Kembalikan Ibu Susi !!

Susi Pudjiastuti

Menteri itu baru saja ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seorang menteri yang dikelilingi tenaga ahli dan pakar perikanan, bahkan didukung pula pakar komunikasi komunikasi publik, justru dicokok bersama istrinya saat baru tiba di bandara.

Di media sosial, satu nama kemudian mencuat menjadi trending. Dia adalah perempuan lulusan SMP yang cintanya kepada keberlanjutan lautan Indonesia tak bisa ditakar. Da adalah perempuan yang pernah dipandang sebelah mata, tapi menjadi benchmark yang sukar digapai siapa pun. Maka ramailah orang berteriak: “Kembalikan Susi Pudjiastuti!”

Susi hanya menjabat satu periode. Tapi, dia meninggalkan legacy yang banyak untuk dunia kelautan Indonesia. Kalimatnya “Tenggelamkan!” terpatri di dasar hati publik Indonesia. Banyak yang tidak menyangka, perempuan yang disoroti karena bertato dan merokok itu justru punya nyali setinggi langit.

Keberanian memang tak membutuhkan banyak analisis risiko. Keberanian hanya butuh sebening keyakinan, bahwa apa yang sedang dikerjakan itu benar. Keberanian serupa api yang membakar seseorang dan bersedia untuk melakukan apa pun.

Perempuan yang memulai karier dari rakyat jelata tak berpunya itu tahu persis, dunia kelautan Indonesia serupa surga yang diperebutkan para maling dari banyak benua. 

Dia juga tahu kalau para maling itu punya akses pada kebijakan sehingga sering dilindungi.  Dia sering mendengar kisah para nelayan yang tangkapannya terganggu karena laut kita dijarah dengan kapal-kapal besar, yang tak menyisakan apa pun. 

Ketika menjadi menteri, dia fokus menghajar yang besar-besar. Dia tenggelamkan kapal-kapal asing penjarah lautan Indonesia. Dia abai dengan suara-suara protes dari pengusaha. Lautan adalah milik kita yang harus diselamatkan. Lautan harus diwariskan untuk anak cucu, lengkap dengan sumber daya hayati yang kaya. Lautan hanya untuk bangsa, juga untuk masa depan.

Dia pun melindungi nelayan kecil dengan asuransi. Dia dorong agar semua pelaku perikanan peduli pada sumber daya alam yang berkelanjutan. Bahkan dia melarang ekspor benih lobster yang hanya memberi keuntungan pada sejumlah orang. Cukup sedikit bersabar, maka benih atau bayi itu akan besar lalu bisa dijual berlipat-lipat harganya.

Apa daya, dia dianggap tidak pro bisnis. Kebijakannya bikin banyak orang kehilangan berlian. Dia dijegal oleh partai-partai politik yang kesemuanya mengajukan keberatan kepada presiden. Dia pun diganti dengan menteri berlatar partai yang disebut-sebut pro bisnis dan pengusaha.

Yang dilakukan menteri baru hanya sibuk mengkritik, bahkan mengungkit celah Susi. Menteri baru hanya sibuk nyinyir, tanpa menunjukkan satu kerja yang punya orientasi untuk hari ini dan hari depan. Menteri baru hanya jadi bayang-bayang. Dia mengganti semua kebijakan Susi hanya untuk menunjukkan dirinya jauh lebih baik dari menteri lulusan SMP.

Bahkan demi positioning yang kuat, menteri baru membentuk barisan tenaga ahli berupa para profesor dan pakar komunikasi publik. Susi yang hanya bisa bersuara parau di media sosial, ditentang habis-habisan. Kebijakannya dianggap hanya selevel SMP. 

Lautan kembali menjadi bancakan banyak kelompok. Petinggi partai burung bersorak-sorai dan berpesta dengan kuota ekspor benih sumber daya laut kita. Tak henti-hentinya menteri baru menyebut dirinya tak punya bisnis. Padahal laporan lembaga terpercaya menyebut kekayaannya terus melonjak.

Lautan kita tidak diam. Lautan kita menjadi saksi atas apa yang diakukan manusia. Dalam kearifan tradisional kita, lautan serupa semesta yang menjadi rumah bagi makhluk laut juga bagi manusia. 

Jika mengelola dengan baik, lautan akan berlimpah memberikan segala hal yang dibutuhkan manusia. Namun jika mengelolanya dengan niat memenuhi hasrat, mala lautan juga akan memberikan bala. Lautan punya banyak cara untuk menghukum keserakahan manusia.

Bau busuk dari pesta pora itu tercium media. Satu media besar memajang gambar menteri itu dengan benih lobster memenuhi mulutnya. Dunia kelautan kita yang sebelumnya sarat prestasi dan pujian kini penuh dengan sorotan. Jejaring di sekitar menteri pun diungkap satu per satu. 


Maka, bandara itu menjadi saksi. Menteri itu ditangkap bersama istri saat baru tiba. Dia tidak mewariskan apa pun selama menjabat. Dia hanya dikenang sejarah sebagai seorang menteri yang membuka keran ekspor benih, menghancurkan mata rantai keseimbangan di laut kita, serta mewariskan banyak sengkarut dan masalah untuk generasi mendatang.

Dia gagal menorehkan jejak di samudera kita. Dia menjadi bayang-bayang dan pengkritik menteri sebelumnya yang tadinya dipandang sebelah mata.

Pelajarannya adalah kehebatan retorika dan ketinggian ilmu seseorang bukanlah jaminan untuk menghasilkan kebijakan yang baik dan punya manfaat lintas generasi. Terpenting bukan sehebat apa kamu mengkritik mencaci orang lain, namun tampilkanlah sisi baik darimu yang kelak akan menjadi buah segar untuk dinikmati semua orang.

Dunia kelautan kita memang unik. Pernah dipimpin profesor, tapi malah tersandung. Saat dipimpin seorang lulusan SMP malah melejit dan sukses, serta menggetarkan para penjarah. Begitu dipimpin politisi pro-bisnis, kok malah kembali porak-poranda. Kalau gitu, kita memang butuh orang biasa dengan nyali luar biasa.

Makanya, marilah kita teriakkan tagar #KembalikanIbuSusi



4 komentar:

Muh. Haris mengatakan...

Keren

Unknown mengatakan...

Like

BuNg_Isnaini Ibrahim mengatakan...

Sayapun selaku anak nelayan merasa gebrakan dan terobosan Susi membuat masyarakat nyaman tanpa ribut krn pengkapan lobster, lalu setelah kebijakan pelarangan tersebut di copot kembali ributlah di tengah masyarakat. Masyarakat nelayan di tempat saya tinggal mayoritas pencari ikan dan udang, bahkan catatan penghasilan udang terbanyak di Indonesia setelah Aceh. Namanya teluk cempi di wilayah kecamatan Hu'u kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat, sekarang para pencari lobster setiap malam menyalakan lampu di tengah laut dengan menggunakan strongkeng dan sejenisnya untuk mengumpan/memancing benih atau bayi lobster ke dalam perangkat serta alat yang sudah disediakan. Di sisi lain nelayan pemburu ikan dan udang tidak akan bisa melihat tanda-tanda menyala ikan dan udang karena ditutupi oleh sinar strongkeng tersebut, terjadilah sedikit gesekan sosial bagi para nelayan di teluk cempi dan sekitarnya.
Salam Nelayan Tangguh

Unknown mengatakan...

Keren tulisannya bang

Posting Komentar