women (perempuan), dan Netizen. 

 

Oki adalah sosok yang mewakili tiga target penting pemasaran itu. Dia adalah sosok yang muda, perempuan, juga bermain di media sosial dan teknologi informasi. Dia paket komplit yang pandai meniti di zaman yang terus berubah. Dia punya branding dan pendekatan berbeda, katakanlah dengan penceramah perempuan lain, semisal Mama Dedeh.

 

Lihat saja aset digital yang dia miliki. Di Tik Tok, dia punya follower hingga 804 K. Di Instagram, dia punya 17,8 Jt. Di FB, dia punya 3,4 juta pengikut. Bandingkan dengan dai kondang yang punya pengikut hanya beberapa gelintir di media sosial.

 

Oki merawat semua aset digital itu sebagai kanal untuk berinteraksi dengan semua kalangan. Dia menjaga keseimbangan atau sinergi antara pendekatan online (berbasis media sosial) dan offline (dakwah secara langsung). Tidak mengherankan jika dia dengan cepat melejit. 

 

Oki hadir di saat yang tepat. Kehadirannya menjadi antitesis dari pendekatan dakwah yang maskulin dan satu arah. Wajahnya yang bening dan teduh laris di semua kanal media sosial. Dia punya banyak follower, sekaligus menjadi jamaahnya.

 

Dia menjadi penanda dari Indonesia baru, yang sebagian warganya berinteraksi di alam nyata, dan jauh lebih banyak yang berdiam di Metaverse. Dia tahu bagaimana mengemas pesan, melakukan diseminasi dan menyebarkan pesan dengan viral dan masif. 

 

Mark Zuckerberg pernah menujum, lima tahun lagi sebagian warga dunia akan pindah ke Metaverse. Jika saat itu tiba, Oki pasti lebih besar dari sekarang. Di Metaverse, dia akan punya tower sendiri, semacam ruang di mana para penggemarnya bertemu dan berinteraksi. Ruangnya akan jauh lebih besar dari ustad dan kiai mana pun

 

Wajah Islam Indonesia

 

Kehadiran Oki juga menjadi pintu bagi kita untuk memahami umat Islam Indonesia. Selama ini, kita terlalu menyederhanakan umat Islam di Indonesia, seolah hanya dari kalangan NU dan Muhammadiyah.

 

Pemerintah kita seolah hanya fokus pada dua ormas ini, lalu mengabaikan realitas yang kian dinamis. Pemerintah lupa kalau ada banyak anak muda perkotaan yang melek media sosial dan mencari pencerahan melalui teknologi informasi.

 

Ada ribuan, bahkan jutaan, anak muda yang malas mendatangi pengajian dan majelis taklim, tapi fokus mengikuti para selebriti media sosial seperti Oki. Populasi mereka kian lama kian besar. Mereka mulai membentuk ekosistem yang saling terhubung, serta menjadikan sosok seperti Oki sebagai jantung utama yang mengalirkan nilai ke seluruh ekosistem digital.

 

Fenomena ini sudah pernah disoroti oleh Profesor Martin Slama, peneliti Islam Indonesia di Australia. Menurutnya, perubahan signifikan dalam bidang Islam di Indonesia adalah meningkatnya ketergantungan Muslim pada media sosial.

 

Umat Islam Indonesia menganggap aktivitas daring menjadi bagian dari religiositas. Mereka menganggap unggahan-unggahan mereka yang saleh di media sosial sebagai upaya untuk meningkatkan religiositas mereka.

 

Satu hal yang mesti dicermati adalah media sosial membuat semua orang lebih ekspresif dan berani bersuara. Kita akan lebih sering menemukan diksi berbeda, serta opini yang aneh-aneh dan berpotensi gaduh. Ini akan berjumpa dengan watak netizen kita yang mengalami “Fear of Missing Out” sehingga suka mem-bully secara berjamaah. 

 

Suara-suara yang muncul dari ketidaktahuan itu ibarat setitik api di tengah umat yang telah lama disirami bensin kecurigaan satu sama lain. Maka meledaklah debat dan tengkar yang tak penting. 

 

Bangsa kita kian terbelah dan terkena kutukan sebagai bangsa yang suka tengkar, tanpa menjadikan perbedaan itu sebagai pupuk yang seharusnya menyuburkan rumah kebangsaan kita.

 

Di senyum manis dan wajah bening Oki, kita sedang melihat wajah Indonesia hari ini.



7 komentar:

alamsemesta mengatakan...

Keren..... Si tamvan memang ok dalam mengulik opini.

Bucek Sitepu mengatakan...

Manusia cuma bisa berikhtiar...namun Allah sang Mahalah yg mnentukan segalanya.
��jadi bisa jadi mungkin inilah salah 1 sosok yg bisa mmbantu Islam di indonesia bangkit kembali ke arah yg lebih baik dan rahmatan lilalamin.
Wallahua'lam bissawaf...
Semoga selalu dalam lindungan Allah mba' "oki".

Bucek Sitepu mengatakan...

Manusia cuma bisa berikhtiar...namun Allah sang Mahalah yg mnentukan segalanya.
🤔jadi bisa jadi mungkin inilah salah 1 sosok yg bisa mmbantu Islam di indonesia bangkit kembali ke arah yg lebih baik dan rahmatan lilalamin.
Wallahua'lam bissawaf...
Semoga selalu dalam lindungan Allah mba' "oki".

Rahmat Siswoko mengatakan...

Mubalighah yang sedang melejit. Perlu dikritik, jangan dihujat

Jumwal mengatakan...

Keren Om, ditengah Disrupsi Informasi, banyak terjebat hanya menyoroti apa yang keliru dan mengabaikan pesan yang benar dan positif

luke! mengatakan...

Dan mungkin tambahan dari saya: potongan video tersebut tidak bisa serta merta dijadikan bukti/alasan untuk menghakimi Oki tanpa melihat isi video/ceramah tersebut secara keseluruhan. Ini yang terjadi dimana-mana. Kita sering menilai seseorang berdasarkan sedikit informasi yang kita punya tanpa melihatnya secara menyeluruh.

kuasa mengatakan...

Luar biasa... Saya selalu suka dengan tulisan abang Yusran ^_^

Posting Komentar