Postingan yang Bikin Kaya
Sering saya mendengar para penulis dan sastrawan mengeluh karena keterbatasan penghasilan. Namun anak muda yang saya temui hari ini tak punya keluhan sama sekali.
Saya dan dia bertemu tanpa sengaja di satu sudut coworking-space di Bogor. Penampilannya seperti anak kuliahan yang sedikit dekil. Dia mengenali saya sebagai blogger dan kompasianer. Maka tenggelamlah kami dalam obrolan.
“Ngapain kamu di sini?” tanyaku.
“Saya bekerja bang” jawabnya.
“Hah! Saya lihat kamu cuma ngopi dan mainin HP”
Dia terkekeh. Dia lalu bercerita tentang dunianya. Dia membuat perusahaan yang kerjanya adalah membuat postingan status di media sosial.
Saya tertarik. Sebab saya mengenal beberapa tipe orang di medsos. Ada yang senang posting curhat, suka posting makanan, atau suka berbagi jalan2 di Korea. Ada juga yang menjadikan medsos sebagai arena berperang melawan kubu lainnya.
Anak muda di hadapan saya ini menjadikan medsos untuk membuat postingan yang kemudian dibayar. Menurutnya, semua lembaga, perusahaan, kursus, toko, kantor, bahkan warung rata-rata punya akun di medsos. Tidak semua lembaga punya kemampuan untuk mengelolanya. Dia lalu membuka jasa posting di medsos.
“Berapa bayarannya?”
“Saya dikontrak bulanan Bang. Saya dibayar 5 juta rupiah per bulan,” katanya.
Saya pikir jumlah itu tak begitu banyak. Dia tersenyum melihat saya yang sedikit skeptis. “Saya punya lima klien Bang. Sebulan saya bisa dapat 25 juta rupiah hanya dari posting2,” katanya. Hah? Kali ini saya yang terbelalak.
Saya pikir masuk akal dia punya penghasilan segitu. Dulu, perusahaan membutuhkan jasa admin call center untuk menjawab telepon dan menangani protes klien. Kini, semua lembaga punya website dan akun medsos sebagai wajah perusahaan.
Semua lembaga membutuhkan jasa admin medsos yang profesional, mampu membuat postingan menarik dan menjual, bisa membangun komunitas maya, serta bisa mengelola interaksi dengan semua follower. Para admin ini bisa bekerja dari mana saja. Ada yang standby di warkop, kafe, malah ada yang setiap hari nongkrong di coworking space.
Ini bukan kali pertama saya bertemu anak muda yang hanya duduk-duduk bisa meraup banyak duit. Sebelumnya saya pernah bersua dengan beberapa buzzer yang kerjanya hanya nongkrong di kafe tapi bisa meraup banyak penghasilan.
Yang bikin saya kagum, anak muda ini bisa mengolah keterampilan menulis menjadi sesuatu yang menjanjikan. Saya tahu kalau kemampuan menulisnya standar. Biasa saja. Tapi dia bisa memasarkan dirinya sehingga menjadi kreator konten yang dipercaya banyak orang. Dia bisa menjual kemampuannya sehingga dipercaya oleh para calon klien.
Sering kali kita hanya mengasah kemampuan teknis, yakni menulis, meneliti, menganalisis, memotret, mendesain, atau membuat grafis dan video, juga membuat karikatur. Sekadar kemampuan teknis tidak cukup. Kita dituntut untuk mengembangkan keterampilan bisnis, membangun brand, bangun relasi, networking, mengelola sumber daya, menetapkan harga, hingga strategi pasar.
Jika kemampuan teknis dan non-teknis ini digabungkan, maka brand seseorang bisa melejit dan mengelola bisnis dari rumah. Dia tinggal duduk santai, membangun relasi melalui medsos, lalu sesekali bertemu klien untuk tandatangan kontrak. Dia tinggal menjadi lelaki orderan yang dibayar jasanya.
“Trus, apa kamu gak repot kelola enam akun medsos dan mesti posting tiap hari?” Kembali saya bertanya.
“Gak Bang. Kadang postingan di lembaga A, saya posting lagi di lembaga B beberapa hari berikutnya. Saya bikin bank konten. Kan audience-nya beda” katanya sembari tersenyum
“Sialan!. Cerdas sekali kau.”
Kami tertawa terbahak-bahak.
1 komentar:
lebih cerdasa sampean mas... wong ketemuan sama anak gitu aja sudah jadi bahan tulisan.
makasih critanya... biar tak kasihkan anak-anak yang membutuhkan
Posting Komentar