Kisah Seribu Pita Kuning




Sebentar lagi bis akan mendekati lapangan hijau di tengah kota. Di tengah lapangan itu, ada pohon beringin besar. Keringat dingin mengucur di tubuh seorang pria. Jantungnya berdegup kencang. Dia dicekam rasa khawatir dan penasaran. Dia takut disapa kenyataan paling menakutkan.

Seisi bis ikut penasaran. 

*** 

Beberapa tahun lalu di White Oak, satu kota kecil Amerika, lelaki itu bukanlah suami dan ayah yang baik. Dia beruntung menikahi perempuan baik yang kemudian menjadi ibu dari anaknya. Namun dia tak pandai bersyukur. Hari-harinya adalah memarahi dan memukuli istrinya.

Dia selalu pulang larut malam. Sering dia datang dalam keadaan mabuk. Jika ditanya dari mana gerangan, dia akan marah dan mulai memukuli. Istrinya hanya bisa diam sembari terisak. Lelaki itu ingin menegaskan dominasinya di dalam rumah.

Suatu hari, dia mengambil semua harta milik istrinya, kemudian pergi ke New York. Dia ingin berbisnis. Namun dia tak juga kapok. Dia tetap degan gaya hidup yang berfoya-foya dan mabuk-mabukan. Bahkan dia pun berjudi serta ganti-ganti pasangan.

Saat uangnya habis, mulailah dia melakukan tindakan kriminal. Dia menulis cek palsu sehingga banyak orang tertipu. Polisi menangkapnya, kemudian menjebloskan ke penjara. Pengadilan memvonisnya untuk hidup di penjara selama tiga tahun.

Saat di penjara, dia mulai merenungi semua hari-harinya. Yang tersisa hanyalah penyesalan. Temannya sesama pemabuk tak satu pun yang mengunjunginya. Bahkan perempuan-perempuan yang gonta-ganti ditidurinya juga tak ada yang datang.

Dia mulai menyesali apa yang sudah lewat. Dalam gelimang uang, semua orang akan mendekat dan menjadi saudaranya. Saat uang habis, maka dia sendirian. Tak ada yang mau menemaninya melalui hari yang kian berat.

Di penjara itu, dia terisak mengingat anak istrinya. Dia ingin kembali bersama mereka. Jika dirinya dimaafkan, maka dia berjanji akan menjadi ayah dan suami yang baik. Jika dirinya diterima, maka dia bertekad untuk memberi semua kasih sayang yang dimilikinya. Dia ingin mengganti hari-hari yang hilang.

Dia bisa paham kalau tak ada lagi tempat untuk ia di rumah. Dia seorang kriminal yang bisa mencemarkan nama baik keluarga. Dia hanya pendosa yang menyesali apa yang telah berlalu. Menjelang bebas, dia menulis surat kepada istrinya: 

“Sayang, kamu tidak perlu menunggu aku. Namun jika kamu masih ada perasaan padaku, maukah kau menyatakannya? Ikatlah sebuah pita kuning pada satu-satunya pohon beringin besar di kota kita jika kamu masih mau menerimaku kembali. Apabila aku lewat di beringin itu dan tidak menemukan pita kuning yang diikat, tidak apa-apa. Aku mengerti. Aku tidak akan turun dari bis dan akan terus menuju Miami. Dan aku berjanji untuk tidak akan mengganggumu lagi dan anak-anak seumur hidupku.”

Dia tidak menerima satu pun balasan dari istrinya. Dia mulai pasrah dengan apa pun yang akan terjadi. 

Hari pelepasan itu tiba. Dia menaiki bis yang melalui White Oak, kotanya. Menjelang sampai, dia sudah keringat dingin. Bulir air matanya menetes. Penumpang bis penasaran. Dia pun bercerita apa adanya. Saat bis mendekati lapangan, semua orang melongok ke luar jendela. Semua memandang ke pohon beringin itu, kalau-kalau ada pita kuning yang diikat di situ. Semua deg-degan.

Dari kejauhan pohon beringin itu kelihatan. Masih belum tampak apa-apa. Setelah dekat, pria itu memilih untuk menunduk. Dia kehilangan harapan. Dia mengingat semua kelakuannya yang jahat kepada anak istri. Dia yakin dirinya tidak akan dimaafkan.

Bis berhenti di depan pohon beringin. Semua orang bertepuk tangan. Dia pun mengangkat wajahnya pelan-pelan. Dia memandang pohon beringin itu. Rasa haru perlahan menjalar di seluruh tubuhnya. Dia tertunduk sembari menangis bahagia.

Dia tidak melihat satu pita kuning. Dia melihat ratusan bahkan ribuan pita kuning yang diikatkan di seluruh penjuru pohon itu. Mulai dari bayang, cabang, dahan, hingga ranting semuanya diikat pita kuning. 

Dia seorang lelaki penuh dosa, namun keluarganya membuka pintu maaf yang sebesar-besarnya untuknya. Dia seorang yang telah menyia-nyiakan semua hal baik di sekitarnya, tetapi balasan yang diterimanya bukanlah makian dan permusuhan. Dia dilimpahi cinta kasih yang mengguyur deras dan memberinya kesejukan.

Semua dosanya yang berkarat itu sontak dibersihkan oleh butiran cinta yang disimbolkan oleh ribuan pita kuning. Lelaki itu tersungkur dalam haru. Dia mengucap syukur sembari berurai air mata. Dia menjadi pria yang kembali pulang ke pangkuan keluarganya, untuk selama-lamanya, dan tidak akan pernah pergi lagi.

Sopir bis itu lalu menelepon surat kabar dan bercerita apa yang dilihatnya. Peristiwa itu dimuat di banyak media sebagai kisah permaafan dan pertobatan, juga kisah besarnya kekuatan hati untuk memaafkan.

Pada tahun 1973, seseorang menulis lagu tentang kisah ini dengan judul, “Tie a Yellow Ribbon around the Old Oak Tree.” Lagu itu menjadi hits dan diputar di semua radio di Amerika Serikat. Orang-orang menyanyikan lagu ini untuk mengisahkan kekuatan cinta yang dahsyat dari ibu dan anak yang menerima lelaki itu apa adanya. 

Hingga kini, orang masih berdendang untuk mengenang peristiwa itu:

I’m coming home
I’ve done my time
And I have to know what is or isn’t mine

If you received my letter
Telling you I’d soon be free
Than you know just what to do

If you still want me
If you still want me

Oh tie a yellow ribbon
‘round the old oak tree
Its been three long years
Do you still want me

If I don’t see a yellow ribbon ‘round the old oak tree
I’ll stay on the bus, forget about us
Put the blame on me
‘Cause I couldn’t bare to see what I might see

I’m really still in prison
And my love she holds the key
A simple yellow ribbon is all I need to set me free

I wrote and told her please
Oh tie a yellow ribbon ‘round the old oak tree
It’s been three long years

Do you still want me
If I don’t see a yellow ribbon ‘round the old oak tree
I’ll stay on the bus, forget about us
Put the blame on me

If I don’t see a yellow ribbon ‘round the old oak tree
Now the whole damn bus is cheering

And I can’t believe
I see a hundred yellow ribbons ‘round the old



0 komentar:

Posting Komentar