Sesuai Membaca Catatan DAHLAN ISKAN




Orang mengenal Dahlan Iskan dalam berbagai profesi. Mulai dari wartawan hebat, bos media besar dengan jejaring paling kuat, mantan Dirut PLN, mantan menteri, mantan peserta konvensi capres Partai Demokrat. 

Namun, kita harus menambahkan satu lagi kategori tentang beliau. Dia adalah blogger hebat dengan tulisan yang renyah.

Setahun terakhir, saya sering membaca tulisan Dahlan Iskan di web pribadi DI’s Way. Tulisannya ringan dan renyah, namun menyelipkan banyak hikmah dan pembelajaran. Dia bercerita dengan cara yang paling memikat dan mudah dipahami.

Ketika melihat buku yang menghimpun tulisan terbaiknya di DI’s Way, saya langsung membelinya. Sebagian besar tulisan di situ sudah saya baca. Semua tulisan punya pesan kuat yang menghujam di pikiran. 

Jika saya diminta menyebut beberapa, saya akan menyebutkan tulisan mengenai Haji Nasir, seorang lulusan SMP dari Barru, Sulsel, yang merantau ke Berau, Kaltim, di usia muda. 

Anak muda yang keras kepala ini nekat merantau karena kesal setelah konflik dengan ayahnya. Di tanah rantau, dia melakukan segala sesuatu dari nol.

Di akhir kisah, dia sukses menjadi pengusaha hebat dan kaya-raya, kemudian memanggil ayahnya datang. Saya terharu membaca kisah ayah dan anak yang sama-sama keras kepala, tapi keduanya sangat menyayangi.

Kisah lain yang saya sukai adalah konglomerat Ciputra yang begitu terobsesi dengan pelukis Hendra, yang pernah jadi terpidana isu politik oleh pemerintah Orde Baru. 

Sejak masih miskin, Ciputra sudah membeli lukisan Hendra. Hingga suatu hari, Hendra keluar penjara dan hidup merana di Bali. Ciputra kembali datang dan membeli lukisan. Dia adalah malaikat bagi Hendra.

Sebegitu terobsesinya Ciputra dengan lukisan Hendra, sampai-sampai beberapa lukisan diubah menjadi patung. Bahkan ada lukisan yang dibuatkan pementasan tari. Tak hanya itu, meskipun Hendra sudah meninggal, Ciputra rutin merayakan uang tahun pelukis itu di salah satu gedung mewah yang dimilikinya.

Cerita lain yang menarik adalah kosmetik Wardah, kosmetik asli Indonesia yang perlahan mendunia. Saya juga senang dengan cerita Ricky Elson, seorang doktor bidang teknik yang kembali ke desa dan mengembangkan pesantren teknologi. Ricky Elson mengingatkan saya pada sosok Ranchordas dalam film 3 Idiots.

Saya mencatat ada beberapa hal yang membuat catatan Dahlan menarik.

Pertama, dia membahas lika-liku perjalanan manusia untuk menemukan dirinya. Sejak zaman Adam, cerita-cerita mengenai manusia selalu menarik. 

Cerita Dahlan terasa dekat sebab sehari-hari kita sering menemukan cerita seperti itu. Bedanya, Dahlan bisa menceritakan ulang dengan memikat serta menyarikan banyak inspirasi dan perjalanan.

Cerita Dahlan mengingatkan saya pada cerita-cerita di fanpage favorit saya yakni Humans of New York (HONY) yang isinya adalah kisah-kisah warga New York. 

Catatan itu menarik sebab kota adalah rumah besar yang diisi banyak orang yang tidak saling kenal dan tidak ingin melanggar privasi, namun jauh dalam diri pada setiap orang ada rasa kepo untuk tahu siapa dan apa yang sedang dikerjakan orang lain.

Kedua, sebagai pesohor dan jurnalis senior, serta birokrat, Dahlan punya akses pertemanan yang luas. Dia bisa bertemu orang-orang unik, punya passion kuat di satu bidang, serta punya kisah menarik. 

Dia bertemu banyak orang hebat yang selama ini namanya hanya bisa dibaca di media. Dahlan punya sisi lain yang menarik tentang tokoh-tokoh itu.

Ketiga, tulisan Dahlan serupa perbincangan ala warung kopi yang renyah dan tidak membosankan. Saya teringat tips menulis dari ilmuwan Steven Pinker yakni buat tulisan serupa obrolan. 

Ketika menulis, anggap dirimu sedang bercerita pada orang lain. Saat ngobrol, biasanya kita berusaha untuk berbicara sederhana dan jelas sehingga orang lain bisa paham arah obrolan kita.

Demikian pula dengan menulis. Posisikan semua orang dari berbagai latar usia sebagai pembacamu. Jangan biarkan mereka kebingungan karena berbagai istilah akademis yang kita keluarkan. Buat tulisan itu sederhana dengan kalimat ringkas dan tidak bertele-tele.

Demikian catatan saya atas buku terbaru Dahlan. Mau pinjam? Gak ah. Beli dong!



0 komentar:

Posting Komentar