Saat JOE TASLIM Memandang Sungai Musi

Joe Taslim

Di layar kaca, dia bisa setangguh Sub Zero saat melawan semua jagoan dalam Mortal Kombat. Dia menjadi Sersan Jaka demi melawan Mad Dog yang lebih suka tarung tanpa senjata dalam kisah The Raid. Dia pun bisa tangguh menendang sebagai Jah dalam Fast and Furious. Bahkan dia jago berpedang dalam film The Swordsman, produksi Korea.

Namun saat mantan atlet judo nasional ini memandang Sungai Musi di Palembang, dia bisa tersungkur dalam isak tangis dan sedih. Ada banyak cerita yang mengalir di sungai itu. Ada banyak kisah yang menautkan dirinya dengan masa lalu.

Dia, Joe Taslim.

*** 

Bocah itu bangun sejak pagi hari, di Palembang, awal tahun 1980-an. Dia menjalani rutinitas seperti mengambil air dan pekerjaan rumah lainnya. Ayahnya, Mardjuki Taslim, bukanlah orang berada. Ayahnya hanya seorang ketua RT.

Sang ayah sejak dini meminta anaknya untuk menekuni olahraga. Di usia muda, bocah bernama lengkap Johannes Taslim itu menekuni berbagai bela diri. Mulai dari wushu, taekwondo, hingga judo, semuanya pernah dijalaninya. Namun dia melihat jalan nasibnya ada di olahraga judo.

Dukungan ayahnya laksana air bah. Ayahnya selalu berusaha untuk hadir di setiap pertandingan Joe Taslim. Sang ayah meyakini olahraga adalah jalan pintas untuk hidup yang lebih baik. Dengan menggapai prestasi hebat, banyak pintu bisa terbuka untuk Joe.

Rupanya, sang ayah dulu berniat menjadi atlet. Niat itu tidak kesampaian. Dia pun mendorong anaknya agar  menggapai banyak obsesi di dunia olah raga. 

“Kalau kakekmu support seperti aku, pasti aku jadi juara dunia. Sekarang aku akan support kamu,” kata sang ayah.

Semangat Joe terlecut. Bersama kakaknya Peter Taslim, Joe menjadi pejudo yang selalu ditakuti lawan. Mereka sering disebut Taslim Brothers. Mereka tak kenal takut. Banyak pejudo akan keder duluan saat harus berhadapan dengan mereka. Banyak yang berharap ketemu di partai final, biar tidak gugur lebih awal.

Peter malah lebih trengginas. Gara-gara motivasi ayahnya, sebelum bertanding, Peter memukuli dirinya sehingga lawannya ketakutan. Dia jadi sosok tanpa kenal sakit di lapangan. Semuanya berkat latihan spartan dan konsisten.

saat menjadi atlet judo

Bersama kakaknya, Joe masuk pelatnas untuk cabang judo. Hari-harinya diisi dengan latihan demi latihan. Saat remaja seusianya keluyuran dan pacaran, dia harus menjalani banyak program latihan.

"Jadi atlet ya memang gitu, kehilangan masa-masa SMA. Orang-orang nongkrong dan pacaran, saya latihan dan latihan. Pengorbanannya emang begitu. Akan tetapi, saya tak menyesal. Saya bangga malahan bisa meraih medali untuk negara ini," katanya.

Namun buah demi buah berhasil dipetiknya. Dia tercatat pernah meraih medali emas di South East Asia Judo Championship Singapore 1999, medali perak di SEA Games 2007, dan medali emas di Pekan Olahraga Nasional (PON) 2008 mewakili kontingen Sumatra Selatan.

Saat bertanding di Singapura, ayahnya datang menyaksikannya. Joe terkejut sebab ayahnya tengah dirawat di rumah sakit di Palembang. Kedatangannya menjadi motivasi hebat yang mengalir dalam darah Joe sehingga dirinya bisa meraih emas.

Bermula dari Merantau

Suatu hari di pelatnas, seorang rekannya dari cabang olah raga silat mengajaknya nonton film. Mereka menonton film Merantau yang disutradarai Gareth Evans dan diperankan Iko Uwais dan Yayan Ruhiyan. Dia langsung jatuh cinta dengan adegan-adegan silat dalam film itu. Dia bertekad untuk main film yang disutradarai Gareth Evans.

Dia pun mencari jalan untuk menghubungi Gareth. Dia membuka Facebook lalu melihat ada akun milik Gareth. Joe langsung menyapa dan memperkenalkan diri. Dia menyebut dirinya atlet dan ingin diberi kesempatan bermain film.

Gayung langsung bersambut. Gareth membalas pesan itu. Gareth meminta Joe untuk datang ke studionya di Jakarta untuk mengikuti casting. Di situlah Joe bertemu Iko Uwais dan Yayan Ruhiyan.

Joe diminta mengikuti beberapa gerakan Iko sebagai instruktur laga. Setelah itu, dia juga diminta untuk membaca skenario drama kemudian memainkan peran itu. Jalan nasib Joe kian terbuka saat Gareth tertarik untuk mengajaknya bermain. Dia mendapat peran sebagai Sersan Jaka dalam film The Raid.

Film The Raid menjadi standar baru dalam dunia film aksi. Film itu mendapat sambutan meriah di pentas dunia. Banyak orang menilai film itu adalah film laga yang paling real dan menampilkan adegan aksi paling realistis. Silat menjadi bela diri yang sangat mematikan di film itu.

Joe memang tak bisa silat. Tapi berkat latihan wushu, tubuhnya selentur pesilat. Berkat judo, dia juga punya sisi kekerasan. Dia cepat beradaptasi dengan gerakan silat yang diarahkan Iko Uwais dan Yayan Ruhiyan.

Joe Taslim bersama Hiroyuki Sanada dalam Mortal Kombat

Banyak sineas Hollywood terpesona pada The Raid. Para pemainnya mulai dipanggil dalam beberapa produksi film Hollywood. Iko Uwais, Yayan Ruhiyan, Cecep Arif Rahman, hingga Joe Taslim mulai bermain film-film besar di Hollywood, juga dalam berbagai film produksi nasional.

Gareth membantu Joe Taslim untuk bermain dalam film Fast and Furious. Dia bermain dengan Vien Diesel, Dwayne Johnson hingga Gal Gadot. Kemudian Joe juga bermain dalam Star Trek, serta film The Swordsman bersama aktor laga Korea Jang Hyuk. Dia pun menjadi Sub Zero yang dingin dalam Mortal Kombat.

Jalan nasib Joe terbentang bak karpet merah. Dia menjadi aktor global yang bermain dengan berbagai bintang besar. Saat menjadi Sub-Zero dalam Mortal Kombat, dia bisa menghadirkan kengerian dan horor, serta permainan bela diri yang memukau. Dia malah lebih bersinar dari Hiroyuki Sanada yang lebih dulu masuk Hollywood melalui film The Last Samurai.

Di tahun mendatang, nama Joe Taslim akan terus bergema dalam berbagai film lainnya. Dalam dirinya, ada kombinasi antara wajah tampan, kemampuan bermain drama, serta kelihaian bela diri. Dia pun punya etos kerja kuat berat tempaan latihan di dunia olah raga.

Sungai Musi

Tentu saja, nama besar yang menjadi matahari bagi dirinya adalah ayahnya, Mardjuki Taslim, seorang ketua RT yang hidupnya biasa-biasa. Ayahnya selalu memberi motivasi kuat serta dukungan luar biasa untuk kariernya. Ayahnya adalah mata rantai penting bagi karier Joe yang terus tumbuh dan mekar.

Salah satu kalimat ayahnya yang terngiang di benak adalah: “Dengar kataku. Kalau apa yang kubilang salah, nanti aku meninggal, kamu kencingi kuburanku.” 

Kini, ayahnya telah dipanggil Tuhan. Joe tak mungkin mendatangi kuburannya, sebab ayahnya dikremasi. Abunya disebar ke Sungai Musi di Palembang. Ayahnya lahir dan besar di Palembang, bahkan matinya pun mengalir di Sungai Musi.

“Kalau aku lihat Sungai Musi, air mataku langsung jatuh,” kata Joe. Ada nada sedih saat dirinya menyebut Sungai Musi. Dia memang setangguh Sub-Zero, tapi saat mengenang ayahnya, dia tiba-tiba rapuh dan terisak.


2 komentar:

mpi's stories mengatakan...

Wah, sisi lain dari sosok Joe Taslim. Saya ga nyangka, Joe yang bersinar skrg, dulu sempet "di-casting sama Iko Uwais" yang jadi sahabat karibnya skrg. Makasih, Kak Yusran. Tulisannya selalu mencerahkan :)

Maya mengatakan...

saya salah satu pengagum aktor ini
hampir semua film2 yg dibintangi Joe Taslim saja selalu menyaksikannya! luar biasa sekali prestasinya di indutri hiburan ini

Posting Komentar